Jokowi, Belajarlah dari kesalahan Ahok

Kamis, 8 Maret 2018 | 05:55 WIB
0
645
Jokowi, Belajarlah dari kesalahan Ahok

Jokowi harus meredam kelompok kelompok pendukung yang bermanuver untuk cari perhatian publik karena ini akan mengundang risiko penggerusan suara.

Jokowi hanya perlu 5% saja tambahan berdasarkan sejumlah survey dia sudah menang mutlak secara politis. Ini artinya sasaran pangsa pasarnya ada di Golput.

 

Lawan politik sesungguhnya bukan Prabowo, tapi di luar kelompok Prabowo dan bekerja dengan senyap, jangan terjebak pada euforia kekuatan diri sendiri.

Ingat di awal awal tahun 2016 siapa yang menyangsikan kekuatan Ahok, ia begitu kuat dan tak ada satupun lobi-lobi politik mengalahkan jejaring kekuatan politik Ahok, sampai sampai Setya Novanto berani bertaruh untuk Ahok.

Namun Ahok mengundang keributan keributan di tahap awal, ia membangun cluster-cluster kelompok kekuatan politik yang sesungguhnya tak perlu, dan ini memancing kekuatan bersama bangkit, bukannya merangkul kekuatan besar itu malah Ahok diajak berjarak dengan kekuatan kekuatan itu.

[caption id="attachment_11021" align="alignleft" width="492"] Basuki Tjahaja Purnama (Foto: Tribunnews.com)[/caption]

Ahok juga bermanuver terlalu tinggi, ia tidak bergerak sewajarnya, tensi manuvernya di awal tahun 2016 justru mengundang banyak musuh, dan tak disadari para pendukung Ahok.

Hanya dengan satu upload Buni Yani, akhirnya Ahok jatuh. Bayangkan kekuatan Sosial Media apa yang ada di belakang Ahok, begitu lengkap, begitu rapi dan runtun dalam menjelaskan keberhasilan Ahok tapi hanya jatuh pada satu upload Buni Yani.

Keberhasilan Buni Yani memancing kekuatan bergerak karena prolog keributan keributan yang tak perlu. Padahal Ahok adalah seorang Incumbent yang berpotensi memenangkan pertarungannya 70%, tapi bukan saja kalah namun masuk penjara.

Teori-teori politik usang macam Sun Tzu walaupun kuno tetap harus jadi pegangan dalam berpolitik, bersikaplah tenang ketika diatas angin, jangan mengundang keributan yang tak perlu, karena ketika di atas angin kita mengendalikan angin, bukan angin mengendalikan kita.

Jangan ciptakan arogansi, tetaplah rendah hati terhadap semua kemungkinan, hindari pendukung yang merasa arogan dan menciptakan keributan keributan tak perlu.

Otensitas Jokowi ketika datang dari Solo ke Jakarta tetap harus jadi filosofi berpolitik, cium tangan semua orang dan rangkullah mereka dalam pengertian pengertian yang bermakna...

Itulah cara Jokowi, bukan cara Ahok...

Ciptakan kegembiraan untuk semua orang, bersikaplah jenaka dan selalu rendah hati karena kita memerlukan politik penuh kegembiraan...

***

Editor: Pepih Nugraha