Tampaknya orang yang menyebut dirinya ulama di negeri ini boleh berbuat apa saja.
Rizieq di mimbar agama melecehkan Pancasila. Kadang melecehkan keyakinan agama lain. Lantas yang tersinggung dengan ulah itu mengadukannya ke polisi. Polisi memproses kasusnya.
Dia juga disangkakan melakukan chat mesum. Hasil chatnya tersebar ke seantero jagad. Bahkan dengan foto perempuan bugil segala. Polisi mau memeriksa kebenarannya karena itu melanggar UU ITE. Tapi orangnya kabur ke luar negeri.
Di Indonesia pembelanya berteriak, "Jangan kriminalisasi ulama!"
Ada lagi Alfian Tanjung. Dia juga sering tampil di mimbar agama. Dalam pembicaraannya di depan publik dia menuduh Istana disusupi PKI. Menuding seorang pejabat sebagai antek PKI. Pejabat itu marah. Lalu mengadukannya ke polisi. Wajar.
Penceramah itu dimintakan pertangungjawabannya. Karena menghina orang, bahkan cenderung memfitnah, dia dijadikan tersangka.
Lalu pembelanya berteriak, "Jangan kriminalisasi ulama!"
Ada lagi Zulfikar Muhamad Ali. Ceramahnya penuh provokasi. Dia bilang Indonesia bakal kedatangan 200 juta warga China. Tujuannya menyembelih orang Indonesia. Gila, orang itu dengan gampang ngomong, 200 juta orang dari RRC masuk ke Indonesia buat membantai rakyat kita.
Ini benar-benar luar biasa bohong!
Jika sebuah pesawat bisa mengangkut 500 orang, maka dibutuhkan sekitar 400.000 pesawat untuk mengangkut 200 juta orang warga RRC itu. Asumsikan perjalanan China-Indonesia rata-rata 5 jam, maka dibutuhkan 2 juta jam atau 83 ribu hari. Atau sama dengan 280 tahun!
Ini jika yang mendengar mau berfikir sedikit saja sudah gampang dilacak betapa kebohongan disemburkan oleh orang itu atas nama ceramah agama.
Provokasi yang jauh dari akal sehat ini disebarkan dengan bungkusan agama. Akibat omongannya yang menghasut Zulfikar ditetapkan tersangka oleh polisi.
Lalu ada orang yang berteriak, "Jangan kriminalisasi ulama!"
Betapa begahnya otak kita mendengar itu semua. Padahal chat mesum, fitnah, menghasut adalah termasuk perbuatan kriminal. Itu melanggar KUHP.
Apakah seseorang ketika mengklaim dirinya ulama lalu bisa berbuat semaunya tanpa harus ada konsekuensi hukum?
Ulama boleh mesum secara brutal. Ulama boleh memfitnah orang lain. Ulama boleh menghasut rakyat dengan kebohongan. Ulama boleh memaki-maki siapa saja dari atas mimbar agama.
Jika dia melanggar hukum, maka ada kelompok orang yang membelanya dengan slogan: "Jangan kriminalisasi ulama!"
"Mereka mikirnya terbalik ya, Mas?" ujar Bambang Kusnadi.
"Terbalik gimana, Mbang?"
"Harusnya mereka berteriak: 'Jangan mengulamakan para kriminal...!"
Bakul bubur ini pinter juga, bathinku.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews