Sejarah Catur Dunia [1] Permainan Raja Arab, Persia dan India

Al Lajlaj menambahkan teori itu dengan pernyataan bahwa seorang pecatur harus berusaha menyelesaikan perkembangan buah-buahnya secepat mungkin.

Sabtu, 9 Desember 2017 | 04:05 WIB
0
620

Tidak ada seorang pun yang mengetahui dengan pasti asal-usul permainan catur. Catur telah dimainkan berabad-abad sebelum Masehi diberbagai belahan dunia, misalnya di Persia, Arabia, Yunani, dan India. Permainan catur menggambarkan pertempuran antar dua pasukan, sehingga pada mulanya permainan ini banyak dimainkan oleh para raja yang ingin menguji ketrampilannya mengendalikan pasukan.

Ternyata ketrampilan mengendalikan 16 buah di atas papan 64 petak ini tidak dapat dikatakan mudah, sehingga orang-orang yang mampu memainkan permainan ini dengan baik mulai dihargai. Catatan-catatan pertama tentang ahli-ahli catur dapat kita temui di Timur Tengah pada abad IX.

Bersamaan dengan berjayanya kebudayaan Arab pada abad-abad pertengahan, permainan catur juga mengalami perkembangan yang pesat. Catur banyak dimainkan terutama di istana para khalifah-khalifah. Juara catur yang pertama tercatat adalah al Adli dari Kekaisaran Byzantium. Ia banyak bertanding dan mampu mengalahkan semua lawan-lawannya sampai pada akhir hidupnya ia dapat dikalahkan oleh al Razi dari Persia dalam suatu pertandingan di istana Khalifah al Mutawakkil pada tahun 847.

Pecatur besar lainnya muncul sekitar enam puluh tahun kemudian di kota Baghdad. Ia bernama al Suli. Dialah tokoh yang pertama kali menciptakan gelar-gelar bagi seorang pecatur, suatu hal yang di kemudian hari ditiru oleh catur modern.

Gelar tertinggi bagi seorang pecatur pada masa itu adalah Grandee. Al Suli memberikan gelar ini kepada al Adli dan al Razi, dan tentu saja gelar itu juga disandangnya sendiri.

Kekuatan para pecatur yang lain dapat diukur dari hasil pertandingannya dengan seorang Grandee, misalnya al Suli menetapkan bahwa pecatur yang satu tingkat di bawah Grandee adalah pecatur yang mampu mengalahkan sang Grandee dalam dua partai dari sepuluh partai yang dimainkan dengan diberi 'voor' satu bidak. Dan seterusnya tingkat-tingkat yang lebih rendah lagi dapat diukur dengan hasil pertandingan melawan sang Grandee tersebut dengan diberikan 'voor' Gajah, Kuda, atau Benteng.

Tokoh berikutnya yang juga berhak menyandang gelar Grandee adalah al Lajlaj, yaitu seorang murid al Suli.

Demikianlah nama keempat Grandee yang tercatat dalam literatur catur Arab. Selain itu literatur catur Arab juga memberikan beberapa petunjuk mengenai kemujuan teori catur pada saat itu.

Al Suli menyatakan bahwa seorang Grandee dapat menghitung sampai 10 langkah ke muka. Al Suli juga menyatakan 'teori pembukaan'-nya, yaitu bahwa dalam 12 sampai 19 langkah pertama seorang pecatur harus menyusun posisi buah-buahnya sesuai dengan susunan buah lawan agar dapat memberikan langkah-langkah balasan yang tepat.

Al Lajlaj menambahkan teori itu dengan pernyataan bahwa seorang pecatur harus berusaha menyelesaikan perkembangan buah-buahnya secepat mungkin. Jadi ternyata mereka telah mengetahui beberapa prinsip teori catur modern yang kemudian dilupakan dalam perkembangan catur selanjutnya.

(BERSAMBUNG)

***