Selama manusia masih hidup dia belum selesai dengan dirinya. Agak membingungkan kalau ada yang bilang, si Fulan cocok untuk memimpin lembaga anu karena dia telah selesai dengan dirinya. Manusia selesai dengan dirinya setelah dia meninggalkan dunia fana ini.
Makanya gelar pahlawan disematkan biasanya setelah tokoh itu wafat. Kalau dia masih hidup, bisa saja tiba-tiba prinsip hidupnya berubah. Gelarnya bisa dicopot, dan itu sudah pernah terjadi. Nama jalan atau atau tempat-tempat penting lainnya disematkan nama para pahlawan yang telah wafat. Dijamin tidak akan berubah gelar kepahlawanannya.
Kurang apa ngetopnya Bung Karno pada zamannya. Namanya terukir di tempat yang tinggi, nampaknya hampir mustahil turun ke bumi sampai akhir hayatnya. Proyek mercusuar stadion olah raga yang dibangun sejak 1958 yang kemudian dikenal sebagai Gelora Ganefo bisa saja diberi nama Gelora Bung Karno, dijamin nggak bakal ada yang protes. Tapi Bung Karno atau pejabat lainnya tidak sampai kepikiran menamakan Gelora Bung Karno.
Pada masa Orde Baru, berganti menjadi Gelora Senayan. Bukan hanya ingin menghilangkan peran Bung Karno yang sudah wafat. Jangankan menamakan Bung Karno untuk sebuah gedung, buat memasang foto Bung Karno saja pada waktu itu nggak ada yang berani.
Tapi pahlawan nggak bakal ketuker. Pemerintahan Gus Dur sejak 2001 mengubah namanya menjadi Gelora Bung Karno. Sebelumnya, tahun 1985 nama Bung Karno juga disematkan untuk nama Bandara. Bandara Soekarno-Hatta.
Pada Era SBY ,dua ruas jalan di Merdeka Utara yang diusulkan diganti menjadi jalan Bung Karno dan jalan Hatta agak lumayan ribet, sampai dibentuk tim 17. Pasalnya, kalau ada jalan Bung Karno, kenapa tidak ada jalan Soeharto? Keduanya sudah wafat. Soeharto kan bergelar Bapak Pembangunan.
Karena banyak penolakan nama Soeharto untuk nama jalan, walhasil nama kedua mantan presiden itu batal jadi nama jalan. Sampai sekarang Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun belum kebagian namanya disematkan di tempat apa pun
Belum lama ini entah bagaimana ceritanya, para pegiat parawisata Sumatera Barat dan Sekber Pendakian Kerinci Solok Selatan mengusulkan pemberian nama puncak gunung Kerinci dengan nama Joko Widodo. Usulan itu diamini oleh anggota DPRD Sumbar, Irwan Afriadi.
Alasannya, sebagai bentuk apresiasi kepada presiden Joko Widodo pada waktu acara HPN yang telah mempromosikan Sumatera Barat. Selain itu, Jokowi juga tercatat pernah melakukan pendakian Kerinci pada tahun 1983.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Seksi Pengelolaan Strategis dan Destinasi Kepariwisataan, Dinas Kebudayaan dan Kebudayaan Solok Selatan, mengusulkan nama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya akan disematkan namanya untuk tempat perkemahan terakhir dengan ketinggian 3.200 mdpl dengan nama Camping Siti Nurbaya. Alasannya, sebagai apresiasi atas besarnya perhatian menteri untuk pembukaan jalur tersebut.
[irp posts="10615" name="Inilah Penampakan Kantor Kepresidenan untuk Jokowi Kerja di Papua"]
Apapun ceritanya, walaupun puncak Kerinci bukan jalan raya yang dilalui oleh banyak orang, tetap saja usulan tersebut menuai pro dan kontra. Supaya tulisan ini tidak kepanjangan, silakan baca sendiri pro dan kontra yang kebanyakan kontra.
Kalau dipikir-pikir usulan itu terkesan tergesa-gesa. Ditambah lagi, Pak Jokowi akan nyaprres lagi. Jadi usulan itu terkesan politis.
Kalau dipikir-pikir lagi, bukankah memang tugas Presiden beserta para menteri mempromosikan Provinsi di wilayah NKRI ini. Jadi apapun yang dilakukan oleh Presiden dan menteri untuk urusan wisata adalah memang tugas beliu-beliau. Segala perhatian, kebaikan, sumbangan ini-itu dibayai oleh negara. Apalagi Dinas pariswata daerah yang ingin mengapresiasi atasannya dengan memahatkan nama terkesan gimanaaaa gitu.
Jika jadi nama Joko Widodo dipahat di puncak Kerinci, berarti nama Jokowi berada di puncak yang lumayan tinggi, nggak bakal ada capres yang bisa nyaingin.
Repotnya, kalau ada yang protes, mau mencopot, naik aje sendiri ke puncak Kerinci. Gempor gempor lu….
Foto : Expresnews.com.
17022018
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews