Memanasnya tensi politik jelang Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 termasuk di dalamnya pemilhan gubernur di 17 provinsi dengan diikuti oleh 171 daerah mulai menggeliat dan membara. Meskipun di Jawa Timur PAN, PKS dan Gerindra pecah kongsi, namun di Pilgub Sumatera Utara ketiga partai tersebut dibantu Demokrat dan Nasdem telah mendeklarasikan dukungannya kepada Letjen Edy Rahmayadi melawan PDIP.
Dalam deklarasinya, tiga pimpinan partai yakni Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Presiden PKS Sohibul Iman dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto terjun langsung ke Sumut. Sementara, utusan PAN, Eddy Soeparno dan dari Nasdem pengurus dari Sumut, Ali Umri.
"Saya merasa perlu datang ke sini menyatakan dukungan saya sepenuhnya mendukung Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah. Saya benar-benar kenal beliau (Edy) sewaktu masih muda. Beliau menunjukkan prestasi, semangat, dedikasi dan keberanian di lapangan," kata Prabowo seperti dikutup Detik.com di lokasi, Minggu 7 Januari 2018 lalu.
Prabowo mengatakan, sudah saatnya Sumut memiliki seorang pemimpin yang benar-benar mencintai rakyat. Olehnya, Prabowo meminta kepada jajarannya undung mendukung Edy bersama sejumlah partai lainnya yang tergabung dalam koalisi.
[irp posts="6530" name="Pangkostrad Edy, Tirulah AHY Yang Memberi Contoh Politik Beretika!"]
Airlangga juga menyampaikan bahwa, dirinya siap mendukung Edy-Ijeck. Jika nanti terpilih, kata dia, Airlangga menginginkan agar masyarakat bisa mendapatkan sembako dengan harga murah dan terbukanya lapangan pekerjaan. "Apakah saudara menginginkan sembako murah? Apakah saudara memerlukan lapangan pekerjaan? Apakah saudara perlu rumah murah?" kata Airlangga dihadapan relawan.
Sebagai provinsi yang memilki suara 9.902.948 suara pada Pilpres 2014 lalu, Sumut digadang-gadangkan sebagai daerah dengan lumbung suara terbanyak keempat di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Apalagi dalam catatan Pemilu 2014, PDIP hanya mendapatkan 920 ribu suara disalip Golkar 948 ribu. Artinya, bergabungnya PAN, PKS, Gerindra, Golkar dan Nasdem dalam satu koalisi dapat menggerus suara PDIP.
Diketahui, saat ini Golkar memiliki 17 kursi di DPRD Sumut. Disusul Demokrat dengan 14 kursi, Gerindra 13 kursi, PKS 9 kursi, PAN 6 kursi dan Nasdem 5 kursi. Artinya, posisi Edy Rahmayadi menjadi strategis sebab telah memiliki 55 kursi di legislatif .
Sementara, PDIP hanya memiliki 16 kursi. Pun demikian, PDIP juga punya kesempatan besar berkoalisi dengan partai lain seperti dengan Demokrat, Hanura, PKB, PPP, dan PKPI yang hingga saat ini belum memberikan dukungan pada Pilkada Sumut.
Menanggapi hal tersebut, seperti dikutip Tirto.id, pengamat Politik dari SMRC Sirojudin Abbas mengatakan partai politik memang menjadikan pesta demokrasi sebagai kesempatan untuk membanun basis politiknya. Hal tersebut tak terkecuali terjadi terhadap Gerindra, PKS, yang saat ini berdiri sebagai partai oposisi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Kerja sama keduanya saat ini pada akhirnya dapat berujung pada koalisi Pilpres 2019," kata Sirojudin.
Dia juga mengatakan, koalisi yang telah terbangun antara PKS dan Gerindra, misalnya, bisa pula berlanjut pada tahapan pemilu 2019. Sebab, Komisi Pemilihan Umum telah mengeluarkan keputusan terkait pencalonan dan penentapan capres dan cawapres pada Agustus 2019, dua bulan setelah berakhirnya pemungutan suara pada Pilkada 2018.
"Apa lagi proses pencalonan presiden/wapres akan dimulai di Agustus 2018. Jadi kerja sama pemenangan di Pilkada 2018, akan sekaligus menjadi pemanasan mesin politik bagi pilpres dan pileg serentak 2019," pungkas Sirojudin.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews