Tidak tanggung-tanggung, nama Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono langsung disebut-sebut dalam pusaran megakorupsi KTP Elektronik. Nama yang selama ini "imun" dari pemberitaan korupsi apapun seolah-olah menjadi arang yang mencoreng wajah bersih SBY dan keluarga Cikeas selama ini. Wajar jika pihak SBY maupun Partai Demokrat meradang, geram dan bahkan marah dikait-kaitkannya nama SBY dalam pusaran korupsi yang menyeret mantan Ketua DPR Setya Novanto sebagai pesakitan itu.
Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan membantah keras adanya keterlibatan SBY yang juga Ketua Umum Demokrat dari korupsi proyek KTP elektronik. Alasannya, proyek KTP elektronik merupakan kebijakan yang diamanatkan oleh undang-undang. Tidak ada salahnya pula kebijakan dijalankan agar masyarakat Indonesia memiliki identitas tunggal untuk segala keperluan administrasi.
"Salahnya di mana kebijakan baik itu? Apalagi pelaksanaan e-KTP tersebut menjadi amanah undang-undang yang harus dijalankan pemerintah. Jangan maling teriak maling!" kata Hinca sebagaimana diberitakan Tribunnews.com.
[caption id="attachment_9109" align="alignright" width="465"] Mirwan Amir (Foto: Liputan6.com)[/caption]
Lebih jauh Hinca menjelaskan, kebijakan yang bersumber dari undang-undang atau aturan tidaklah bijak untuk dipersalahkan sepanjang tidak melanggar dan merugikan negara. Sebaliknya, jika Presiden tidak melaksanakan kewajiban undang-undang, berarti ia melanggar undang-undang dan bisa dimintai pertanggungjawabannya secara kelembagaan.
Kepala Divisi Advokasi dan Hukum serta Komunikator Politik DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean ikut menanggapi tudingan tersebut. Menurut dia, andaikan benar demikian Mirwan Amir pernah minta SBY menghentikan proyek KTP elektronik, Ferdinand mengingatkan, tidak mungkin Presiden menghentikan begitu saja proyek yang sudah berjalan.
[irp posts="1726" name="Di Cikeas, Pak Esbeye Menunjukkan Sikap, Harapan, dan Keprihatinan"]
Apalagi proyek pengadaan KTP elektronik ini merupakan kebijakan yang sudah diputuskan oleh pemerintah dan sudah disetujui oleh DPR, sehingga tidak mungkin Presiden menghentikan begitu saja proyek yang sudah berjalan. Terlebih proyek KTP-el ini adalah kebijakan demi penataan identitas kependudukan warga negara Indonesia dalam rangka perkuatan faktualisasi data pemilih dalam setiap pilkada maupun pemilu nasioanal.
"Dengan demikian akan menjadi masalah besar bila proyek tersebut dihentikan begitu saja," ujar Ferdinand.
Dalam sidang yang berlangsung Kamis lalu terungkap, mantan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Demokrat Mirwan Amir saat diperiksa sebagai saksi untuk Setya Novanto mengatakan, SBY tetap minta proyek KTP-el dilanjutkan. Bahkan persoalan tidak lengkapnya spesifikasi teknis telah disampaikannya dalam pertemuan di kediaman SBY.
"Itu saya sampaikan langsung kepada SBY di Cikeas. Tanggapannya saat itu, dia menyampaikan bahwa proyek ini harus diteruskan untuk menuju Pilkada," ungkap Mirwan sebagaimana diberitakan Harian Kompas, Jumat 26 Januari 2017 kemarin.
Mirwan mengungkap "informasi penting" ini saat menjawab pertanyaan penasihat hukum Setya, Firman Wijaya mengenai kaitan pengadaan KTP-el dengan partai politik pemenang pemilu 2009.
Sebagai penasihat hukum, Firman tak ingin hanya kliennya saja yang menjadi bulan-bulanan kesalahan, sedangkan pihak lain yang juga kemungkinan berperan besar tidak pernah disebut-sebut.
Kesaksian Firman Wijaya di sidang Pengadilan Tipikor tentu saja dipertanyakan Partai Demokrat. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Erna Ranik menduga pertanyaan Firman yang kemudian dijawab Mirwan bertujuan untuk mengaburkan peran terdakwa Setya Novanto dalam kasus ini.
Keterangan saksi Mirwan Amir yang mentakan bahwa ia pernah menyampaikan informasi soal KTP elektronik kepada SBY pun diputarbalikkan sehingga seolah-olah SBY otak KTP elektronik. Erna juga mengungkapkan, Mirwan kini bukan lagi sebagai kader Demokrat dan dari rangkaian persidangan sebelumnya tidak ada yang menunjukkan keterlibatan SBY dalam skandal korupsi KTP-el.
[irp posts="7590" name="Sekilas Perjalanan SBY dengan Partai Demokrat Besutannya"]
Sebenarnya, nama SBY atau setidak-tidaknya petinggi Partai Demokrat bakal terseret kasus ini mulai terungkap sejak jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Irene Putrie dalam sidang dakwaan Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 9 Maret 2017 lalu menyebut tiga partai besar menerima aliran dana dalam dakwaan KTP elektronik ini, yakni Partai Golkar, Partai Demokrat dan PDIP.
Bahkan, jaksa Irene pun membeberkan besarnya uang yang mengalir ke tiga partai itu. "Ke Partai Demokrat Rp 150 miliar, Partai Golkar Rp 150 miliar, PDI Perjuangan Rp 80 miliar dan partai lainnya Rp 80 milar," ujar Masih menurut Irene, uang tersebut diberikan oleh pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong yang juga tangan kanan Setya Novanto.
Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun dari total nilai proyek Rp 5,9 triliun. Keduanya merupakan mantan anak buah Gamawan Fauzi ketika menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews