Mencabik Kebaikan, Paradoks Sebuah Kota Bernama Jakarta

Kamis, 18 Januari 2018 | 20:23 WIB
0
438
Mencabik Kebaikan, Paradoks Sebuah Kota Bernama Jakarta

100 hari kita sudah dapat tontonan sirkus murahan di Jakarta, apa karena pawangnya tidak pintar atau karena binatangnya buta tuli sehingga disuruh lompat malah tiduran, diminta lari malah menyalak. Aturan persirkusan ditabrak semua, akhirnya kita bukan nonton sirkus terlatih tapi kebun binatang yang isinya binatang malas, buta tuli dan kelaparan, pawangnyapun jadi ikut bisu kelu, setengah malu.

Contoh di atas adalah kondisi keseharian di Pemprov DKI yang makin lucu, memuakkan dan menjijikkan karena sudah jauh dari norma yang ada, walau belum ada Pemda di Indonesia yang 100% bisa kerja tapi Jakarta luar biasa celakanya.

Gubernur yang menang dengan cara menebar SARA, penuh tekanan dan membangun kebencian, setelah memerintah kelihatan seperti hilang arah, tatanan sosial yang dibangun atas dasar kebaikan diporakporandakan, otak kita jadi menciut menyaksikan kelakuan murahan.

Jalan dijadikan pasar, jalan protokol dimasuki motor, Monas dijadikan lapangan kotor, becak mau dihidupkan. Zaman Ali Sadikin 40.000 becak dirumponkan sekarang becak mau dihidupkan, cuma orang gila yang kurang kerjaan yang akan melakukan ide murahan dan memuakkan.

Sejak statement-nya tentang pribumi kita tau dia mau mengambil hati masyarakat kelas ekonomi jerami, tapi caranya menjadi cara kelas bawah yang tidak bernilai sama sekali. Bagaimana nalar kita mau menerimanya hal-hal baik yang sudah tertata dirusak dengan sengaja.

[irp posts="8523" name="Riset Terbaru Desember Akhir 2017, Anies Siap Tarung di Pilpres"]Kita tau dia berseberangan dengan pemerintah yang ada, tapi caranya bekerja telah merusak ibu kota, kesannya kota kebanggaan bangsa ini mau dibuat kubangan sapi, pribumi dari mana dia kalau membedakan keindahan dan kebaikan dengan kekumuhan saja tak bisa, apa hal itu bukan disengaja.

Kalau perusakan yang dia lakukan dibiarkan sama saja kita membiarkan icon Indonesia diacak-acak.

Koloni yang memenangkannya harusnya tobat nasuha untuk tidak membiarkan orang yang pernah diusungnya mempasung kebaikan dan membebaskan kerusakan merajalela, kalian jangan merasa yang punya Jakarta, kami juga punya hak yang sama karena KTP kita Indonesia.

Lawan kemungkaran demi Indonesia bukan membela demi kelompok yang jumawa!

***