Ustad Abdul Somad di TV One

Selasa, 2 Januari 2018 | 17:32 WIB
0
927
Ustad Abdul Somad di TV One

Menurut saya, Ustad Abdul Somad, tak perlu lagi tampil siaran dakwah di televisi kecuali televisi menyiarkan ceramah dia di masjid atau di masyarakat. Dalam acara "Indonesia bertasbih" di TVOne kemarin, dia tampak tampil tidak alami, tidak asli seasli Abdul Somad dalam ceramah-ceramah alaminya di masjid-masjid yang banyak di upload ke Youtube.

Misalnya, dia tampak memaksakan sering menyebut kata "kebhinekaan," seolah-olah kalau tidak menyebut-nyebut kata itu ceramahnya kurang afdhal. Kebhinekaan atau keragaman atau pluralitas adalah include bagian dari ajaran Islam.

"Kebhinekaan" adalah bahasa politik. Dalam bahasa Al-Quran kata itu jelas dalam ayat: "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (Al-Hujurat: 13).

[irp posts="6936" name="Ustad Abdul Somad Tutup Tahun 2017 dengan Tampil di Televisi"]

Ketika kalimat, "waja'alnakum syu'uban wa qaba'ila lita'rafuu" menjadi "kebhinekaan" dan kata itu sering diucapkan dalam ceramahnya tampak sekali "pesanannya," jadilah dia bukan Abdul Somad yang asli. Menurut saya, itu menurunkan marwah dia sebagai ulama yang selama ini dikenal luas ilmu, tegas dan apa adanya.

Ulama tak pantas disetir dan dipantas-pantaskan isi ceramahnya dengan pesan sponsor. Ulama itu menjelaskan ajaran Islam apa adanya walaupun terdengar pahit sekalipun.

Ketika membahas "waja'alnakum syu'uban wa qaba'ila lita'rafuu" atau ajaran Islam tentang keragaman, maka pluralitas dan kebhinekaan pasti terbahas di dalamnya tapi tak perlu dengan dipatut-patutkan menjadi kata "kebhinekaan" yang politis itu.

Nama Abdul Somad selama ini tumbuh, membesar dan menjadi besar dari video-video ceramah alami di Youtube yang memuaskan dahaga jutaan orang.

Biarlah alat, teknologi dan media massa yang mengejar-ngejar ulama untuk menyebarkan ajaran Islam dan pesan-pesan dakwahnya, bukan ulama yang mengejar-ngejar alat, teknologi dan media massa untuk popularitas dirinya atau menyenangkan para juragan dan penggede.

Wallahu a'lam.

***