"Pasti kami dibanding-bandingkan dan itu enggak bisa terlepas, bahwa kita akan selalu dibandingkan sama sebelumnya. Jangankan dibandingkan sama Pak Basuki, sama yang sebelumnya juga pasti," ujar Sandiaga di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin 11 Desember 2017, sebagaimana dikutip Tribunnews.com.
Pernyataan di atas merupakan tanggapan Wakil Gubernur Sandiaga ketika ditanya oleh awak media perihal tidak diunggahnya video rapim ke YouTube. Keputusan bulat yang dibuat oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno bagi sebagian kalangan dipertanyakan, mengapa sepeninggalan pemerintah Ahok-Djarot justru membuat Pemprov DKI kini seolah menutup diri.
Berawal dari Anies Baswedan yang mengomentari kedatangan warga Jakarta untuk datang ke Balai Kota. Menurutnya semua masalah warga dapat terselesaikan di tingkat Kelurahan dan Kecamatan, warga Jakarta tidak perlu bersusah-susah capek berulang-ulang datang ke Balai Kota untuk mencari solusi. Walau demikian tradisi ini tetap berlangsung dan Anies pun meminta pihak Kecamatan untuk tetap beroperasi pada hari Sabtu menerima aduan warga.
[irp posts="5792" name="Membaca Karakter Anies"]
Hal yang sama pun dirasakan oleh para awak media yang biasa nangkring mencari informasi di Balai Kota. Dari peninjauan awak media, di bawah pemerintahan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno kini Balai Kota cenderung tertutup di mana pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mulai dibatasi dan rapat yang sediakalanya terbuka menjadi tertutup.
Para penghuni Balai Kota pun nampak mengunci bibir mereka rapat-rapat ketika diserbu wartawan guna mengejar informasi, seolah ada himbauan khusus kepada mereka untuk tidak berinteraksi dengan para awak media.
Seiring waktu berjalan nampak Anies Baswedan dan Sandiaga Uno ingin menegaskan kepada khalayak umum bahwa kepemimpinan di Jakarta telah berganti. Namun demikian, dalam jangka waktu hampir dua bulan di pucuk kekuasaan tentu tidak serta merta mudah warga Jakarta untuk melupakan segala pencapaian Ahok-Djarot terlebih perubahan yang Anies-Sandiaga buat tergolong drastis bagaikan memutarbalikkan tangan.
Wajar bilamana Anies-Sandiaga akan selalu dibanding-bandingkan dengan masa kepemimpinan Ahok-Djarot, toh pada dasarnya seorang pemimpin dipandang dari apa pencapaiannya.
Namun sayang, menjelang dua bulan Anies-Sandiaga lebih gemar beretorika ketimbang bekerja yang menghasilkan perubahan lebih baik bagi Ibukota. Masalah di Jakarta tak kunjung sirna, seperti terabaikan oleh hadirnya kebijakan-kebijakan baru Anies-Sandiaga.
Alhasil masalah-masalah yang kerap menghantui Jakarta hadir ke hadapannya, seperti musibah banjir yang terjadi beberapa hari lalu. Intensitas hujan yang tinggi disertai sistem drainasi Jakarta yang buruk memprakarsai tergenangnya beberapa lokasi di Jakarta.
Hal ini seolah terlupakan di masa kepemimpinan Anies-Sandiaga, Anies telat merespon dan lupa untuk memprioritaskan permasalahan banjir Jakarta dalam agendanya. Begitupun dengan kinerja bawahannya yang seolah lalai akan tanggungjawab prihal aduan tidak berfungsinya beberapa pompa air yang berakibat Underass Dukuh Atas terendam.
[irp posts="5264" name="Apa Solusi Jitu Anies Perkara Pasar Tanah Abang Yang Mulai Semrawut?"]
Terlepas dari itu semua, pernyataan Sandiaga perihal membanding-bandingkan ini pun cukup menggelitik. Sebagaimana rekam jejak media mencatat bahwa pada saat perhelatan Pilgub DKI Jakarta 2017 dalam sesi debat, baik Anies-Sandiaga kala itu pernah juga membanding-bandingkan Ahok-Djarot sebagai petahana dengan era pemerintahan sebelumnya.
Seperti dalam debat Pilgub DKI Jakarta di mana Anies Baswedan mengkritisi Ahok bahwa ia minim program saat memimpin DKI Jakarta dan menilai sungai bersih di Ibukota selama ini hanya meneruskan rencana Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta kala itu.
Anies Baswedan pun secara tidak langsung menyindir sikap Ahok dengan pernyataannya menanggapi penggusuran yang terjadi di Jakarta. "Jakarta banyak masalah, jangan pilih pemimpin yang mengadakan masalah. Yang dibutuhkan suasana positif, dialog ada, komunikasi ada. Sehingga masalah bisa diselesaikan dengan cara terhormat," ujarnya.
Maka dari itu, Anies menilai cara dipakai Ahok dalam melakukan penggusuran di beberapa wilayah DKI Jakarta justru semakin membuat masalah. "Ketika era Pak Jokowi juga kan ada penggusuran, tapi dengan suasana yang berbeda karena itu kita ingin kembalikan (seperti dulu)," kata Anies, Rabu 28 September 2016.
Mengacu kepada hal di atas "suasana positif, dialog ada, komunikasi ada", apakah gambaran yang Anies-Sandiaga nyatakan sesuai dengan kenyataan saat ini di mana Balai Kota cenderung pasif dan tertutup.
Kelak bilamana Jakarta memiliki muka baru di pucuk kekuasaan, mungkin warga Jakarta akan mengingat dan membandingkan masa kepemimpinan Anies-Sandiaga yang mengembalikan wajah Balai Kota sebagai kawasan terisolir.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews