Setya Novanto Tertunduk Kuyu, Memalukan Seluruh Rakyat Indonesia

Jumat, 15 Desember 2017 | 20:08 WIB
0
385
Setya Novanto Tertunduk Kuyu, Memalukan Seluruh Rakyat Indonesia

Melihat cuplikan persidangan Setya Novanto (Setnov) di pengadilan Tipikor yang ditayangkan oleh semua saluran televisi, tidak ada lagi kata yang terasa pas untuk menggambarkan perilaku mantan ketua DPR itu. “Sangat memalukan”. Mungkin inilah ungkapan yang paling lemah untuk aksi diam yang dilakukan beliau ketika majelis hakim mengajukan sejumlah pertanyaan.

Kalau keluarga Golkar menyampaikan permintaan maaf satu halaman di media cetak sehubungan dengan tindak-tanduk yang sangat memalukan itu, memanglah wajar bagi mereka. Tetapi, rasa-rasanya Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun pantas menyampaikan permintaan maaf terbuka, tidak hanya kepada rakyat Indoneia melainkan juga kepada segenap penduduk Bumi, atas perilaku pengecut yang ditunjukkan oleh seorang petinggi negara yang pernah duduk di salah satu pilar penting kenegaraan.

Luar biasa sekali! Begitu tega Setnov merendahkan dirinya, Golkar, dan Indonesia dengan mempertontonkan gerak-gerik yang menunjukkan kekerdilan nyalinya di depan majelis hakim Tipikor.

[irp posts="5527" name="Setya Novanto Menyerah"]

Barangkali, maling motor yang sudah digebuki massa pun tidak akan menunjukkan perilaku yang sekuyu dan seloyo Pak Ketua. Beliau “melakonkan” posisi terbungkuk di kursi terdakwa dan harus dipapah oleh dua petugas. Perilaku yang, mau tak mau, akan memancing dugaan buruk (sukdzon) orang tentang murni-tidaknya kondisi Pak Setnov yang dikatakan dalam keadaan tidak sehat. Apatah lagi tim medis independen menyimpulkan bahwa beliau itu sehat.

Jika seorang maling gebukan massa yang terbungkuk kuyu, masih bisa dipahami. Tapi, seorang figur penting yang memimpin lembaga penting di Indonesia, sangatlah memalukan. Bagaikan tidak ada sedikit pun patriotisme di dalam diri beliau. Sama sekali di luar dugaan kalau ini adalah perilaku seorang mantan pejabat tinggi negara.

Apa yang terjadi seandainya ada kekuatan asing yang melancarkan serbuan militer ke Indonesia dan kemudian satu kompi tentara asing sudah berada di sekeliling rumah ketua DPR. Tak terbayangkan kalau ketua DPR-nya adalah Pak Setnov yang kemarin duduk loyo di kursi terdakwa.

Barangkali beliau akan langsung menandatangani surat penyerahan kekuasaan kepada militer asing itu asalkan bisa tetap hidup meskipun kuyu.

Mohon maaf, setelah membaca sejarah perilaku Setnov ketika dia menghadapi masalah hukum, saya bisa memaklumi kalau ada orang yang mengatakan bahwa gerak-gerik visual yang diperlihatkan oleh Setnov adalah bagian dari upaya untuk mencari simpati. Padahal, beliau keliru. Orang malah menjadi antipati.

Dari kasus “unpatriotic” (nirpatriotis) Setnov ini, tampaknya kita perlu membuat ketentuan tambahan untuk calon pejabat yang akan menduduki posisi-posisi penting. Tidak berlebihan kalau “uji patriotis” dijadikan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh seorang calon pimpinan lembaga tinggi negara. Sebab, para petinggi negara adalah orang-orang yang wajib menunjukkan keberanian dalam menghadapi semua situasi meskipun akan mengancam jiwa mereka.

Kalau cuma menghadapi dakwaan korupsi saja langsung loyo dan tak punya nyali, orang seperti ini berpotensi untuk menyerahkan negara kepada orang asing yang melancarkan agresi.

Karena itu, cukuplah Indonesia memiliki satu saja Setya Novanto.

***