Pagi yang nahas itu, dua orang yang menggunakan sepeda motor meringsek masuk ke salah satu kompleks perumahan yang ditinggali penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan dan menyerang Kepala Satuan Tugas KPK tersebut dengan air keras.
Peristiwa tersebut terjadi setelah Novel selesai melaksanakan shalat berjamaah di Masjid Al Ikhsan dekat rumahnya, Jalan Deposito RT 03/10, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa 11 April 2017 pagi.
Atas insiden tersebut, Novel langsung dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Kelapa Gading, Jakarta Utara dan dirujuk ke Jakarta Eye Center pada sore harinya untuk mendapatkan perawatan intensif. Namun, luka parah pada kedua mata Novel mengakibatkan dia harus dirujuk ke Singapure pada 12 April 2017. Saat itu, Novel diketahui tengah menangani kasus besar terkait dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik.
[irp posts="4394" name="Presiden Apresiasi Keberhasilan TNI-Polri Bebaskan Sandera Papua"]
Tercatat, sudah sembilan bulan penyerangan terhadap Novel itu terjadi. Namun, belum juga pihak kepolisian menemukan siapa pelaku sebenarnya. Lambatnya proses penyelidikan tersebut tentu membuat banyak pihak bertanya-tanya akan keseriusan penegakan hukum terhadap kasus Novel, seperti yang diungkap pengacara Novel, Muhammad Isnur.
"Sembilan bulan ini menandakan pernyatan Novel terbukti bahwa tidak yakin polisi akan mengungkap. Tidak yakin polisi akan menangkap pelaku dan dibawa ke pengadilan, karena ini seperti jeruk makan jeruk," kata Muhammad Isnur seperti dikutip Kompas.com dalam konferensi pers di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta, Jumat 12 Januari 2018.
Isnur mengatakan, kliennya juga merasakan bahwa kasus tersebut akan susah diungkap oleh kepolisian. Sebab, dalam banyak investigasi yang diambil Novel dari beberap media massa, menunjukkan adanya hubungan kuat antara pelaku penyerangan dengan oknum penegak hukum itu sendiri.
Bahkan, kata Isnur, sejak dari awal kliennya sudah pernah menyebutkan adanya keterlibatan oknum jenderal dalam kasus itu. "Kalau melihat sejarah bagaimana Novel dikejar-kejar untuk dikriminalisasi, wajar kalau Novel sendiri tidak percaya kasusnya akan diungkap," kata Isnur.
Atas insiden tersebut, Novel langsung dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Kelapa Gading, Jakarta Utara dan dirujuk ke Jakarta Eye Center pada sore harinya untuk mendapatkan perawatan intensif.
Sementara, sejumlah aktivis yang menamakan dirinya Masyarakat Sipil Antikorupsi siap membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk membantu Presiden Joko Widodo dalam mengusut kasus penyerangan Novel.
"Jika memang Jokowi tidak mampu memilih orang yang tepat di dalam TGPF, kami masyarakat sipil siap membantu," ujar Kepala Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Ester dalam konferensi pers di Kantor ICW, Jakarta, Jumat 12 januari 2018.
Dia mengatakan, utnuk menjaga independensi, TGPF sebaiknya diisi oleh orang-orang yang independen dan berkompentisi. Misalnya, dia mencotohkan, orang tersebut haruslah memilki rekam jejak yang cukup baik, selain memahami kondisi KPK dan peduli pada pemberantasan korupsi.
Dia menambahkan, pembentukan TGPF ini sudah sangat mendesak karena hingga sembilan bulan lamanya kasus Novel belum juga terjawab. Ditambah pula dengan adanya keraguan masyarakat sipil terhadap keseriusan polisi dalam menangani kasus tersebut. Padahal, kasus itu adalah pidana umum yang menurutnya mudah dipecahkan oleh polisi.
"Kami sepakat bahwa kejadian ini tidak bisa ditoleransi. Memakan waktu 9 bulan sungguh tak bisa dipahami dan menimbulkan kecurigaan. Kasus ini malah berpotensi terjadi konflik kepentingan," kata Lola.
***
Editor: Pepih Nugraha
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews