Pasca Pilpres 2014 lalu, saya bilang: Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu politisi paling ulung yang dimiliki Indonesia saat ini. Dia bisa mengolah air mata: hari ini jadi tangis duka, besok tangis bahagia. Lusa, bisa jadi tangis karena kena bawang merah.
Kali ini, SBY tampil mendobrak tradisi di Indonesia, bahwa orang-orang Militer yang masuk dalam kontestasi politik tingkat tinggi harus pula perwira dalam level tinggi (high rank). SBY, terlepas dari itu adalah putranya sendiri, menyorong seorang perwira menengah (tingkat "bawah" pula dari kategori menengah) masuk kancah.
Manuver SBY ini memiliki nilai edukasi yang baik bagi bangsa ini ke depan. Bahwa: jabatan pada struktur sipil sesungguhnya adalah jabatan "high end" dalam kehidupan bernegara.
Sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya, Indonesia dalam 5 dekade pertama usianya tak bisa menghindari tradisi "militer mengendalikan kehidupan sipil". Walaupun pasca reformasi '98 militer mulai kembali ke barak dan secara total melepas fungsi politiknya 6 tahun kemudian (lebih cepat 5 tahun dari yang "dijadwalkan" -salut buat TNI), namun orang-orang militer dan faksi politik mana pun yang mengajukan mereka pada kontestasi politik kelihatan sangat terikat pada pakem standar: pangkat Kolonel untuk kontes kota/kabupaten, Mayor Jenderal untuk Provinsi, dan Letnan Jenderal untuk Provinsi-provinsi khusus.
SBY melabrak pakem ini. Dan "it is about the time". Memang waktunya. Setelah fraksi TNI-Polri keluar dari parlemen tahun 2004, nyaris tidak ada lagi patok penanda (milestone) yang signifikan untuk menjadi catatan edukasi bagi bangsa ini bahwa "militer adalah militer, sipil adalah sipil".
Bahwasanya ada orang militer masuk ke kancah sipil, dengan demikian apa pun pangkatnya dalam kemiliteran, itu bukan lagi sesuatu untuk didiskusikan. Memasuki kancah sipil (bagi orang militer) adalah sebuah "kekembalian" sahaja, karena sebelum mendaftar (enlist) ke dalam bakti (service) kemiliteran, dia adalah sipil. Kekembalian itu bukan kemunduran.
Nantinya ke depan, Indonesia ini bisa saja seperti Amerika Serikat yang pernah memilih Letnan George Bush dan Letnan John F. Kennedy menjadi Presiden, tanpa melihat level kepangkatan militer mereka. Kalau Nyonya Clinton kesehatannya tidak memungkinkan, bisa jadi Presiden Amerika berikutnya adalah Donald Trump, seorang Letnan, yang begitu tamat dari akademi militer West Point langsung kembali ke kehidupan sipil.
Tantangan bagi SBY dalam catur politiknya kali ini adalah ia harus membantah thesis bahwa putranya bukanlah Manchurian Candidate. Kandidat dari kalangan militer yang dipaksakan orang tuanya untuk bertarung dalam kancah sipil dengan bekal pencitraan palsu.
Soal ini, tontonlah akting Mayor Bennet Marco (Denzel Washington), dalam The Manchurian Candidate.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews