Suhu politik mulai memanas, padahal pilpres masih tahun 2019, tepatnya di pertengahan tahun, yaitu bulan Juli-Agustus. Partai-partai sudah mulai mengelus-elus jagoannya masing-masing, baik untuk calon presiden atau calon wakil presiden.
Perang urat syaraf atau pys war mulai dilakukan oleh lawan-lawan politik Joko Widodo (petahana), khususnya "koalisi reuni" yang disebut Trio Kwek Kwek; Gerindra, PKS dan PAN. Trio Kwek Kwek ini bukan hinaan atau merendahkan. Sebaliknya, grup penyanyi anak-anak ini enak didengar dan bersuara kompak.
Sekalipun partai PAN ini mengaku berkoalisi atau pendukung partai pemerintah, tapi dalam praktiknya selalu menyerang kebijakan pemerintah. Tidak aneh kalau ada yang memelesetkan "Plin PAN" (maksudnya Plin Plan). Apa boleh buat, mungkin itu branding yang mau diciptakannya.
Pada pilpres tahun 2014, hanya ada dua calon pasangan yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Anak kecil juga tahu, yang memenangi kontestasi itu adalah pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang saat ini menjadi Presiden dan wakil presiden dengan perolehan suara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa 62.576.444(46,85%) dan Joko Widodo-Jusuf Kalla 70.997.851(53.15%).
Menangnya tipis sih kalau dilihat dari 130 jutaan pemilih. Tapi jangan lupa, beda satu suara saja dalam rumus demokrasi, dialah pemenangnya, apalagi beda 8 juta suara hehehe...
Dengan kata lain kalau dilihat dari persentase mungkin selisihnya tidak jauh, tetapi kalau di konversi ke angka selisihnya lumayan jauh. Ya, 8 juta itu tadi
Akibat pemilihan pilpres ini, masyarakat terbelah menjadi dua sampai sekarang,satu kubu pro Joko Widodo dan satu kubu Prabowo Subianto. Bahkan perang di medsos sampai sekarang masih terjadi, baik dalam sindiran atau terang-terangan. Bentuk makian atau meme tertentu juga ada, yang terkadang berujung sampai pihak yang berwajib, yaitu kepolisian. Polisi lagi tenang-tenang ngupi jadi disibukkan.
Dan diperkirakan pada pilpres tahun 2019 juga hanya ada dua calon pasangan presiden dan wakil presiden, atau maksimal tiga calon pasanganlah.
Kalau pilpres tahun 2014 itu babak pertama, maka pada pilpres tahun 2019 adalah babak kedua antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto, hanya pasangan wakilnya saja yang berbeda pada masing-masing calon presiden.
Ini seperti pertandingan “ liga Spanyol” antara Real Madrid vs Barcelona yang penuh intrik dan strategi dan kedua pendukung yang fanatik menambah ramai pertandingan, sorak-sorai atau gemuruh tepuk tangan dari kedua pendukung membahana dalam stadion.
Bagaimana prediksi dan analisa pilpres 2019, yuk kita simak analisanya atau prediksi dari kedua calon presiden, tapi kita lihat hasil pilpres pada tahun 2014 tiap provinsi atau wilayah, karena ini penting untuk mengatahui naik dan turunnya suara dari kedua calon presiden tersebut.
Wilayah pulau Sumatera:
1.Aceh:Prabowo 1.089.290(54,39%)--Jokowi 913.309(45,61%).
2.Sumatera Utara:Prabowo 2.831.514 (44,76%)—Jokowi 3.494.835 (55,24%)
3.Sumatera Barat: Prabowo 1.797.505 (76,92%)—Jokowi 539.308 (23,08%).
