Bedah Editorial Media Indonesia tempo hari ini menuduh KPK (Komite Pencegahan Korupsi) DKI menjadi alat balas dendam Anies-Sandi buat mengorek-ngorek dugaan perilaku korup gubernur sebelumnya. Walaupun narasinya pakai tanda tanya, tetap saja tidak menghilangkan aroma tuduhan.
Tidak puas hanya menuduh KPK DKI, tapi juga membuka lembaran lama Bambang Widjojanto yang pernah dijadikan tersangka kasus pidana semasa Pak Bambang jadi komisioner KPK.
Agak aneh MI mempertanyakan integritas Pak Bambang hanya karena kasus kadaluarsa itu. Padahal dulu masyarakat menyebutnya kasus itu sebagai kriminilasasi KPK yang akhirnya berujung deponeering. Kenapa sekarang Metro TV mengungkit-ungkit lagi, walaupun mengacu pada surat OC Kaligis yang ditujukan pada Pak Anies soal integritas Pak Bambang.
Dari sini saja sudah nampak MI bukan sedang mengkritisi keberadaan KPK DKI, tapi emang lagi nyari gara-gara.
MI mempertanyakan, kenapa bukan memberdayakan inspektorat yang oleh MI diakui selama ini mandul? Ini pertanyaan aneh. Kalau mau mengasah inspektorat sampai kinclong, ini harapan yang sangat kadaluarsa. Kenapa nggak dari dulu saja menyuarakan hal ini kepada seluruh lembaga pemerintah?
Kalau inspektorat bisa diasah menjadi batu Bacan Doko yang mampu bermetamorfosa secara natural, semakin lama menjadi semakin indah, KPK nggak diperlukan lagi. Nenek-nenek juga tahu lah yang namanya inspektorat nggak bakalan bisa diasah, karena inspektorat kan birokrat yang melekat pada kekuasaan. Lha, polisi dan jaksa saja nggak dipercaya makanya lahirlah KPK.
Pertanyaan MI selanjutnya, bagaimana kalau Anies-Sandi yang menjadi majikan KPK DKI diindikasikan korupsi? KPK DKI bisa berbuat apa?
Ini pertanyaan aneh oleh media sebesar MI. Kan ada KPK beneran. Dianggapnya kalau Anies-Sandi korupsi, KPK yang asli nggak bisa masuk hanya karena ada KPK DKI. Namanya saja sudah beda. KPK DKI, Komite Pencegahan Korupsi. KPK beneran, Komisi Pemberantasan Korupsi. Wewenangnya berbeda, wilayah kerjanya berbeda.
Komite/ko·mi·te/ /komité/ n sejumlah orang yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas tertentu (terutama dalam hubungan dengan pemerintahan); panitia:
Komisi/ko·mi·si/ n sekelompok orang yang ditunjuk (diberi wewenang) oleh pemerintah, rapat, dan sebagainya untuk menjalankan fungsi (tugas) tertentu
Jadi bolehlah disebut KPK DKI adalah inspektorat swasta.
MI juga menuduh, pembentukan KPK DKI hanya bagi-bagi kekuasaan. MI lupa, guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Tapi untuk yang ini beda, guru kencing berlari, murid kencing berdiri.
Gurunya Pak Anies memangnya nggak bagi-bagi kue kekuasaan buat relawannya? Sama saja, kan? Bedanya, kalau gurunya dulu bilang, nggak bakal ada bagi-bagi kue kekuasaan, tapi malah kue itu dibagi-bagi sampai bagian terkecil. Kalau Anies memang sejak kampanye sudah berjanji, Pak Bambang nantinya akan dijadikan pembantu gubernur untuk urusan pencegahan korupsi.
Coba deh kasih kesempatan KPK DKI bekerja. Kalau satu dua tahun ini ternyata nggak effektif, baru deh kita sama-sama minta tim ini dibubarkan saja. Tapi kayanya ini cuma persoalan menolak mupon. Atau barangkali ketakutan kalau mantan pejabat yang MI puja-puji akan dibuka boroknya oleh KPK DKI.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews