Sebagai seorang Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menganggap perjalanannya ke "Tembok Ratapan," sebagai perjalanan bersejarah. Setelah itu, ia mendeklarasikan Jerusalem sebagai ibukota Israel. Dalam kenyataannya, Donald Trump telah membuat sejarah kelam bagi penduduk Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Usaha perdamaian antara Palestina-Israel, atau lebih mendekatkan ke arah kemerdekaan bangsa Palestina untuk merdeka dan berdaulat, kembali menjadi mentah setelah Donald Trump memperlihatkan sikap tidak seperti Presiden AS sebelumnya. Memang benar bahwa pendeklarasian ini sudah disetujui Kongres AS dan para Presiden AS sebelumnya selalu menunda kapan harus melakukannya.
Saya melihat ini merupakan skenario besar dari AS dan Inggris untuk memberi peluang lebih besar kepada penduduk Yahudi memiliki tanah air sendiri meski untuk mendirikan sebuah negara, penduduk Yahudi mengambil secara tidak sah tanah Palestina. Itu sudah terlihat sejak Abad VII, ketika bangsa Arab menguasai wilayah yang dikuasai Yahudi.
[irp posts="5461" name="Donald Trump Cemas atas Bersatunya Fatah dan Hamas"]
Bangsa Seljuk dan Ottoman mendudukinya mulai Abad XI. Akibatnya kelompok Yahudi lebih banyak masuk ke wilayah Palestina yang dulunya memiliki wilayah sangat luas.
Setelah Perang Dunia II, bangsa Arab Palestina memperoleh perlakuan tidak adil dari negara pemenang perang, khususnya AS dan Inggeris. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) No 181 tanggal 29 November 1947, wilayah Palestina yang luas itu dipecah menjadi tiga bagian.
Kaum Yahudi memperoleh 56 persen dari seluruh wilayah Palestina. Inilah yang dikatakan perampasan wilayah Palestina itu. Kemudian Arab Palestina si pemilik wilayah, malah memperoleh 42 persen. Dua persen lagi, termasuk kota tua Jerusalem masuk dalam pengawasan internasional.
Saya semakin tidak paham dengan pembagian wilayah oleh PBB ini. Yaitu tidak adil. Penduduk Palestina yang awalnya memiliki wilayah sangat luas, ternyata oleh PBB secara tidak adil. Sekarang wilayah dua persennya lagi termasuk Jerusalem diakui Presiden Donald Trump sebagai ibukota Israel.
[irp posts="5812" name="Status Jerusalem: Donald Trump Sedang Membuat Ribuan “Hot Spot”"]
Setelah merdeka tahun 1948, Israel malah terus memperluas wilayahnya dengan mendirikan pemukiman baru untuk penduduk Yahudi di wilayah Palestina. Bayangkan, hal itu terus terjadi sejak 1948 hingga sekarang. Adalah wajar jika wilayah Arab Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza pun ada dalam pengawasan Israel.
Buktinya, ketika Menlu RI Retno Marsudi tahun lalu ingin pergi ke Tepi Barat dari Yordania, Israel tidak mengizinkan. Kita pun bertanya-tanya mengapa Israel melarang? Bukankah itu wilayah Palestina?
Tentang Jerusalem sebagai ibukota Israel pun demikian. Pernyataan Trump lebih berat mengikuti loby Yahudi di AS. Boleh jadi sebagaimana diperlihatkan kepada dunia baru-baru ini, AS selalu menggunakan hak vetonya jika kepentingannya terganggu.
Bagaimana dunia bisa adil jika hanya lima negara yang memilikinya dan kemudian melakukan hal yang bertentangan dengan Piagam PBB itu sendiri?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews