Kurun waktu dua tahun terakhir, kebakaran hutan dan lahan hampir sudah tak terdengar lagi adanya. Masih ada, bukan tidak ada, tapi sudah gak jadi perbincangan lagi, gak ada lagi 'Indonesia darurat asap'.
Keberhasilan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) itu diakui Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar karena ada kehadiran konsep siaga darurat dari awal.
Siti Nurbaya menyebut dalam permasalahan karhutla ini, kekuatan pemerintah hanya ada pada regulasi. Itulah yang diperkuat oleh presiden dan menteri kabinet. Kalo kata Menteri Koordinator bidang Polhukam sih, Presiden paling banyak mengadakan rapat koordinasi masalah karhutla ini.
Evaluasinya, yang disampaikan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar pada Rakernas Karhutbunla di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa, 19 Desember 2017 kemaren, periode 2015-2017 penurunan karhutla ini turun drastis terlihat dari berkurangnya hotspot (titik api), perkara, emisi kebakaran hutan, dan sebagainya.
Jika dilihat dari pantauan satelit Noah, satelit berdasarkan kesepakatan Asean, tahun 2015-2017 turun 88 persen. Sementara, berdasarkan pantauan pemerintah melalui satelit Tera, satelit yang dibantu oleh LAN dan BMKG, periode dua tahun terakhir titik api turun hingga 97 persen. Jika pada tahun 2015 ada 70.900 hotspot, 2016 turun menjadi 3000 hotspot dan 2017 hanya ada 2411 hotspot.
Meski tahun ini masih terjadi kebakaran di beberapa wilayah, seperti Riau yang disebut Siti masih tinggi, Aceh, Kalimantan Barat, NTT dan NTB. Namun, di 2017 tidak ada transboundary haze (penyebaran asap lintas batas) ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Padahal tahun 2015 ada transboundary haze selama 20 hari dan 2016 ada 4 hari.
Laporan dari kementerian LHK pada kesempatan yang sama, emisi dari kebakaran hutan terutama dari gambut dari tahun 2015 hingga 2017 juga mengalami penurunan. Tahun 2015 tercatat 802 juta ton emisi, turun menjadi 90 juta ton tahun 206, dan tahun 2017 turun kira-kira 12 juta ton.
Dari sisi luas areaal terbakar juga mengalami penurunan. 2015 luasnya mencapai 2,61 juta Ha, 2016 luasnya turun menjadi 438 ribu Ha, dan tahun ini hanya sekitar 150.457 Ha yang terbakar. Rentang 2015-2017 areal terbakar turun sebesar 94 persen.
Meski masih ada wilayah yang terbakar, namun penurunan disegala sisi patut diapresiasi. Dari data ini berarti pemerintah memang benar-benar serius dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan.
"Di regulasi inilah langsung dipimpin oleh Presiden dan bapak ibu menko. Arahan Presiden sejak 2015 telah kita pahami bersama," kata Siti Nurbaya saat menyampaikan laporan pada Rakernas Harhutbunla kemaren.
Hampir gak ada asap selama dua tahun terakhir bukan semata-mata karena iklim yang lebih dingin atau lebih bersahabat. Tapi karena memang upaya penanggulangan dari awal. "Upaya-upaya yang dilakukan oleh sistem untuk merencanakan atau mendeteksi," sebut Siti.
Masalah karhutla ini disebut Wiranto bukan hanya masalah Indonesia, tetapi masalah strategis regional dan global. Sebab Indonesia merupakan paru-paru dunia. Kata Wiranto, kalau paru-parunya terbakar tentu negara-negara lain kelabakan.
"Ini pekerjaan kita bersama," sebut Wiranto, Menko Polhukam pada kesempatan yang sama. Katanya masalah karhutla ini sudah dibagi antara empat kementerian terkait. Kementerian LHK, Kementerian Ekonomi, Kemenko Polhukam, dan Kemenko PMK.
Selain Kementerian LHK yang menjadi garda depan, tiga kementerian lainnya membagi pekerjaan mulai dari pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. "Urusan Hulu, pencegahan, urusan menko ekonomi. Sementara penanggulangannya, pasukan tempurnya itu menko polhukam," sebut Wiranto.
Sementara Kementerian Koordinator bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) yang dipimpin Puan Maharani mengurus pemulihan dari dampak karhutla. Agak berat, sebab urusan manusia ini mulai dari awal hingga akhir. Tapi tetap saja kerjanya kan sama-sama.
"Tiga menko bekerja keras. Instruksi Presiden semua stakeholder sudah betul-betul kerja keras," ucap Wiranto. Jika buktinya seperti yang dirasakan saat ini, tentu ucapan itu bukan hanya sekadar omongan manis belaka.
Namun, keberhasilan dalam meredam masalah karhutla dua tahun terakhir bukan berarti pekerjaan semua pihak selesai. Kalo boleh meminjam kata Wiranto, masalah karhutla ini bagai penyakit. Nanti penyakit itu akan muncul lagi jika tidak diberantas hingga ke akar rumput.
Selain perilaku masyarakat yang sudah membudaya membakar lahan, juga tingkah licik perusahaan-perusahaan yang membuka lahan dengan cara membakar. Ini diakui masih sulit diberantas.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews