Tahun ini adalah tahun politik karena pilkada serentak dilakukan pada tahun ini dan yang bikin suhu politik mulai memanas karena tahun ini juga partai-partai politik untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dimulai atau dibuka pada tahun ini, bulan Agustus.
Kemungkinan besar calon pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya ada dua pasangan, yaitu Joko Widodo (petahana) dan Prabowo Subianto. Atau ada alternatif calon lain, wallahualam.
Jadi wajar kalau antar partai atau ketua umum partai melakukan pertemuan-pertemuan untuk menjajaki koalisi dan menyamakan visi dan misi.
Tetapi yang ramai di bursa adalah calon wakil presiden untuk mendampingi Joko Widodo untuk periode kedua pada tahun 2019.
Banyak spanduk-spanduk atau baliho-baliho untuk untuk memasangkan atau menyandingkan dan memberikan dukungan kepada sang calon wakil presiden dengan Joko Widodo, sebut saja Muhaimin Iskandar, yang merupakan ketua Umum PKB. Spanduk atau baliho dukungan untuk Cak Imin ini sudah terpasang di mana-mana.
Banyak calon wakil presiden yang merasa gede rasa, setiap pertemuan dengan presiden Joko Widodo diartikan sebagai sinyal atau pesan bahwa yang bersangkutan akan menjadi calon wakil presiden nantinya.
Seperti pertemuan Presiden Joko Widodo dan Cak Imin dalam peresmian kereta bandara, pengamat atau masyarakat menganggap itu pertemuan politik yang dikemas dalam peresmian kereta bandara.
Terus pertemuan bersama dan naik satu mobil dengan presiden Joko Widodo, yaitu ketua umum PPP Romahurmuziy, ini juga diartikan sinyal politik dan semua itu sah-sah saja dikaitkan dengan pilpres 2019.
Ada di antara partai koalisi pemerintah yang ketua umum partainya berkeinginan menjadi calon wakil presiden seperti Cak Imin dan Romahurmuziy dan itu wajar karena rata-rata masih terhitung usia muda. Hanya saja harus hati-hati, apakah di antara dua calon wakil presiden itu tidak dalam bidikan penegak hukum,dalam hal ini KPK?
Partai Hanura dengan ketua umumnya Oeman Sapta atau Oso, juga mencalonkan dewan pembina partai, yaitu Wiranto untuk menjadi wakil presiden Joko Widodo. Dan ini juga wajar kalau setiap partai pendukung pemerintah mencalonkan kadernya atau ketua umumnya untuk menjadi calon wakil presiden.
Saat ini sudah ada empat partai yang sudah resmi memberikan atau deklarasi dukungan untuk mencalonkan Joko Widodo untuk maju sebagai caolon presiden, yaitu Nasdem, Hanura, PPP dan PDIP.
Dan PDIP secara resmi dalam Rakernas III di Bali, ketua umum Megawati Soekarno Putri secara langsung membacakan dukungan untuk Joko Widodo menjadi calon presiden pada periode kedua. Tentu ini semakin jelas arah peta kekuatan politiknya.
[irp posts="10229" name="Sulit bagi Prabowo untuk Menang Kalau Tidak Bisa Rebut Suara di Jawa"]
Dengan dukungan PDIP kepada Joko Widodo sabagai calon presiden, memutus spekulasi yang liar atau tidak jelas kalau PDIP kemungkinan akan mencalonkan dari calon lain, selain Joko Widodo.
Dari partai pemerintah hanya PKB yang belum memberikan dukungan atau deklarasi kepada Joko Widodo sebagai calon presiden. Ini menarik, apakah PKB baru akan memberikan dukungan kepada Joko Widodo kalau wakil presidennya dari PKB, yaitu Cak Imin yang begitu ngebet ingin menjadi calon wakil presiden? Atau PKB akan bergabung dengan kubu Prabowo dengan posisi Cak Imin manjadi calon wakil presiden atau ingin membuat alternatif atau poros baru?
Apalagi banyak yang mengusulkan calon wakil presiden Joko Widodo dari kalangan santri untuk menghindari serangan isu SARA dari kaum penyebar hoaks atau yang suka kondisi politik di negara ini tidak aman.
Ada lagi partai yang mendukung pemerintah tetapi di lapangan sering berbeda pandangan atau tidak mendukung kebijakan pemerintah, yaitu PAN, ini partai, satu kakinya di luar pemerintah dan satu kakinya di pemerintahan karena PAN mendapat jatah satu kursi kabinet Joko Widodo, yaitu menteri PAN-RB.
Apalagi sang ketua umum partai PAN,yaitu Zulkifli Hasan juga rajin turun kebawah dengan jabatan sebagai ketua MPR,dan baru-baru ini menemui presiden di Istana Negara,entah apa yang dibicarakan dari kedua pejabat negara itu.
Sepertinya partai PAN pada pilpres 2019 tidak lagi mendukung presiden Joko Widodo sebagai calon presiden karena dewan pembina PAN yaitu Amien Rais yang sangat dominan menentukan arah kebijkan atau dukungan partai PAN, apalagi kita ketahui bersama Amien Rais tidak ingin Joko Widodo menjadi presdien untuk kedua kalinya.
Nah, yang ini menarik, Partai Demokrat, partai ini pada pilpres 2014 menyatakan abstain atau tidak memihak atau mendukung calon presiden Joko Widodo dan Prabowo Subaianto.
Tetapi tahun ini sepertinya tidak akan mengulangi sikap politik pada tahun 2014 karena Demokrat sudah menggadang-gadang pangeran Cikeas yaitu Agus Yudhoyono untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden. Jadi Agus Yudhoyono sudah harga mati atau tidak bisa ditawar lagi untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden.
Yang menjadi masalah kalau menjadi calon presiden sepertinya berat karena sudah ada dua calon dengan pendukung yang militan dan punya nama besar, yaitu Joko Widodo dan Prabowo Subaianto. Apakah Agus Yudhoyono ingin menjadi di antara dua calon presiden tadi, apa ingin mengulangi pilkada DKI yang hanya jadi obyek penderita alias nomer buncit dalam memperoleh dukungan.
Kalau mau menjadi wakil presiden, mau menjadi wakil presiden siapa, apakah untuk Joko Widodo atau Prabowo? Untuk Joko Widodo calon wakil presiden sudah banyak yang antri dari partai pendukung pemerintah, masak iya mau nyelonong aja menggeser calon yang lain, tentu ini hanya akan menambah masalah baru di antara partai pendukung pemerintah.
Atau mau menjadi calon wakil presiden Prabowo? Di kubu Prabowo juga ada partai yang loyal dan militan mendukung Parabowo sebagai calon presiden, yaitu PKS. Apakah PKS rela kalau Agus Yudhoyono menjadi wakil presiden mendampingi Prabowo?
Dan partai Demokrat tahun 2019 pasti akan memihak atau mendukung salah satu dari dua calon presiden tadi, mereka ingin berkontribusi dalam pemerintah dan ingin menaikan citra partai Demokrat yang terpuruk, kalau di luar pemerintah akan semakin terpuruk partai ini dan bisa ditinggalkan oleh pemilihnya.
Alangkah baiknya nanti setiap partai politik pendukung pemerintah untuk mengajukan calon wakil presiden masing-masing, tetapi juga memberikan kebebasan Joko Widodo untuk memilih dan menentukan calon wakil presidennya, apakah dari partai atau dari luar partai. Karena jabatan wakil presiden hanya satu, tidak seperti jabatan wakil ketua DPR yang wakilnya boleh ada empat dari wakil partai.
Silahkan setiap partai melakukan lobi-lobi atau kasak-kusuk, tetapi kepentingan rakyat adalah nomer satu, jangan sampai atas nama kepentingan rakyat menghalalkan segala cara dan membuat situasi politik tidak aman.
Dari dua calon presiden yaitu Joko Widodo dan Prabowo, ini menarik karena kedua kalinya calon presiden ini head-to-head, yang sama-sama mempunyai pendukung yang militan dan fanatik.
Jargon-jargon dari kedua pasangan juga tak kalah menarik seperti jargon calon presiden Prabowo Subianto pada tahun 2014, ”Seribu kambing kalau dipimpin oleh harimau akan mengaum semua, tetapi seribu harimau kalau dipimpin oleh kambing maka akan mengembek semua”.
Jargon ini sebenarnya tidak tepat, yang ada kambing-kambing itu akan dimakan harimau satu persatu sampai habis, bisa jadi akibat jargon yang salah menyebabkan Prabowo kalah pilpres pada tahun 2014.
Prabowo sudah turun gunung untuk meningkatkan elektabilitasnya, yaitu mengunjungi ibu dari Elang Mulya Lesmana yang dirawat rumah sakit. Elang Mulya Lesmana adalah korban mahasiswa Tri Sakti pada kerusuhan demo yang menjadi korban tertembak.
Ayo harimau mengaumlah bikin semua lawan-lawanmu segan dan bergetar mendengar auman suaramu, sekalipun kau tampak tua dan lelah, mengaumlah, mengaumlah...
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews