Kedaulatan Bangsa

Jumat, 5 Januari 2018 | 10:17 WIB
0
669
Kedaulatan Bangsa

Ketika kaum kafir Quraish menangkap seorang sahabat nabi yang baru menyatakan keislamannya, petinggi Quraish tersebut memerintahkan Bilal, budaknya, untuk mencambuk anak muda tersebut. Akan tetapi Bilal hanya diam walau cemeti sudah di tangannya. Bahkan Bilal tiba-tiba melemparkan cemeti tersebut dan tidak bersedia mengeksekusi perintah majikannya.

Cerita berikutnya kita sudah tahu, Bilal bersyahadat dan akhirnya disiksa oleh majikannya di tengah padang pasir dengan cambuk dan himpitan batu. Namun, Bilal tetap melafazkan kalimat tauhid "Ahad, Ahad ...

Apa pelajaran yang bisa diambil dari sejarah orang mulia ini?

Pelajaran pertama yang bisa diambil dari cerita di atas adalah walau Bilal seorang budak yang hitam, hatinya cepat tersentuh oleh ajaran kebenaran. Inilah ciri-ciri orang yang hanif. Mudah menerima kebenaran walau ia baru mendengar satu dua ayat Allah. Berbeda dengan orang yang jahiliyah dan ngeyel. Walau sudah dijelaskan ayat- ayat Allah berkali-kali, mereka tetap mendustakannya, menolaknya. Meskipun mereka bangsawan dan terpelajar, kebenaran susah mereka terima.

[irp posts="6997" name="Merajut Kembali Persatuan dan Kesatuan Bangsa di Penghujung 2017"]

Kedua, pelajaran dari kisah Bilal adalah kisah keteladan kedaulatan dalam bersikap. Walau Bilal seorang budak, namun mentalnya tidak budak. Bilal memiliki karakter dan kedaulatan atas dirinya yang dengan berani ia tunjukkan walau terhadap majikannya sendiri. Hari ini kita banyak lihat orang menggadaikan dirinya kepada seseorang atau kelompok hanya karena dapat 1 atau 2 rupiah saja.

Mengapa orang dengan mudah menggadaikan kedaulatan dirinya kepada seseorang atau sekelompok orang? Jawabannya ada beberapa alasan. Bisa karena susah melihat kebenaran. Hatinya sudah penuh dengan penyakit. Bisa juga karena hidupnya penuh dengan kepentingan dunia, harta, status sosial dan lainnya sebagainya. Orang-orang yang sudah masuk perangkap dunia materialisme.

Mereka lupa, kehidupan dunia hanya bagai singgah di tempat tertentu untuk transit. Sungguh kehidupan di hari akhir lebih baik dari kehidupan di dunia.

Dalam skala yang lebih luas juga terjadi, mengapa sebuah bangsa kehilangan kedaulatannya? Penyebabnya karena pemimpin dan rakyatnya tak berilmu sehingga berpikirnya jangka pendek.

Pemimpin bekerja tanpa visi. Rakyatnya juga tidak kritis. Orang pintar merasa cukup kalau sudah disediakan panggung dan dapat uang banyak. Orang yang tidak terdidik menjadi pengikut buta. Mereka tidak sadar kekayaan negaranya telah dijual dengan harga murah. Mereka tidak sadar kalau penjajah belum pergi. Penjajah sekarang lebih pintar dan halus.

Bangsa Indonesia sudah menyatakan di dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Apakah kita sudah betul- betul merdeka dan berdaulat terhadap pikiran kita sendiri atau menjadi budak negara adikuasa? Apakah kita, bangsa Indonesia sudah berdaulat terhadap kekayaan sumber daya alamnya sendiri atau sebenarnya kita masih dijajah seperti dulu kala?

Marilah merenung dan meminta ampun kepada Allah di hari Jum'at yang mulia ini. Dunia global adalah dunia pertaruhan kedaulatan sebuah bangsa, apakah sebuah bangsa itu pemain dalam game peradaban global tersebut atau menjadi bangsa tanpa daya.

Wallahu a'lam.

From " the house of justice"