4.Riau:Prabowo 1.349.338 (50,12%)—Jokowi 1.342.817 (49,88%)
5.Jambi:Prabowo 871.316 (49.25%)—Jokowi 897.787 (50,75%)
6.Sumatera Selatan:2.132.163 (51.26%)—Jokowi 2.027.049 (48.74%)
7.Bengkulu:Prabowo 433.173 (45,27%)—Jokowi 523.669 (54,73%)
8.Lampung:Prabowo 2.033.924 (46,93%)—Jokowi 2.299.889 (53.07%)
9.Bangka Belitung:Prabowo 200.924 (32,74%)—Jokowi 412.359 (67,26%)
10.Kepulauan Riau:Prabowo 332.908 (40,37%)—Jokowi 491.819 (59,63%)
Wilayah Pulau Jawa
11.DKI Jakarta:Prabowo 2.528.770 (46,91%)—Jokowi 2.861.417 (53,09%)
12.Jawa Barat:Prabowo 14.167.381 (59,78%)—Jokowi 9.530.315 (40,22%)
13.Jawa Tengah:Prabowo 6.485.720 (33,35%)—Jokowi 12.959.540 (66,65%)
14.DI Yogyakarta:Prabowo 997.342 (44,19%)—Jokowi 1.234.249 (55,81%)
15.Jawa Timur:Prabowo 10.277.088 (46.83%)—Jokowi 11.669.313 (53,17%)
16.Banten:Prabowo 3.192.671 (57,10%)—Jokowi 2.398.631 (42,90%)
Wilayah Bali/NTB/NTT
17.Bali:Prabowo 614.241 (28,58%)—Jokowi 1.535.110 (71,42%)
18.NTB:Prabowo 1.844.178 (72,45%)—Jokowi 701.238 (27,55%)
19.NTT:Prabowo 769.391 (34,08%)—Jokowi 1.488.076 (65,92%)
Wilayah Kalimantan
20.Kalimantan Barat:Prabowo 1.032.354 (39,62%)—Jokowi 1.573.046 (60,38%)
21.Kalimantan Tengah:Prabowo 468.277 (40,21%)—Jokowi 696.199 (59,79%)
22.Kalimantan Selatan:Prabowo 941.809 (50,05%)—Jokowi 939.748 (49,95%)
23.Kalimantan Timur:Prabowo 687.734 (36,62%)—Jokowi 1.190.156 (63,38%)
Wilayah Sulawesi
24.Sulawesi Utara:Prabowo 620.734 (46.12%)—Jokowi 724.553 (53,88)
25.Sulawesi Tengah:Prabowo 632.009 (45,17%)—Jokowi 767.151 (54,83%)
26.Sulawesi Selatan:Prabowo 1.214.857 (28,57%)—Jokowi 3.037.026 (71,43%)
27.Sulawesi Tenggara:Prabowo 511.134 (45,10%)—Jokowi 622.217 (54,905)
28.Gorontalo:Prabowo 378.735 (63,10%)—Jokowi 221.497 (36,90%)
29.Sulawesi Barat:Prabowo 165.494 (26,63%)—Jokowi 73,37%)
Wilayah Maluku dan Papua
30.Maluku:Prabowo 433.981 (49,48%)—Jokowi 443.040 (50,52%)
31.Maluku Utara: 306.792 (54,45%)—Jokowi 256.602 (45,55%)
32.Papua:Prabowo 769.132 (27,51%)—Jokowi 2.026.735 (72,49%)
33.Papua Barat 172.528 (32,37%)—Jokowi 360.379 (67,63%)
34.Luar Negeri:Prabowo 313.600 (46,26%)—Jokowi 360.379 (53,74%)
Dari data hasil pilpres 2014, pasangan Prabowo menang di 10 provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, NTB,Gorontalo dan Maluku Utara. Sedangkan pasangan Jokowi,sisanya yaitu 23 provinsi dan luar negeri.
Bagaimana peluang kemenangan dari kedua pasangan di 2019, apabila pilpres hanya dua pasangan, yaitu Joko Widodo dengan pasangan wakilnya dan Prabowo Subianto dengan pasangan wakilnya?
Bagaimanapun petahana atau pejabat yang sedang menjabat lebih banyak diuntungkan karena masih menjabat dan mempunyai nilai kinerja yang baik atau positif, tetapi itu juga tidak bisa sebagai jaminan akan menang dengan mudah. Begitu sebaliknya, penantangnya adalah Probowo Subianto bukan tidak mungkin akan bisa mengalahkan petahana, tergantung situasi politik kekinian atau banyak faktor yang mempengaruhinya.
Peluang Jokowi
Kalau Joko Widodo atau petahana ingin memenangkan pilpres 2019 atau periode kedua dengan selisih persentase yang agak jauh dari lawanya, yaitu Prabowo, maka Jokowi mau tidak mau harus meningkatkan persentase perolehan suaranya, antara tiga sampai dengan lima persen di tiap wilayah atau propvinsi.
Misal di pulau Jawa, kekalahan telak Jokowi ada di provinsi Jawa Barat dan Banten, maka Jokowi harus meningkatkan perolehan suara di provinsi ini; Jawa Barat dari 40% harus naik antara 43% sampai 45%, tidak usah muluk-muluk.Banten dari 42% menjadi 45% sampai 47%.
[irp posts="9970" name="Jokowi Bukan Prabowo Bukan, Siapa Capres Dambaan Amien Rais?"]
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga harus naik antara tiga atau lima persen,apalagi di Jateng terkenal dengan kandang Banteng, masak tidak bisa meningkatkan persentase perolehan suara. Sedangkan Jawa Timur pada tahun 2014 bisa dikatakan penentu kemenangan pasangan Jokowi karena selisihnya tidak terlalu jauh, karena ada faktor Mahfud MD di wilayah Madura, hampir disapu bersih oleh pasangan Probowo, tapi sekarang Mahfud MD sudah sadar dan merapat ke Jokowi.
Di DKI Jakarta, sekalipun saat ini yang jadi gubernur dan wakil gubernur berasal dari kubu Prabowo, bukan berarti Jokowi akan kalah di DKI, bagaimana pun Jokowi peletak dasar pemerintahan yang bersih atau transparan di DKI Jakarta dan meninggalkan kenangan positif bagi warga Jakarta, sekalipun pada pilgub kemarin panas membara.
Pulau Jawa ini penentu kemenangan bagi pasangan calon presiden manapun karena jumlah dari separo pemilih nasioanal ada di pulau Jawa, makanya akan menjadi palagan atau daerah perebutan suara yang sangat sengit.
Untuk wilayah Sumatera, kekalahan Jokowi yang sangat telak adalah Sumatera Barat karena di provinsi ini nama Jokowi sangat negatif, yaitu berasal dari partai PDIP. Tau sendiri bagaimana masyarakat Sumatera Barat tidak suka terhadap partai ini. Di provinsi ini Jokowi juga harus menaikkan perolehan suaranya,dari 23% menjadi 26% sampai 30%, tidak usah muluk-muluk yang penting ada peningkatan.
Di wilayah Sumatera penduduk yang paling banyak ada di provinsi Sumatera Utara dan pada pilpres 2014 pasangan Jokowi memperoleh suara 55% dan untuk 2019 Jokowi harus bisa menaikkan perolehan suaranya dikisaran 58%.
Di Aceh yang terkenal kuat agamanya, malah Jokowi kalah tipis. Untuk Sumatera Selatan tahun 2014 Jokowi kalah tipis juga, ini karena faktor Hatta Rajasa yang tak lain calon wakil presiden dengan Prabowo,jadi karena alasan putera daerah.
Dan kekalahan telak berikutnya, yaitu NTB karena ada pengaruh gubernurnya yang juga tokoh agama paling berpengaruh. Jokowi hanya dapat suara 27%, tetapi kekalahan di provinsi ini bisa ditutup oleh suara di Bali dan NTT, jadi tidak terlalu bermasalah.
Untuk wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua atau Indonesia Timur, perolehan suara Jokowi mendominasi, kecauali Gorontalo, itupun suaranya tidak signifikan, apalagi tahun 2019 Partai Golkar mendukung Jokowi dan di wilayah Sulawesi juga karena pengaruh Jusuf Kalla, terutama Sulawesi Selatan yang pemilihnya paling banyak.
Dan pembangunan di wilayah Indonesia Timur ini juga genjot oleh pemerintahan Jokowi, apalagi pembangunan yang sifatnya fisik seperti waduk,jalan raya, perlintasan batas yang dipercantik,j embatan dan pelabuhan.
Dan wilayah kalimantan juga Jokowi mendominasi perolehan suranya, hanya di Kalimantan Selatan kalah tipis. Dan di Kalimantan juga pembangunan jalan trans atau Jalan tol juga mulai dibangun, jadi di provinsi Kalimantan, perolehan suara Jokowi harus naik lebih besar yaitu lima persen.
Peluang Prabowo
Terus bagaimana peluang Prabowo Subianto sebagai penantang pasangan petahana nanti di 2019?
Peluang Prabowo juga terbuka lebar asal harus kerja dua kali lipat dibanding kampanye di 2014.
Prabowo Subianto harus menaikkan perolehan suaranya di tiap provinsi antara tujuh sampai sepuluh persen terutama di pulau Jawa.
Kalau mau menang mau tidak mau Probowo harus menaikkan perolehan suara di pulau Jawa secara signifikan, tidak bisa hanya naik tiga atau lima persen.
Kalau di Jawa Barat pada tahun 2014 Prabowo memperoleh suara 60%, maka pada pilpres 2019 harus naik menjadi 68% dan provinsi Banten juga sama harus naik 7% perolehan suaranya di banding tahun 2014.
Di Jawa Tengah juga harus bisa merebut suara dikandang Banteng, cukup lima persen saja,tidak usah muluk-muluk. Dan di provinsi Jawa Timur juga harus meningkat perolehan suaranya lima persen, apalagi kemarin-kemarin baru ribut dengan La Nyalla Mattaliti karena nama ini juga berpengaruh di wilayah Jawa Timur. Kalau Probowo dengan pasangannya tidak bisa meningkatkan perolehan suaranya di pulau Jawa secara signifikan, maka akan berat untuk memenangkan atau bisa mengalahkan pasangan Petahana.
Di wilayah Sumatera, Prabowo juga harus bisa merebut atau menaikkan suaranya secara signifikan di wilayah seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau dan Lampung karena dikantong-kantong ini suara atau jumlah penduduknya atau pemilih lumayan banyak.
Untuk wilayah Indonesia Timur kemungkinan akan berat untuk Prabowo, mungkin hanya NTB saja, itupun kalau masyarakatnya masih setia dengan Prabowo.
Wilayah Kalimantan juga terasa berat untuk suara Prabowo, perlu kerja ekstra dan kerja keras untuk meningkatkan perolehan suaranya.
[irp posts="5797" name="Prabowo Subianto Semakin Meneguhkan Dirinya sebagai Kingmaker""]
Tidak ada yang tidak mungkin, apalagi dalam dunia politik, tetapi jangan berharap banyak bahwa situasi pilgub di DKI Jakarta bisa di copy paste ke wilayah Nusantara, biaya sosialnya teramat banyak. Bagaimana cara menyebarluaskan jamaah 212 yang konon mencapai 7 juta itu ke semua provinsi? Jusuf Kalla sebagai pendukung 212 juga harus berpikir kelas kalau mau mengalahkan Jokowi (dengan asumsi JK menantang Jokowi di Pilpres 2019).
Ayoo, kalahkan Petahana, jangan hanya jadi calon presiden terus, masak dari 2004 sampai 2019 hanya jadi calon dan calon saja, Pak? Tunjukkan kalau Anda "Macan Asia" dan layak jadi juara!
Memang berdasarkan survey-survey yang layak dipercaya, elektabiltas Jokowi masih unggul antara 45% sampai 50%, tetapi kalau hanya dua calon pasangan presiden dan wakil presiden, maka elektabilitas kedua calon presiden otomatis juga akan naik, baik pasangan Jokowi dan pasangan Probowo, hanya kita tidak tahu berapa kenaikkan persentase dari masing-masing calon presiden.
Apakah kenaikannya lebih banyak ke Jokowi atau Prabowo, kita tunggu hasil pilres 21019. Moga-moga pilpres berjalan dengan damai dan lancar sorak-sorai mendukung pasangan masing-masing adalah hal yang wajar, tetapi jangan sampai gara-gara pilres jadi ribut antarsporter atau pendukung.
Damaialah IndonesiaKu, Jayalah negeriKu...
Pake "preeetttt..." ga ya!?
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews