Tak ada batasan usia untuk seseorang memiliki akun di media sosial, selama orang tersebut mampu memahami bagaimana bermedia sosial, setidaknya bisa berinteraksi melalui tulisan (bacaan) maka orang tersebut sudah dikatakan layak untuk memiliki akun di media sosial.
Meski begitu, kadang masih banyak orang yang menganggap batas wajar seseorang dalam bermedia sosial hanya pada usia remaja dan dewasa saja. Jadi tak heran kalau seandainya ada orang tua memiliki akun media sosial, akan ada tanggapan yang luar biasa dari orang sekitar atau malah seolah-olah menyepelekan bahwa yang mampu bermedia sosial hanyalah anak muda saja.
Tanggapan seperti itu pun ternyata berlaku juga untuk anak bocah atau biasa disebut sebagai ABG nanggung. Mau dibilang anak remaja tapi masih sering ingusan, dibilang anak kecil juga tapi sudah mengerti yang gituan, hehee apa sih.
Terkadang kita perlu Mengawasi ponakan sendiri
Singkat cerita, saat itu saya sedang ada acara kumpul bersama keluarga besar di rumah saudara. Yang berkumpul pun usianya bervariasi, mulai dari anak-anak sampai engkong-engkong. Namanya bertemu ponakan yang usianya masih di bawah 17 tahun, saya seakan-akan menjadi pemimpin untuk bercanda-canda dengan mereka.
Sampai pada saatnya saya menyinggung masalah pacaran kepada salah satu ponakan saya yang masih kelas 6 SD, tiba-tiba ponakan saya satu lagi nyeletuk bilang kalau akun facebook saya telah diblokir oleh ponakan saya yang kelas 6 SD ini.
Lantas saya merasa kebingungan karena saya juga tak tahu bahwa ponakan saya yang kelas 6 SD ini memiliki akun facebook, lebih jelasnya lagi saya tak pernah mencoba untuk penasaran melirik akunnya sekalipun dia memiliki akun facebook.
Berhubung sudah ketahuan kalau akun saya diblokir, maka saya penasaran menanyakan alasannya kenapa, tapi ponakan saya ini malah enggan menjawab dan ngelantur pergi ke ruangan lain.
Setelah saya penasaran memeriksanya melalui akun facebook ponakan saya yang satu lagi, untunglah tak ditemukan konten-konten yang menyimpang di akun facebook ponakan saya yang masih kelas 6 SD ini selain dia mencantumkan hubungan berpacaran dengan pacarnya. Sepertinya memang hanya status lebay dan hubungan berpacarannya saja yang tak ingin diketahui menjadi alasan dia memblokir akun saudara-saudaranya yang sudah dewasa.
**
Dari kejadian itu, saya akhirnya sadar bahwa yang anak-anak lakukan di media sosial memang perlu dipantau sekalipun mereka bukan lah adik atau anak sendiri. Dan ponakan saya lebih dulu menyadari hal itu, maka sebelum dipantau atau dikepoin akun facebook miliknya oleh saudara-saudaranya yang telah dewasa, dia lebih dulu mencari aman untuk menghindar dengan cara memblokir. Lebih lucunya lagi, dia juga turut memblokir akun milik orang tuanya di media sosial.
Kalau kita kembali melihat kasus yang terjadi di media sosial yakni beberapa di antaranya memang disebabkan oleh anak-anak sekitaran usia remaja.
[irp posts="2228" name="Jangan Jadi Burung Pemakan Bangkai di Facebook!"]
Misalnya seperti kasus salah satu seleberitis yang melaporkan masalah ujaran kebencian di media sosial miliknya. Kurang dari waktu 24 jam selebritis ini mampu mengetahui identitas asli si hater tersebut, dan setelah menemui pelaku yang sedang berada di rumah, tak diduga ternyata pelakunya adalah anak remaja yang masih berstatus sebagai pelajar.
Di lain waktu, ada juga kasus serupa yang disebabkan oleh anak-anak di media sosial. Yakni seorang bocah yang menuliskan ujaran kebenciannya terhadap aparat kepolisian di media sosial. Dengan gaya premannya, si bocah ini seolah menantang aparat kepolisian dengan kata-kata kasarnya.
Pada dasarnya, kita juga pasti paham bahwa di usia seperti itu anak-anak masih sulit mengolah rasa emosinya, malah cenderung melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang, kemudian turut meniru suatu hal yang dia rasa benar, padahal bisa saja hal tersebut salah.
Terjadinya kasus seperti ujaran kebencian ataupun membuat kata-kata kasar dalam media sosial pun bukan lah semata-mata karena anak-anak tersebut memiliki emosi atau mental yang keras dan buruk. Melainkan karena kurangnya pengawasan dari keluarga dan orang-orang dewasa di sekitarnya atau bisa jadi tak ada pengawasan sama sekali, sehingga tak adanya teguran dan larangan ketika anak-anak asik menggunakan media sosial secara bebas.
Dari kejadian ponakan saya yang memblokir akun facebook milik saya tersebut, setidaknya dapat saya jadikan pelajaran bahwa terkadang kita memang perlu mengawasi ponakan sendiri dalam bermedia sosial. Toh zaman sekarang tidak lah sama dengan zaman dulu di mana anak-anak hanya diawasi untuk tak bermain di dekat jalan raya.
Salam.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews