Jadi Tersangka, Mantan Wartawan BBC Ini Korban Politikus Berkuasa

Senin, 12 Februari 2018 | 07:40 WIB
0
668
Jadi Tersangka, Mantan Wartawan BBC Ini Korban Politikus Berkuasa

Cukup satu parpol pendukung pemerintah, PPP melaporkan Asyari Usman ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik partai, dalam waktu relatif singkat Asyari Usman jadi tersangka. Asyari bukan anggota DPR yang punya hak imunitas. Dia “cuma” mantan wartawan BBC.

Beda dengan angota DPR yang kebetulan dari fraksi pendukung pemerintah, dilaporkan 4 parpol yang kebetulan bukan parpol pendukung pemerintah dengan tuduhan yang sama, pencemaran nama baik parpol, kasusnya berjalan lambat. Penyebabnya karena anggota DPR punya hak imunitas.

Mempelajari apakah tuduhan penghinaan itu masuk ranah yang bisa dilindungi oleh hak imunitas atau tidak, membutuhkan waktu relatif lama. Sekarang kasusnya dihentikan (sementara?) karena yang bersangkutan kebetulan ikut Pilkada.

Asyari menulis di media Teropongsenayan.com berjudul "Dukung Djarot-Sitorus: Ketum PPP Menjadi 'Politisex Vendor'". Dalam tulisan itu, Ansyari menyebut Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy atau Romy sebagai sosok diktaktor dan oportunis karena mengusung pasangan Djarot dan Sihar Sitorus dalam Pilkada Sumatera Utara.

Sebenarnya bukan cuma Asyari yang punya opini seperti itu. Bahkan di kalangan internal PPP juga punya perasaan kurang lebih sama. Seperti terbaca dalam berita ini.

[caption id="attachment_10264" align="alignleft" width="541"] Romahurmuziy (Foto: Jendelanasional.com)[/caption]

Terkait kisruh dukungan calon gubernur dan calon wakil gubernur ini, pengurus DPC PPP se-Sumut sempat membakar foto Ketua Umum PPP, Romahurmuziy. Foto Romy tidak hanya dibakar, tapi juga dicucuk-cucuk oleh para pengurus.

Dalam kesempatan ini, masa meminta DPP PPP mematuhi AD/ART partai. Disebutkan bahwa, PPP harus mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur Muslim. Berita Kompas.com menyebutkan, Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan Sumatera Utara Yulizar Parlagutan Lubis dicopot setelah menolak ikut keputusan DPP untuk mengusung pasangan Djarot Saiful Hidayat dan Sihar Sitorus dalam Pilkada Sumut 2018.

Yulizar sendiri menegaskan bahwa dirinya masih menjabat sebagai Ketua DPW meski pihak DPP telah menonaktifkan dirinya. "Terkait dengan penonaktifan saya, bagi saya semua alur kehidupan ini Allah yang menentukan. Ketika Allah mengatakan terjadi maka terjadilah, namun bila Allah mengatakan tidak maka apapun yang diupayakan manusia tidak akan terjadi," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di Sekretariat DPW PPP Jalan Raden Saleh, Medan, Kamis, 11 Januari 2018.

Barangkali karena kebetulan Asyari Usman orang luar PPP, opini Asyari terhadap pengusungan Djarot-Sihar dianggap bentuk lompat pagar dan bisa mencemarkan nama baik partai. Apapun ceritanya, kebetulan Asyari sudah dijadikan tersangka, dan kebetulan tanpa didahului dengan pemanggilan. Entahlah. Barangkali karena kebetulan Asyari Usman cuma mantan wartawan.

[irp posts="1273" name="Apakah Pithecanthropus Erectus Orang Indonesia Asli Yang Dimaui PPP?"]

Di media yang sama Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim Pusat Mahendradatta mengatakan, penangkapan terhadap mantan jurnalis BBC Asyari Usman tanpa didahului dengan pemanggilan. Bahkan, kata dia, Asyari tidak tahu bahwa dirinya akan diperiksa atas laporan kuasa Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ( PPP) Romahurmuziy alias Romi. "Tidak ada (surat panggilan). Dia juga nanya ke saya, kok langsung klarifikasi tidak ada panggilan," ujar Mahendradatta.

Itu soal prosedur hukumnya. Bagaimana kontennya? Sekjen PPP Asrul Sani berpendapat, LBH PPP disebut Asrul punya alasan mengapa langsung mempolisikan Asyari tanpa mengadukan terlebih dahulu ke Dewan Pers. Menurut dia, tulisan Asyari bukan produk jurnalistik melainkan opini.

"LBH PPP tidak melaporkan medianya, tapi melaporkan penulis artikel. Itu kan bukan news atau reportase, tapi artikel yang berupa pandangan penulisnya yang menghina dan mencemarkan nama baik," katanya sebagaimana diberitakan Detik.com. Beda lagi dengan pendapat Djoko Edhi Abdurrahman, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU. Menurut dia tulisan Asyari itu produk jurnalistik.

Menurut Pak Djoko Edhi, seluruh muatan Teropong Senayan adalah produk jurnalistik, termasuk surat pembaca karena ia terdaftar di Dewan Pers yang dilindungi UU No 40 tentang Pers.

Seluruh produk jurnalistik dilindungi UU No 40 cq Dewan Pers. Tak bisa main tangkap. Orde Baru saja tak pernah melakukan main tangkap seperti itu. Wartawan, menulis salah, lalu serta merta ditangkap. Penulis opini di Teropong Senayan, salah menulis, langsung ditangkap hanya karena Ketum PPP tak bahagia dengan tulisan itu.

Pertanyaan hukumnya, bersumber dari UU No 40 tentang pers (baca produk jurnalistik Teropong Senayan), ke mana hak jawab Asyari Usman? Ke mana hak perlindungan produk jurnalistik itu? Itu satu.

Kedua, mengapa Teropong Senayan yang terdaftar di Dewan Pers, diperlakukan seperti Saracen (yang bukan produk jurnalistik, yang tak terdaftar di Dewan Pers)?

Ketiga, dengan kasus penahanan Asyari Usman yang 30 tahun lebih menjadi wartawan bergengsi, maka semua penulis yang salah tulis, dapat sewaktu-waktu dijebloskan ke sel tahanan, tanpa proses UU No 40 tentang pers, hanya karena Ketum DPP PPP tidak bahagia. Riot!

Keempat, subtansi materi kasus PPP Cagub Sumut, tanpa tulisan Asyari Usman pun, sudah paradoks. Semua orang politik paham apa yang sesungguhnya terjadi. Sehingga yang dimaksudkan adalah “jangan kritik keburukan Romy”. Bukan main. Ini bahaya besar bagi demokrasi, das sein dan das sollen. Semua penulis praktis seolah diminta hanya menjadi copy writer (penulis iklan). Jika tidak, gue jeblosin loe ke penjara!

Semoga besok, pentolan para aktivis yang bertemu dan membahas ancaman yang terkandung dalam kasus ini, dapat menyelesaikan bahaya demokrasi ini dengan Kapolri Jenderal Profesor Tito Karnavian PHd.

Itu soal hukum dan kontennya. Soal politiknya, apakah setelah Asyari Usman menjadi tersangka akan menaikan elektabilitas PPP atau sebaliknya? Apa dampaknya pada elektabilitas Djarot-Shihar? Lebih jauh lagi, apa dampak jangka panjang pada pileg dan pilpres 2019? Kejauhan, ya!?

Nggak juga sih kalau berkaca pada penanganan kasus yang serupa tapi kebetulan beda perlakuan. Bisa jadi kemungkinan Asyari memang sudah lama diincar karena sikap kritisnya yang bikin gerah, kebetulan PPP melaporkan. Ah, itu kan cuma kebetulan. Kebetulan yang gimanaaa gitu.

10022018

***

Editor: Pepih Nugraha