Pastinya semua murid pernah mendengar kalimat seperti ini; "Gimana mau suka sama pelajarannya kalau sama gurunya aja udah gak suka" ya, nggak?
Kalimat di atas sebetulnya tak terlalu sesuai dengan artikel yang akan aku tulis. Karena ada dua kemungkinan tentang kalimat tersebut yang jadi permasalahan yaitu, pertama adalah seorang murid sudah dari awal suka dengan salah satu mata pelajaran namun tak suka dengan guru bidang tersebut dan yang kedua adalah si murid memang dari awal tak menyukai salah satu mata pelajaran yang kebetulan dia pun tak suka dengan guru bidangnya.
Untuk permasalahan nomor dua sepertinya tak terlalu buruk karena ada kemungkinan murid tersebut menyukai mata pelajaran yang lain dan merasa cocok dengan guru bidangnya, namun bagaimana dengan permasalahan nomor satu? Nah menurutku permasalah ini yang sangat disayangkan apabila semakin banyak kita temukan di sekolah.
Seperti biasa, sebelumnya aku akan sedikit menceritakan pengalamanku yang biasa-biasa saja ketika di sekolah sehubungan dengan pembahasan artikel ini. Nah ketika di sekolah, bagiku untuk mendapatkan nilai bagus di ulangan harian mata pelajaran matematika adalah hal yang sangat sulit, bukan berarti hanya aku saja yang mengalami hal tersebut, karena sepengamatanku ketika itu memang hampir satu kelas muridnya merasakan hal yang sama denganku.
Selepas ulangan harian tiba-tiba seorang temanku bilang begini; "Dulu waktu gw SD mah gw juara satu, dua, satu, dua terus tau di, gw juga suka sama pelajaran MTK."
[irp posts="4684" name="Guru Cabul, Pelaku Kekerasan Seksual dan Hari Guru Nasional"]
Mendengar ucapan tersebut dari temanku sebenarnya sih aku percaya tak percaya saat itu hehee, toh ketika melihat kondisinya saat itu memang tak meyakinkan apalagi dengan hasil ulangannya yang tak jauh beda denganku, misalnya aku mendapatkan nilai 2,5 maka temanku ini mendapatkan nilai 4.
Memang jujur adanya saat itu aku tak pernah mendapatkan nilai di atas 5 ketika ulangan harian, namun bukan berarti tak ada murid yang mendapatkan nilai bagus ya, ada kok yang dapat nilai 8 bahkan 10 namun jumlahnya tak banyak.
Oke, mari lupakan masalah nilaiku yang memalukan saat itu dan kembali ke pembahasan tentang minat belajar seorang murid yang patah di tengah jalan. Ketika seorang murid menyukai salah satu mata pelajaran bagiku adalah hal yang patut disyukuri, ya walau ketika menyukai mata pelajaran tersebut belum menjamin nilai murid tersebut menjadi bagus atau sempurna ya, tapi setidaknya sesuai rata-rata kemudian ada minat dan semangat yang muncul untuk mempelajarinya. Selain itu bukankah sebagian cita-cita seseorang berasal dari mata pelajaran yang disukai?
Senang belajar dan senang dengan pelajarannya adalah kedua hal yang berbeda, ketika seorang murid termasuk kedalam kategori senang belajar maka tak perlu dikhawatirkan dengan keadaan gurunya ketika mengajar toh tak peduli tepat atau kurang tepatnya metode mengajar yang dibawakan oleh si guru, si murid yang senang belajar ini akan mempelajari materi dengan berbagai cara karena memang pada dasarnya dia senang belajar.
Namun berbeda dengan seorang murid yang senang dengan salah satu mata pelajaran, dalam hal ini peran guru sangat berpengaruh termasuk cara mengajarnya, misalnya ketika duduk di kelas sebelumnya atau di bangku SMP dia suka dengan mata pelajaran kimia, nah ketika naik ke kelas selanjutnya dia diajar oleh guru kimia baru, pada saat itulah aku sering mendapati curhatan teman kalau guru yang sekarang ngajarnya beda, gak jelas dan gak asik.
Jadilah guru yang menyenangkan
Memang banyak faktor yang mempengaruhi menurunnya minat seorang murid terhadap mata pelajaran yang mereka sukai, tapi itu tak akan aku bahas di sini, aku hanya membahas cara mengajar seorang guru yang bisa mematahkan minat belajar seorang murid. Dan pendapatku terhadap cara mengajar seorang guru yang menurunkan minat belajarpun sepertinya sama dengan pendapat kebanyakan anak sekolah lainnya, yaitu membosankan dan terlalu serius ketika mengajar.
Aku punya pengalaman yang cukup sederhana ketika di sekolah, saat itu mata pelajaran fisika memang sama sekali tak aku sukai. Ketika naik ke kelas berikutnya dan guru bidang tersebut juga ikut berganti, awalnya memang biasa-biasa saja ketika guru tersebut memberikan materi malah cenderung menegangkan, namun saat memasuki pertemuan berikutnya aku merasa seperti mengikuti permainan guru ini dalam mengajar, setiap pertemuan mata pelajarannya aku tak hanya sekedar menyelesaikan PR yang beliau berikan namun aku juga turut memahami materi tersebut ya walau beberapa tugas atau PR tersebut aku contek dari teman atau kelas sebelah dan semua temanku juga merasakan hal yang sama.
Padahal, bila dilihat dari cara mengajarnya beliau tak tanggung-tanggung untuk mencubit atau sekedar menjewer murid yang nakal, apalagi ketika sedang menjelaskan materi kemudian ada murid yang asik mengobrol waaah bisa-bisa seluruh murid dalam kelas juga kena getahnya karena guruku ini juga cukup galak ketika marah. Tapi kenapa materi yang bliau jelaskan bisa dengan mudah kami pahami ?
Jawabannya menurutku adalah "Karena menjadi guru yang menyenangkan bukan berarti tak suka marah dan selalu memaafkan kesalahan murid".
Menjadi guru yang menyenangkan adalah ketika guru tersebut berhasil membangun komunikasi yang baik dengan semua muridnya dan bisa membuat suasana kelas menjadi seimbang. Guruku yang satu ini memang sangat berhasil menumbuhkan minat belajar murid-muridnya, pelajaran yang bliau sampaikan menjadi lebih asik karena ada canda disela-sela mengajarnya dan ada saatnya juga bliau merobek kertas ulangan kami jika kedapati mencontek.
Jadi cobalah untuk menjadi guru yang menyenangkan dulu, selanjutnya murid pun akan bisa dengan bijak dan senang hati menerima materi yang disampaikan. Mengajar memang tak mudah tapi bukankah dalam mengajar pun seorang guru dititipkan sebuah tanggung jawab yang mulia untuk berbagi ilmu pengetahuan kepada murid-murid toh memang setiap pergantiang tingkat kelas maka materi yang disampaikan semakin sulit dan rumit, namun mengajarlah dengan senang hati sehingga tak dijadikan sebuah alasan klasik seorang murid yang minat belajarnya turun karena cara mengajar gurunya.
Tulisan ini pun bukan sekedar opini dan kalimat asal saja, ya walau hanya berdasarkan pengalaman pribadi tapi aku yakin pengalaman semua orang ketika di sekolah tak jauh berbeda. Oh ya aku minta maaf bila ada salah kata dalam tulisan ini, pengalaman dalam tulisan ini juga sengaja tak aku perjelas tentang tanggal tahun atau aku duduk di kelas berapa saat mengalami pristiwa itu, dengan maksud tanpa niat menyinggung pihak tertentu. Salam.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews