Presiden Joko Widodo hari ini, Rabu 17 Januari 2018 melakukan perombakan menteri kabinet kerja. Reshuffle ini sudah kali ketiga dilakukan sejak pelantikan kabinet kerja pertama kalinya pada 27 Oktober 2014, tahun pertama kepemimpinan Presiden Jokowi.
Jika flash back, nampaknya hanya tahun 2017 saja Jokowi absen tidak merombak nama menteri kabinet kerjanya. Belum sampai setahun bekerja, susunan kabinet awal dirombak pada 12 Agustus 2015, dilanjutkan dengan reshuffle jilid II pada 27 Juli 2016. Dan, reshuffle kabinet jilid III dilakukan pada awal 2018 ini.
Ada yang menarik sekaligus menimbulkan tanda tanya. Khofifah Indar Parawansa yang sebelumnya menjabat sebagai menteri sosial diganti oleh Idrus Marham yang sekarang masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Pelantikan Idrus didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Nomor 10p Tahun 2018 tentang Pengangkatan sebagai Menteri Sosial.
Selain Idrus Marham, Presiden Jokowi juga melantik Jenderal TNI (Purn) Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden menggantikan Teten Masduki. Pelantikan Moeldoko didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Nomor 11p Tahun 2018 tentang Pengangkatan Kepala Kantor Staf Presiden.
[irp posts="7475" name="Rangkap Jabatan Airlangga, Jokowi Takkan Memecatnya dari Kabinet"]
Jokowi juga melantik Agum Gumelar sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Posisi ini sebelumnya dijabat oleh Hasyim Muzadi yang tutup usia beberapa waktu lalu. Pelantikan Agum Gumelar didasarkan pada Surat Keputusan Presiden Nomor 12p Tahun 2018 tentang Pengangkatan Anggota Wantimpres.
Pejabat negara lain yang dilantik Presiden adalah Kepala Staf TNI Angkatan Udara. Presiden Jokowi melantik Marsekal Madya TNI Yuyu Sutisna menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Udara.
Lalu, yang sedikit menimbulkan pertanyaan adalah menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar tidak dikenakan reshuffle. Padahal di awal kepemimpinannya Jokowi menyebut tidak akan mengijinkan menterinya rangkap jabatan. Lah ada apa ini? Kok bisa pilih kasih gini?
Bukannya dulu katanya diawal menteri yang merupakan kader partai ga boleh rangkap jabatan? Trus sekarang kok ga diganti menteri yang jadi ketua partai malah. Alasannya sih karena jabatan si Airlangga tinggal satu tahun lagi.
"Kita tahu ya jadi ini Pak Airlangga ini kan sudah jadi menteri, tinggal satu tahun saja," kata Jokowi seusai pelantikan menteri baru di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Januari 2018, dikutip dari Detik.com. Alibinya lagi kalo Menperin diganti ntar susah, menteri baru mesti belajar lagi. Takutnya ga produktif disisa satu tahun masa jabatan ini.
[irp posts="5091" name="Peraturan Jokowi soal Menteri Rangkap Jabatan, Bagaimana dengan Puan?"]
Terus kalo menetapkan Idrus Marham, sang Sekjen Golkar itu jadi menteri Sosial gantiin Khofifah alasannya apa? Kan dia udah dari awal jabat sebagai sekjen, kok dipilih jadi 'pembatu' Presiden ngurusin negara. Mungkin karena beliau berpengalaman jadi masa jabatan satu tahun tersisa akan lebih mudah ditangani oleh orang yang sudah berpengalaman di kepengurusan partai kali ya. Mungkin saja.
"Pertimbangannya (melantik Idrus jadi Mensos), ya karena cocok saja, cocok di situ (mensos) Pak Idrus," ujar Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan seperti dikutip dari Gatra.com.
Menurut Jokowi, saat ini banyak tugas yang bakal menanti Idrus, yakni mengurus pembagian beras, rastra, Program Keluarga Harapan (PKH) dan urusan-urusan sosial lainnya. "Sangat banyak (tugas Mensos), sehingga harus cepat-cepat diganti," kata Jokowi. Tugas banyak tapi kok menteri yang dipilih malah pengurus partai. Gimana toh?
Kok ada perlakuan berbeda dari Presiden terhadap partai berlambang pohon beringin ini? Apa karena dapat dukungan dari Golkar pada pilpres tahun depan? Hihihi...
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews