Misalkan ketika seorang yang beretnis Batak ditangkap lalu dipukuli ramai-ramai karena kedapatan mencopet, apakah saya harus membelanya karena saya juga beretnis Batak?
Sebagai suku Batak saya akan turut prihatin atas kejadian yang menimpa saudara sesuku tersebut tetapi sama sekali saya tidak boleh membenarkan perilaku "mencopet" dengan alasan apapun hanya atas dasar sesuku.
Demikian juga saya tidak boleh membenarkan tindakan main hakim sendiri oleh massa atas dasar spontanitas terhadap suku apapun, sama seperti saya tidak boleh membenarkan tindakan "mencopet" atas dasar himpitan ekonomi.
Ketika misalnya seorang beretnis Batak terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK, karena kedapatan melakukan penyuapan atau korupsi, apakah saya harus membela orang tersebut dan menyalahkan KPK hanya karena saya sesuku dengan pelaku?
[irp posts="7148" name="Di Awal Kemerdekaan Banyak Suku Minangkabau Yang Berperan"]
Sama sekali tidak. Saya tidak boleh membenarkan perilaku korupsi hanya karena pelakunya sesuku dengan saya. Apalagi menyalahkan KPK? Itu tindakan yang sangat tidak bijaksana.
Ketika misalkan KPK dalam satu tahun berturut-turut KPK menangkap koruptor yang kebetulan hanya suku Batak semuanya, apakah saya akan membela saudara sesuku tersebut dan menuduh KPK tebang pilih dan sentimen terhadap suku Batak?
Sama sekali tidak. Selama mereka benar-benar korupsi, tangkap dan "habisi" mereka semuanya. Saya tidak bisa membenarkan perilaku korupsi atas dasar apapun termasuk karena alasan sesuku.
Mereka tidak perlu dibela. Malah sebagai orang Batak saya akan membantu aparat menegakkan hukum termasuk untuk mengamankan orang-orang yang sesuku dengan saya.
Apakah pelaku kejahatan seperti: pencopet, pembunuh, pemerkosa, koruptor, dsb. yang dilakukan orang beretnis Batak akan kehilangan identitasn sebagai etnis Batak?
Sama sekali tidak. Mereka tetap suku Batak tetapi mereka adalah oknum dan tidak bisa merepresentasikan suku Batak sebagian atau keseluruhan. Semu perilaku kejahatan tersebut bukan merupakan budaya atau ajaran dalam suku Batak.
Saya yakin semua suku mempunyai perilaku dan budaya luhur dan jika ada yang melakukan kejahatan mereka tidak mewakili suku dan saya tidak bisa menyatakan sebuah suku jelek hanya karena perilaku oknum dua-tiga orang.
Misalkan ketika ada seorang yang beragama Kristen melakukan kejahatan: pelecehan seksual, pemerkosaan, korupsi, dsb. apakah saya harus membela orang tersebut hanya karena saya seagama dengan pelaku?
Sama sekali tidak. Saya tahu bahwa ajaran agama saya tidak mengajarkan dan tidak kompromi dengan semua bentuk kejahatan tersebut dan jika ada melakukan hal-hal yang demikian, tangkap dan proses mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
Saya tidak akan membela kejahatan dalam bentuk apapun hanya karena saya sesuku, seagama, semarga, senegara dengan seseorang atau oknum.
Jika saya membela seorang atau sekelompok orang yang melakukan kejahatan atas dasar sesuku, seagama, semarga dsb. sebenarnya saya belum memahami duduk permasalahan yang sesungguhnya.
Mengapa kita terlalu mudah disesatkan hanya karena persoalan oknum yang dibawa-bawa ke dalam ranah kelompok? Mengapa kita terlalu mudah terprovokasi dengan isu agama yang dimanfaatkan oleh orang atau sekelompok orang untuk melindungi diri dan kelompoknya?
Ini adalah sebuah kebodohan besar yang dapat merusak kelangsungan berbangsa dan bernegara. Ketika masyarakatnya tidak dapat membedakan oknum dan kelompok.
Seharusnya ketika seseorang atau sekelompok orang yang sesuku atau seagama dengan kita ditangkap aparat keamanan karena melakukan kejahatan, maka kita harus mendukung tindakan aparat tersebut dan membantu aparat apa yang kita bisa bantu.
Sadar dan bangunlah dari tidur dalam kegelapan malam. Biarlah oknum yang melakukan kejahatan ditangkap, diadili dan bila terbukti bersalah biarkan dia menjalani hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews