Klub Motor Cenderung Jadi "Raja Jalanan" dan Minta Diistimewakan

Selasa, 6 Maret 2018 | 09:24 WIB
0
865
Klub Motor Cenderung Jadi "Raja Jalanan" dan Minta Diistimewakan

Dalam berkendara di jalan raya dibutuhkan kesabaran tingkat tinggi dan terkadang harus mengalah untuk menghindari pertengkaran. Hina banget rasanya bertengkar di jalan raya.

Orang bisa dengan mudahnya tersulut emosi hanya karena disalip, diklakson atau hanya menegur sekedar mengingatkan. Malah menimbulkan pertengkaran di jalan raya karena tidak terima ditegur, disalip atau diklakson. Dan bisa berakhir hilangnya nyawa seseorang atau berurusan dengan pihak kepolisian.

Sering kita saksikan di berita-berita online atau media televisi hanya gara-gara disalip dan tidak terima saling kejar di jalanan, padahal bisa mencelakakan pengendara lainya atau pengguna jalan.

Baru-baru ini ada Kru TV yang sedang bersepeda untuk olahraga ditabrak pengendara mobil dan meninggal di tempat hanya karena mengejar pengendara motor yang telah menyalibnya. Padahal ia seorang pengacara yang tahu hukum, tetapi ketika dijalan tak ubahnya seperti “raja jalanan”.

Kita sering melihat bagaimana ulah klub-klub motor dalam berkendara di jalan raya yang “ugal-ugalan” dan menjadi raja jalanan seakan seperti pejabat yang harus mendapat “privillage” atau keistimewaan di jalan raya. Karena mereka merasa jumlahnya banyak dan cenderung melanggar aturan dalam berlalulintas, seperti menerabas rambu-rambu, padahal dalam keadaan: merah, karena takut kelompoknya tertinggal karena lampu merah mereka akhirnya nekat menerabas lampu merah tadi.

Pengendara lain, seperti mobil, truk, bus, kalau sudah ketemu klub-klub motor yang lagi touring, pasti mengalah karena tidak ingin ribut di jalanan. Kita sering lihat ulah klub-klub motor kalau lagi touring di hari Sabtu-Minggu atau hari libur tertentu dengan kecepatan tinggi dan klakson yang sering bikin gugup pengendara lainya,serta kaki dipalangkan, sebagai tanda tidak boleh disalip dan arogan dalam menguasai jalan.

Bahkan beberapa tahun yang lalu saya dan kakak pas pulang mudik naik mobil dari Solo menuju Bandung berpapasan dengan klub motor yang berlawanan arah. Mungkin mereka minta tidak terima karena kami tidak mau minggir, tanpa ba-bi-bu tahu-tahu memukul kaca depan dan retak karena tidak mau ribut, kakak saya yang nyetir tetap tancap gas alias tidak dihiraukan.

Kasus-kasus semacam ini banyak menimpa pengendara lain oleh arogansi klub-klub motor yang karena jumlahnya banyak, mereka bisa berbuat apa saja.

Memang sifat manusia seperti itu, kalau sendiri tidak berani, tetapi kalau berkelompok mereka berani dan cenderung agresif.

Mereka kalau tidak sedang berkendara sering merasa bahwa mereka selalu taat berlalulintas dan aturan tetapi kalau sudah benar-benar di jalanan, psikologisnya berubah menjadi tidak taat aturan dan arogan.

Seperti pengguna motor Gede yang sering meresahkan kalau sudah di jalanan, tidak ada yang namanya motor Gede pelan dalam berkendara karena rata-rata orang kaya dan mantan pejabat, banyak warga masyarakat cenderung pasif dan diam karena tidak berani “protes” kepada mereka.

Baru-baru ini di Jakarta sekelompok ojek online merusak sebuah mobil dengan beringasnya hanya karena mereka tidak mau disalip atau didahului. Mereka (ojek online) karena jumlahnya banyak sering menutup jalan dalam berkendara dan pengendara lain tidak boleh menyalip, kalau diklakson malah bikin mereka marah dan brutal.

Mereka berani melakukan itu karena merasa menang jumlah dan mereka berani melakukan pengrusakan atau tindakan yang arogan dan merasa hukum tidak akan menjeratnya, karena sifatnya massa aksi.

Bahkan sehari setelah kejadian ojek online melakukan pengrusakan mobil, ada kejadian lagi di mana beberapa ojek online melakukan pengroyokan kepada anak jalanan sampai meninggal karena diduga pernah melakukan penjambretan kepada salah satu anggota ojek online.

Tentu ini bentuk solidaritas yang tidak benar dan tidak tepat karena main hakim sendiri. Dan banyak kasus-kasus yang sering melibatkan ojek online dalam kasus kekerasan dijalanan sebagai bentuk solidaritas.

Untuk itu operator-operator ojek online untuk berani mengeluarkan anggota ojek online yang terlibat kekerasan dijalanan atau pelanggaran hukum lainya.

Jangan sampai ojek online malah seperti ormas-ormas yang sering bikin resah atau menyukai kekerasan,hanya karena jumlahnya banyak.

Dan aparat kepolisian juga harus berani menindak tegas supaya ada efek jera dan sebagai penegakan hukum.

***

Editor: Pepih Nugraha