Pada hari Minggu, 11 Maret 2018, seluruh bangsa Indonesia mengingat kembali sejarahnya tentang peristiwa yang tidak dapat dilupakan, tentang dikeluarkannya Supersemar (Surat Perintah 11 Maret) pada tahun 1966.
Memang pada tahun 1998, saya menulis buku berjudul: "Jenderal TNI Anumerta (ANM) Basoeki Rachmat dan Supersemar," yang diterbitkan PT. Gramediawidiasarana Indonesia, Jakarta, salah satu penerbitan yang dikelola wartawan senior Harian "Kompas," Jacob Oetama. Pada waktu itu, kita mengenal pula beberapa wartawan senior, seperti B.M Diah, Rosihan Anwar dan Mochtar Lubis.
Buku "Jenderal TNI (ANM) Basoeki Rachmat dan Supersemar," ini diterbitkan dua kali. Pertama, tahun 1998 dan kedua, tahun 2008. Buku setebal hampir 150 halaman ini dimulai ketika Jenderal Saksi Penandatanganan Supersemar itu meninggal dunia pada hari Jumat, 10 Januari 1969. Saya menggambarkan suasana pemakaman di Jalan Besuki 11, Jakarta. Menurut data yang saya peroleh, ada sekitar 300 kendaraan dan ratusan pengunjung datang silih berganti.
"Basoeki Rachmat, yang lebih akrab dengan panggilan 'Pak Bas' itu telah tiada.Beliau meninggal pada hari Kamis, 9 Januari 1969 dalam usia 47 tahun. Beliau meninggal saat melantik Badan Pusat Penggunaan Dana PBB untuk Pembangunan Irian Barat di kantornya, Departemen Dalam Negeri, Jalan Veteran, Jakarta" (halaman xiv).
[irp posts="11003" name="Awas Bahaya Laten Soehartoisme!"]
Pada halaman xxii dan xxiii, saya mengutip pidato Presiden RI Soeharto dan komentar media massa. Juga di halaman terakhir terangkum beberapa komentar, di antaranya dari Yoga Soegomo (Kepala Badan Intelijen RI 1968-1969), Soegih Arto (Mantan Jaksa Agung RI), Soemitro Djojohadikusumo (Menteri Perdagangan RI 1968-1973) dan Harun Zain (Gubernur Sumatera Barat 1967-1977).
Khusus tentang Supersemar dijelaskan di Bab VIII halaman 80-97 dengan judul: "Bung Karno, Pak Bas dan Supersemar." Di halaman berikutnya dijelaskan di antara tiga jenderal yang diutus Pak Harto menghadap Bung Karno di Istana Bogor, Pak Bas yang memimpin, karena ia lebih senior dari M.Jusuf dan Amirmachmud.
Ketika kita berbicara tentang Supersemar, saya sepakat bahwa tidak perlu lagi kita masalahkan di mana Supersemar Asli berada. Tetapi jika mengingat penerus bangsa yang akan mengganti kepemimpinan bangsa di masa depan, maka perlu juga dipertegas, misalnya Supersemar Asli itu hilang dan sebagainya.
Untuk apa?
Surat asli itu akan menjadi bahan penelitian generasi selanjutnya. Ketika saya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ada satu mata kuliah, yaitu Ilmu Perundang-undangan. Di disiplin ilmu itulah generasi selanjutnya meneliti. Sekarang bagaimana kita akan meneliti, karena Supersemar yang ada sekarang, terutama yang ada di Arsip Nasional, tidak asli?
Sebelumnya ketika Megawati menjadi Presiden RI pernah terkatakan akan mencari Supersemar Asli. Pun mantan Kepala Arsip Nasional Dr Mukhlis Paeni mengucapkan hal senada. Akan mencari. Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah juga menyinggung hal ini.
Salah seorang Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Asvi Warnan Adam pernah menulis bahwa dalam kasus Supersemar 1966, Soeharto telah memakai tangan orang lain untuk keluar dari kesulitan.
"Ia telah menerapkan strategi 'ngluruk tanpa bala' yang kemudian secara konsisten dipergunakan," ujarnya.
Terakhir ia menyarankan agar Supersemar Asli dicari di Jalan Cendana.
Tulisan pernah dimuat di wartamerdeka.net
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews