Setiap orang pasti punya silsilah baik dari pihak bapak atau pihak ibu Biasanya bisa menunjukan atau membuktikan silsilah tersebut dengan jelas dan benar. Contoh, kita pasti tahu siapa kakek dan nenek kita dan ke atas lagi, anak dari siapa kakek-nenek kita (mbah buyut: Jawa). Mungkin masih tahu atau samar-samar, tetapi kebanyakan orang sekarang sudah lupa atau tidak tahu, apalagi naik ke atas lagi, kakek-nenek kita, cucu dari siapa?
Dalam tingkatan ini biasanya sudah lupa atau tidak tahu sama sekali. Kecuali orang-orang yang benar-benar dari keturunan keraton atau priyayi yang punya pencatatan silsilah atau trah yang sangat jelas dan runut.
Tetapi dalam rangka memenangkan Pilpres atau supaya mendapatkan simpati dari masyarakat dari kalangan tradisional atau masyarakat bawah, ada calon presiden yang tiba-tiba merasa bahwa ia keturunan dari Raja Jawa (Mataram) dan ada yang mengaku keturunan dari kerajaan Majapahit atau pendiri Majapahit, Raja pertama, yaitu Raden Wijaya, yang pernah memotong telinga utusan Mongol dan menyebabkan kemarahan Kubilai Khan.
Padahal Sri Sultan Hamengkubuono X adalah Raja Mataram kesepuluh yang saat ini menjadi Gubernur Jogjakarta. Kalau di usut keatas sampai raja pertama Mataram, itu perlu ratusan tahun. Apalagi kerajaan Majapahit tentu mundur lagi ratusan tahun lagi dan itu sekitar tahun 1300-1400.
Dari kerajaan Majapahit ke kerajaan Mataram ada beberapa kerajaan lagi, yaitu setelah Majapahit runtuh, berdiri kerajaan Demak Bintoro, setelah kerajaan Demak Bintoro hancur, ibu kota dipindahkan ke kerajaan Panjang (di Layewan Solo) dan dari kerajaan Panjang ini cikal bakal kerajaan Mataram berdiri, yaitu di Alas (hutan) Mentaok atau nama daerahnya Mataram.
Dari gambaran di atas saja sudah mumet dan pusing untuk mengetahui urut-urutan kerajaan di Jawa, apalagi mengenai silsilah keturunan. Kok masih ada yang mengaku keturunan Majapahit dan Mataram, aduuh... aduuh seakan tidak percaya diri.
Hanya demi jabatan presiden atau wakil presiden sampai begitunya membawa-bawa silsilah leluhur supaya mendapat simpati dari masyarakat bawah dan merasa dari keturunan raja-raja yang terhormat.
Dan supaya elektabilitasnya juga naik, mungkin?.
Bahkan beredar di Group WA, bahwa Prabowo Subianto adalah keturunan raja Mataram dengan petunjuk atau bagan silsilah yang nampak begitu jelas. Bahkan yang bersangkutan juga melakukan ziarah ke Makam Imogiri yaitu tempat raja-raja Mataram di makamkan. Seakan ingin mempertegas bahwa ia keturunan Mataram. Ehem-ehem.... Sebenarnya sanadnya juga tidak jelas, hanya mengaku-aku dan klaim semata.
Sedangkan Pangeran Diponegoro yang anak dari Sultan Hamengkubuwana III dan dari istri selir R.A Mangkarawati dan nama kecilnya Raden Mas Ontowiryo. Pada waktu ayahnya yang seorang raja meninggal dan Pangeran Diponegoro mau diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya, Pangeran Diponegoro menolaknya karena ia sadar hanya anak dari seorang istri selir bukan permaisuri.
Dan, ia keluar dari kerajaan atau keraton, ikut neneknya. Bahkan Pangeran Diponegoro diakui bagian dari keluarga besar keturunan Mataram/keraton adalah baru beberapa tahun ini karena ia pernah memberontak VOC yang hampir bikin bangkrut. Akibat pemberontakan ini ternyata ada pihak-pihak kerajaan atau keraton yang tidak suka dan menganggap Pangeran Diponegoro bukan bagian keluarga besar.
Seorang Pangeran Diponegoro yang jelas-jelas anak raja saja tidak merasa anak raja dan berhak atas kekuasaan menjadi raja kalau ia mau.
Apalagi mengaku keturunan atau mempunyai silsilah dari Raden Wijaya, yang seorang raja Majapahit. Kenapa tidak mengaku keturunan Ken Arok sekalian yang legendaris dan terang-terangan membunuh Raja Tumapel, yaitu Tunggul Ametung? Hanya demi jabatan seorang raja, Ken Arok membunuh dengan Keris Empu Gandring.
Tapi lihatlah politkus sekarang merasa keturunan ini dan itu hanya untuk sebuah jabatan menjadi presiden. Bahkan demi seorang anaknya untuk maju menjadi calon presiden dan wakil presiden, rela mengaku masih keturunan Majapahit dengan harapan mendapat simpati.
”Ngono yoo ngono ning ojo ngono”.
Untuk apa membagakan silsilah masa lalu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hanya klaim semata? Kenapa sesuatu yang tidak ada jalur keturunan atau silsilah kita mengaku-aku, hanya demi kemasyuran?
Bahkan yang masih saudara dan masih punya hubungan darah saja seringkali menjadi orang lain, tetapi orang lain yang tidak punya hubungan darah malah menjadi saudara, aneh bukan?
Lebih baik mengaku apa adanya dari mana kita berasal kalau memang kita lahir dari kolong jembatan, jangan ngomong kalau kita lahir di rumah mewah, begitu juga sebaliknya. Kalau kita anak petani, jangan ngomong kalau kita anak pengusaha kaya raya.
Toh mengakui dari mana kita berasal tidak menjadi rendah atau turun derajatnya.
Seorang Joko Widodo anak seoarang tukang kayu atau kusen pintu dan ia juga melanjutkan menjadi tukang kayu dari bapaknya.Dan ia akui yang sebenarnya dan tidak merasa ia keturunan kerajaan ini dan itu,tapi kalau garis tangan atau takdir mengangkat yang bersangkutan menjadi presiden, tidak ada seorangpung yang akan sanggup menahannya.
Bahkan yang masih mempunyai silsilah atau sanad ke Kanjeng Nabi saja, umrah belum pulang-pulang.
Wis ngono wae.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews