Hampir habis bulan Januari 2018. Dan saya bertanya-tanya, penghargaan apalagi yang didapat Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di bulan ini?
Desember 2017, media lokal Pikiran Rakyat memuat headline berita, Setiap 13 hari sekali Pemprov Jabar raih penghargaan. "Dengan jumlah penghargaan mencapai 250 dalam durasi kepemimpinannya yang menginjak tahun ke-9, jika dianggap 1 tahun 365 hari dikalikan sembilan tahun dan dibagi 250 penghargaan, muncul angka 13 hari sekali perolehan penghargaan," Begitu yang dimuat di laman Pikiran Rakyat.
Saya bangga. Kiprah Kang Aher -begitu sapaan gubernur lulusan Fakultas Syariah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA)- itu membuat saya terkenang pada bully-an seorang teman. "Gak ada ustadz yang sukses jadi pejabat, Zic." Kira-kira begitu perkataannya. Meremehkan para politisi muslim yang berlatar belakang ilmu agama.
Kang Aher adalah jawaban dari perundungan teman saya dulu. Apa yang dicapainya tentu merupakan prestasi terukur. Pihak-pihak yang memberi penghargaan itu telah memiliki kriteria yang telah dipenuhi oleh kerja keras Kang Aher. Bukan penghargaan berdasarkan rasa suka yang emosional. Mereka mengakui Kang Aher telah sukses dalam suatu bidang sehingga layak diberi pengakuan.
Menjelang habis masa jabatannya, saya yakin Kang Aher akan terus menuai prestasi.
Maka ketika Majelis Syuro PKS mengumumkan bahwa nama Ahmad Heryawan menempati posisi pertama calon presiden yang akan diusung, saya sangat puas. Saya yakin dengan kapasitas beliau. Telah terbukti.
Mungkin ada pertanyaan, bukankah Kang Aher tidak menonjol kemampuan orasinya dibanding calon lain? Ah, kalau pun benar, saya tidak menganggap itu kekurangan. Kang Aher bisa kok berorasi. Punya retorika bernas memang sebuah kelebihan, tetapi kalau pun tidak menonjol, bukan sebuah kekurangan. Karena ratusan penghargaan yang diterimanya jauh lebih bernilai daripada umbaran kata-kata di atas podium.
[irp posts="7943" name="Islam Radikal dan Pilkada Jabar dalam Pandangan PKS"]
Tentu kader PKS akan lebih mudah menjual orang yang punya prestasi. Apabila masyarakat bertanya, "apa kelebihan calon presiden kamu?", jawaban raihan ratusan penghargaan itu lebih diterima daripada jawaban "calon presiden saya orasinya menginspirasi, lho." Nanti malah dijawab, "Be right back yah... aku mau dorong Mario Teguh nyapres dulu."
Pertanyaan lain, bagaimana dengan bencana banjir yang belum berhasil ditanggulangi? Saya jawab saja dengan pernyataan Joko Widodo saat menjadi Gubernur DKI dulu: Macet dan banjir lebih mudah ditangani bila menjadi presiden. Iya kan?
Kalau pun dianggap kekurangan, saya ringan saja mengakui bahwa memang sosok yang saya kagumi ini punya kekurangan. Saya tidak mengkultuskannya atau mengidolakannya berlebihan. Toh apa yang saya lihat saat ini adalah zhohir yang tampak pada dirinya. Ia terlihat baik, berprestasi. Apa yang tidak tampak oleh saya tidak bisa saya jadikan dasar menghakimi.
Jujur, saya berharap beliau maju menjadi kandidat capres atau cawapres tahun 2019. Dan saya yakin banyak kader PKS juga punya harapan yang sama. Meski beliau tidak punya komunitas underbow yang ngebet banget mendukung beliau, tidak memasang baliho di mana-mana. Saya nyaman dengan kondisi ini. Soalnya dukungan yang menggebu-gebu itu terlihat norak dan berisik.
Saya ingin mendukungnya tanpa siap bertengkar dengan orang yang tak mau mendukungnya. Saya ingin mendukungnya tanpa perlu mengada-adakan julukan yang bikin orang lain geli mendengarnya. Saya ingin mendukungnya dengan wajar. Tanpa kegaduhan tak simpatik. Karena saya sekedar menghargai kerjanya, bukan mengkultuskannya.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews