Hari ini, saya ganti kartu sim, pake AT&T. Gak pake ribet masukin data pribadi, gak pake no KTP/passport apalagi KK. Padahal saya hanya numpang cari makan di negeri Paman Sam.
Jadi senyum sendiri melihat permainan rezim di negeri sendiri. Semakin keliatan perpaduan antara kekalutan, ketakutan dan blingsatan. Resah dan takut kalah oleh kebenaran.
Pake pola pikir sederhana saja. Wacana registrasi ulang kartu prabayar itu, sudah bergulir lama. Malahan dengan penekanan konsekwensi-konsekwensi tertentu (dalam bahasa lain bisa disebut ancaman) bila tidak melakukan registrasi. Bahkan ada jaminan data pelanggan aman!
Setelah sekian banyak data pelanggan masuk (mungkin menurut bandar sudah mencukupi kebutuhan), maka.... sekali lagi makaaaa.... keluarlah statement dari sang mentri kalau data yang sudah masuk bisa berisiko disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.
Wealahhh.. pa paaaa.... kok baru sekarang ngomongnya?? Padahal polemik ini sudah berkembang beberapa bulan ke belakang. Kenapa tidak melakukan jurus preventif, mengkaji dulu, kemudian mengeluarkan statement iya atau tidak. Lha sekarang datanya udah ada ditangan orang plus data e-KTP...
Trus sekarang cuci tangan??? Aiihh manisnya...
Trus kami salah kalau semakin curiga kalau rezim ini adalah rezim abal abal? Rezim tanpa planning. Rezim tanpa koordinasi....
Itu soal data kartu prabayar...
Yang satunya mengeluarkan statement kalau kemampuan anak bangsa belum bisa diandalkan untuk menggarap proyek multy millions dollars. Jadi, disinyalir dibutuhkan tenaga "luar" untuk menggarap proyek-proyek tersebut.
Ah, Menteri,...
Jangankan menggarap proyek di dalam negeri pak. Yang jadi top management di negeri orang juga banyak.
Dan Ingat lho Pak Presiden RI ke 3 itu, Putra Indonesia, jenus ke 3 didunia. Prestasi dan kemampuanya diakui dunia. Bapak tahu di perusahaan industri pesawat terbang dunia, anak bangsa banyak menempati posisi yang prestisius?
Sakit hati saya, mendengar anak bangsa di-underestimate sama bangsanya sendiri. Padahal kami yang ada di luar negeri berusaha menunjukan kalau kami bisa dan mampu berdiri sejajar dengan masyarakat dunia lainya. Kami berusaha untuk bisa mengangkat dagu dan berdiri tegak dengan mengatakan "I'm Indonesian"....
Oowwhh... Saya sadar sekarang, kenapa bapak bilang anak bangsa belum bisa diandalkan, karena bapa mengukurnya dari kemampuan bapak sendiri yang abal abal. Jangan disamakan begitu, Pak, sakit hati saya mendengar anak bangsa dilecehkan.
Maaf pak, kalau bapak mau hidup di bawah ketiak bangsa lain, silakan.... jangan ajak ajak kami.
Kami bangga jadi anak bangsa ini, Pak, yang sudah sanggup membangun Borobudur, di saat orang Amerika masih tidur dan sibuk menggusur.
Kalau alasan Bapak mengatakan anak bangsa belum mampu, sehingga bapak mendatangkan wadya balad bapak dari negeri panda, kami sudah tahu ke mana arahnya. 'Kan sang presiden pun sudah menghimbau agar izin buat TKA dipermudah. Jadi skenarionya dan stage-nya sama. Uang dan Kekuasaan....
Kami mungkin miskin, tapi tidak bodoh. Kami mungkin bukan priyayi tapi kami masih cinta Ibu Pertiwi. Oh, iya Pak, kalau bapa bilang anak bangsa belum mampu atau siap untuk proyek multy millions dollar.... maka kami pun berhak menilai Bapa belum mampu untuk jadi menteri atau menjadi pemimpin negeri.
Jadi saatnya kami mencari pengganti. Anak nNegeri yang cinta Bumi Pertiwi, untuk menjadi Bapak Bangsa dan Pemimpin Kami.
Terimaksih atas pencerahanya, kami semakin yakin, kalau ini saatnya mencari pemimpin sejati.
Dan yang pasti.... Itu bukan kalian lagi.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews