Ketika Semua Muslimah Kembali pada Hijabnya

Sabtu, 3 Februari 2018 | 08:56 WIB
0
670
Ketika Semua Muslimah Kembali pada Hijabnya

Bayangkan semua wanita muslimah di Indonesia mengenakan hijab, sehari saja. Sebagai negeri muslim terbesar di dunia, mungkin akan terasa bedanya.

Bayangkan wanita muslimah di seluruh dunia mengenakan hijab ke manapun tanpa perlu khawatir akan dipandang sebelah mata atau tatapan curiga.

Bayangkan wanita dari semua agama di manapun mengenakan hijab sehari saja, agar bisa menghayati bagaimana rasanya menutup seluruh tubuh dari ujung kepala sampai ujung kaki, tanpa merasa malu, gerah atau waswas.

Ya, sehari saja. Berhijab. Mamakai pakaian tertutup rapat dan sederhana. Sehari saja.

Inilah ide dasar World Hijab Day alias Hari Hijab Sedunia yang digagas oleh Nazma Khan, seorang wanita Amerika asal Bangladesh pada tahun 2013. Ia mengundang semua wanita di seluruh dunia (baca SEMUA) untuk mencoba berhijab sehari saja pada hari ini, 1 Februari.

Tak disangka tak dinyana ide ini disambut dengan sukacita oleh para wanita dari berbagai agama di seluruh dunia. Mulai di negeri asalnya Amerika, di berbagai negara Eropa, Afrika, Asia hingga Australia. Semua wanita bergembira menyambut undangan ini. Tanpa pandang agama, tanpa pandang ras. Penilaian mereka, meski beragam, tapi intinya satu: hijab itu indah, sejuk, sederhana dan sama sekali tidak menakutkan.

Tak perlu dipungkiri, ada sebagian wanita yang memandang hijab adalah sumber ketakutan. Bila sudah mulai berhijab, takut penilaian orang lain akan berubah, takut dianggap radikal, takut dianggap ekstremis, takut kalau nanti tak dapat kerja, takut keluarga dan teman-teman akan menjauh, takut tak bebas lagi, takut tak bisa modis dan menjadi fashionista lagi, takut gerah, takut ribet, dan sejuta ketakutan lainnya.

Apa iya hijab semenakutkan itu? Padahal hijab itu cuma selembar kain! Selembar kain yang menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Selembar kain longgar, tidak transparan, tidak ketat dan tidak menarik perhatian yang tidak semestinya. Itu saja intinya: kesederhanaan. Tak ada yang perlu ditakutkan.

Belakangan ini mulai banyak wanita nonmuslimah yang mencoba, merasa nyaman dan bahkan keterusan memakai hijab dalam berbagai aktivitasnya. Mereka merasa terlindungi dari pandangan penuh syahwat lawan jenisnya dan merasa tak ada tekanan untuk berhias diri secara berlebihan. Untuk mereka yang saat ini sedang mengalami musim dingin, hijab bisa sekaligus menjadi pakaian pelindung yang menghangatkan.

[caption id="attachment_9629" align="alignright" width="548"] Felixia Yeap (Foto: Suaramasjid.com)[/caption]

Contoh paling terkenal wanita nonmuslimah yang saat ini gemar mengenakan hijab adalah Felixia Yeap, seorang mantan model majalah Playboy asal Malaysia. Menurut blog resminya, ia kini sudah "insaf" dan sedang dalam proses pendekatan dengan agama Islam. Langkah awal yang dilakukannya adalah dengan mengenakan hijab dalam kesehariannya.

Betapa kontrasnya! Semoga ia segera memeroleh hidayah untuk menjadi muallaf...

Kalau wanita nonmuslimah saja mau mengenakan hijab atas kesadarannya sendiri, masa' kita para wanita yang terlahir muslimah justru enggan? Malu ya rasanya?

Anehnya justru masih banyak wanita muslimah yang merasa alergi ketika kata hijab mulai disebut. Alasannya? Selain berbagai ketakutan yang saya sebut di atas, alasan paling populer adalah "lebih baik jilbabin hati dulu deh sebelum pakai jilbab betulan. Lagian banyak tuh perempuan berjilbab yang kelakuannya lebih rusak daripada yang gak berjilbab. Makanya mending jilbabin hati aja dulu. Tuhan Maha Tahu, kok".

Entah siapa pencetus semboyan "jilbabin hati dulu" ini. Maksudnya menutupi hati dari perbuatan buruk? Kalau itu, sih sudah kewajiban semua orang. Bukan cuma wanita, tapi juga pria. Tapi kenapa kalau menjilbabkan hati itu penting dan wajib, cuma wanita muslimah yang diwajibkan berjilbab, sementara para prianya tidak?

Jawaban populer lainnya adalah "Ntar dulu deh. Niat udah ada, sih. Tapi belum siap, nih".

Saudariku... kalau sudah ada niat baik, bersegeralah diwujudkan. Karena setiap ada niat baik yang muncul di hati, syaitan akan selalu muncul untuk menggoda dan menghalangi. Akhirnya niat baik itu ditunda dan ditunda terus, entah sampai kapan.

Sekarang belum siap? Lalu kapan siapnya? Mungkin tak akan pernah. Sementara waktu tak akan menunggu kesiapan kita. Kalau waktu kita di dunia sudah habis sementara kita belum melaksanakan kewajiban yang satu itu, hanya penyesalan yang ada. Penyesalan tiada guna dan tak berkesudahan. Tentu kita semua tak mau seperti itu.

Ngapain sih saya repot-repot nulis tentang hijab? Apa mau menggurui, memvonis, atau sekedar sok suci? Apa diri yang menulis ini sudah benar-benar bebas dari dosa?

Oh, tentu saja tidak. Tidak ada manusia yang bebas dari dosa. Keistimewaan itu sudah diangkat oleh Allah bersamaan dengan wafatnya Rasulullaah Muhammad yang kita cintai.

Berhijab ini bukan ajaran saya, bukan ajaran para aktivis dakwah, bukan juga ajaran Rasulullaah. Berhijab ini semata-mata perintah Allah Sang Penguasa Bumi dan Langit. Tak percaya? Silakan buka, baca dan pahami AlQuran Surat Al Ahzab ayat 59 dan An Nur ayat 31. Jelas sekali perintah-Nya di sana. Coba hayati makna kedua ayat itu. Bertanyalah pada ahli tafsir, ustaz, dan ahli agama yang mumpuni. In syaa Allah jawabannya akan sama semua. Hijab itu wajib bagi semua wanita muslimah yang telah baligh. Hijab itu adalah perintah Allah.

Sekali lagi saya bukan ingin menggurui siapapun. Saya justru masih harus banyak belajar. Masih sangat kurang ilmu agamanya. Entah apakah saya akan siap kalau Allah memanggil saya sekarang karena saya merasa masih sangat compang-camping dalam hal keimanan.

Saya hanya ingin mengajak saudari-saudari saya di manapun berada, seperti halnya pencetus ide World Hijab Day, untuk mencoba mengenakan hijab. Sehari saja. Rasakan bedanya.

Saya sudah merasakan bedanya sejak hari pertama megenakan hijab 16 tahun yang lalu di Inggris.

Banyak cerita perjuangannya untuk tetap bisa istiqomah dan mengingat kembali niat awal saya berhijab.

Saya bersyukur hingga detik ini saya tak pernah menyesali keputusan itu. Saya yakin semua teman muslimah berhijab yang masih istiqomah berhijab juga demikian.

World Hijab Day memang cuma sehari. Hari ini saja. Tapi saya pribadi (saya yakin para penggiat event ini dan juga para hijabers di manapun) berharap agar gaungnya bisa terasa dan dihayati oleh semua wanita lebih dari sehari. Seminggu, sebulan, syukur-syukur lebih daripada itu. Terutama wanita muslimah.

Semoga semakin banyak yang tergugah kesadarannya bahwa hijab bukanlah sekedar budaya bangsa Arab. Hijab bukan sekedar bagian dari fashion. Hijab bukan bahan komoditi yang patut dibanding-bandingkan dan perlu dibuat mewah dan berkelas. Karena sejatinya bukan itu jiwa hijab.

Hijab adalah kesederhanaan. Hijab adalah gaya hidup. Hijab adalah pakaian luar dalam bagi wanita muslimah. Dan yang paling penting, hijab adalah bentuk ketaatan seorang hamba pada Penciptanya. Sebagai seorang hamba, tentu kita ingin kan menyenangkan hati Sang Pencipta yang sudah begitu banyak kebaikannya pada kita sejak kita lahir ke dunia hingga nanti meninggalkan dunia?

Hijab adalah jihad seorang wanita muslimah. Hambatan dan godaannya akan selalu ada.

Tapi pahala yang sudah menanti di ujung sana, Masya Allah...

Coba ingat-ingat saja bagian itu. Pahala yang menanti di ujung sana.

Mengutip ajakan selalu Ustadz Felix Siauw:

Yuk berhijab!

Hijab tanpa nanti.

Taat tanpa tapi.

Mulai dari sekarang. Agar bayangan "seluruh wanita muslimah kembali berhijab" tak sekedar angan-angan dan bayangan saja...

Semoga yang sudah berhijab bisa tetap istiqomah dan terus meningkatkan kualitas dirinya.

Semoga yang belum berhijab bisa segera terbuka hatinya dan beroleh hidayah dari-Nya untuk segera berhijab dan menutup auratnya.

Hijab itu tak susah. Hijab itu menyejukkan. Hijab itu sederhana.

Salam cinta karena Allah.

Icha, Haugesund, 1 Februari 2018

***

Editor: Pepih Nugraha