Uji Nyali Satgas Polri dan KPK Selidiki Kasus La Nyalla Mattalitti

Jumat, 12 Januari 2018 | 19:58 WIB
0
555
Uji Nyali Satgas Polri dan KPK Selidiki Kasus La Nyalla Mattalitti

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sepertinya mendapatkan pertanda baik. Setelah kabarnya akan membentuk satuan kerja (Satgas) bersama Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mencegah adanya praktik politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 beberapa waktu lalu, kini beredar berita permintaan mahar dari Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto kepada salah satu calon gubernur Jawa Timur, La Nyalla Mattalitti sebesar Rp40 miliar.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Presidium Ind Police Watch, Neta S Pane mengatakan, Satgas Anti Politik Uang Polri harus segera bertindak untuk mengusut permintaan uang kepada La Nyalla oleh Prabowo. Tujuannya, agar politik uang yang sering terjadi itu dapat terbongkar.

“Dengan terbongkarnya kasus politik uang itu bisa diketahui, siapa saja yang terlibat, siapa saja yang menjadi korban, dan partai mana saja yang doyan politik uang di Pilkada 2018. Kasus La Nyalla harus menjadi pintu masuk bagi Satgas Polri untuk menciptakan Pilkada yang bersih dan berkualitas,” kata dia dalam keterangan yang diterima PepNews.com, Jumat, 12 Januari 2018.

Dia mengatakan, kasus tersebut tidak saja menimpa La Nyalla. Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi juga pernah dimintai Rp10 miliar oleh oknum Partai Golkar, agar bisa mendapatkan rekomendasi untuk maju ke Pilkada Jabar.

“Meskipun isu uang mahar bagi partai politik telah menjadi rahasia umum di masyarakat. Namun, praktik tersebut sulit untuk dibuktikan. Padahal ia menjadi salah satu penyebab berkembangnya politik biaya tinggi dan maraknya korupsi yang melibatkan kepala daerah,” kata  dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tersebut.

[irp posts="8060" name="Mahar Politik Partai Gerindra Berkedok Dana Saksi"]

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dalam suatu kesempatan beberapa waktu dalam sebuah kegiatan di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Jumat 29 Desember 2017 mengatakan bahwa, terjadinya money politics partai bukan lagi hal tabu untuk diketahui oleh khalayak.

Bahkan, Tito menyampaikan tak bisa dipungkiri bahwa ada politik uang dalam pesta demokrasi di Indonesia, termasuk dalam Pilkada 2018 ini. Konstestasi politik itu dinilai menjadi ajang bagi-bagi uang oleh pasangan calon kepala daerah agar masyarakat memilih mereka.

Untuk mencegah sikap tidak terpuji ini Polri bersama Komisi Pemberantasan Korupsi berencana membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menangani money politics yang terjadi.

“Saya sudah koordinasi dengan Ketua KPK Minggu lalu bahwa kita juga akan mengawasi money politics karena ini berdampak negatif pada proses demokrasi kita,” ujar Tito sebagaimana diberitakan Kompas.com di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Jumat 29 Desember 2017.

Tito menilai, proses demokrasi memang membutuhkan dana yang besar. Ia memperkirakan untuk kampanye saja, seorang calon bupati misalnya, harus menyiapkan setidaknya Rp30-40 miliar, atau untuk calan Gubenur Rp100 miliar.

“Begitu sudah terpilih jadi kepala daerah, gaji seorang bupati paling top dengan segala tunjangan Rp300 juta. Dikali 12 bulan, Rp3,6 miliar. Dalam lima tahun yang keluar berapa? Apa mau tekor?” kata Tito.

Tito menambahkan, ketika kampanye selesai, maka modal tersebut harus kembali dan yang sering terjadi adalah dilakukan dengan cara-cara kotor dengan mengambil komisi dari proyek misalnya, atau perijinan, dan lain sebagainya yang mengakibatkan kepala daerah terpakasa untuk melakukan korupsi. “Itu terjadi, orang tidak melihat program kampanye tapi dilihat yang datang ada duit enggak,” kata Tito.

Mahar wajar

Sementara, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono dalam sejumlah media mengatakan, adalah sebuah kewajaran jika La Nyalla dimintai uang Rp40 miliar oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo. Sebab, uang tersebut memang dibutuhkan untuk keperluan guna membayar saksi di Tempat Pemungutan Suara.

"Mengenai uang Rp 40 miliar kata Mas La Nyalla yang katanya diminta oleh Partai Gerindra dan untuk bayar saksi di TPS saat pencoblosan. Kalaupun itu benar, adalah sangat wajar," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Januari 2018.

[caption id="attachment_8092" align="alignleft" width="336"] Arief Poyuono[/caption]

Dia mengatakan, kemenangan seorang calon kepala daerah dalam Pilgub ada pada kekuatan para saksi di TPS-TPS. Di Jawa Timur, misalnya, dia mencontohkan bahwa di daerah tersebut memiliki 38 kabupaten/kota dengan 68.511 TPS. Setiap TPS, lanjut dia, sedikitnya dibutuhkan 3 saksi dengan perhitungan persaksi mendapatkan Rp 200.000. Maka yang dibutuhkan adalah Rp40 miliar.

"Belum lagi saksi-saksi di tingkat PPS, PPK, dan KPUD. Belum lagi untuk dana pelatihan saksi sebelum pencoblosan yaitu sebesar 100 ribu per orang per hari. Dan butuh 3 hari," kata Arief.

Jika dihitung, kata dia, dana yang dibutuhkan masih kurang sebesar 20,5 miliar. Kekurangan inilah yang nantinya akan ditanggung oleh kader Partai. "Seperti pada Pilgub DKI Jakarta seluruh kader Gerindra di Indonesia urunan untuk bantu Anies-Sandi," ujar dia.

Terkait permintaan uang dari Prabowo, Arif menegaskan bahwa tidak ada permintaa uang Rp 40 miliar tersebut dalam surat mandat dari Gerindra kepada La Nyalla. Namun, dalam surat tersebut bakal calon gubernur, dalam hal ini La Nyalla hanya ditugaskan untuk mencari partai koalisi yang bersedia mengusungnya di Pilgub Jatim. Akan tetapi, hingga batas akhir La Nyalla tidak berhasil mendapatkan koalisi.

"Sampai surat tugas itu berakhir Mas La Nyalla tidak berhasil mendapatkan partai koalisi dalam hal ini partai besutan Pak Amien Rais (PAN). Padahal setahu saya Pak Amien Rais itu mengusulkan La Nyalla juga. Namun Ketum PAN menolak mengusung Pak La Nyalla dengan alasan DPW PAN Jawa Timur menolak mengusung La Nyalla," kata dia.

Pun begitu, apakah Satgas Polri akan turun gunung dan berani mempertanyakan kebenaran? Ini adalah langkah awal Polri untuk kembali dicintai rakyat. Satgas Polri harus independent dan mampu membongkar praktik money politik dan menangkap pihak-pihak yang tersangkut di dalamnya. Pak Kapolri, sudah siapkah amunisi perangnya?

Kita tunggu saja!

***