Mengapa ada tuntutan kembali ke Piagam Jakarta? Mengapa ada tuntutan kembali menegakkan syariat Islam di kalangan Muslim Indonesia? Mengapa ada HTI dan perjuangan mendirikan khilafah?
Ketiga aspirasi Islam itu memang berhasil dikalahkan secara politik formal, tapi sebagai ide dan aspirasi, itu adalah bibit terpelihara. Bibit yang akan terus tumbuh, bersemai dan berkembang di Indonesia, bahkan akan terus menguat.
Bagi jargon "Pancasila sudah final" dan "NKRI harga mati," ketiga aspirasi itu bisa menggerogoti dan dirasakan mengganggu. Tapi bagi pendukungnya itu persoalan yang belum selesai dan ketiganya akan terus disuarakan apalagi atas dasar penggilan agama, gairahnya akan berlipat ganda.
Bila ketiga aspirasi ideologi Islam itu dirasakan mengganggu, bila tak ingin ketiga aspirasi itu tak muncul dan tumbuh lagi, bila keinginan kita sudah saja dasar dan bentuk negara ini terima sebagai final dan jangan pernah diungkit-diungkit, disuarakan, diinginkan dan diperjuangkan lagi, sebenarnya mudah.
Maka kepada negara dan pemerintah saya memberi tahu. Resep dan caranya sederhana dan bisa asal ada political will: Puaskan warna negara dengan TIGA KEADILAN. Keadilan politik, keadilan hukum dan keadilan ekonomi. Itu saja!!
[irp posts="2575" name="Ormas Dibubarkan, Hizbut Tahrir Berpeluang Dikerek Menjadi Martir"]
Saya "jamin," tuntutan dan perjuangan kembali Piagam Jakarta, syariat Islam dan khilafah itu tak akan muncul lagi. Mengapa? Karena ketiga aspirasi itu, atau "pemerintahan agama" itu, sebenarnya adalah proses pencarian jawaban dan alternatif dari problem-problem bangsa yang jangankan membaik dari pemerintahan ke pemerintanan, malah terus memburuk dan pemerintah dan sistem politik yang ada dirasakan gagal.
Logikanya, kalau keadilan politik, hukum dan ekonomi itu terwujud, warga negara dan para perjuang agama akan istirahat, toh tujuannya sudah tercapai karena memang misi agama adalah itu. Apalagi yang harus diperjuangkan bila keadilan politik, hukum dan ekonomi tercipta, berjalan dengan baik dan maksimal sehingga rakyat merasakan sejahtera, tentram dan damai.
Jadi, ketiga aspirasi itu muncul bukan semata-mata memperjuangkan politik Islam. Secara sosiologis, itu semua hanyalah ekses. Ekses dari tidak hadir, tidak terwujud dan tidak terciptanya ketiga keadilan itu. Tidak usah ideal, minimal mendekati saja. Tidak usah mendekati minimal ada usaha yang sungguh-sungguh yang dibuktikan dengan sikap dan konsistensi.
Bila jangankan terwujud, keinginan dan usaha saja tidak tampak dan kelihatan, dengan terus-terusan berbangga menguasai kelompok umat lain, jangan salahkan bila tiga aspirasi ideologi Islam itu akan terus-terusan muncul dan dirasakan menganggu eksistensi Pancasila dan NKRI.
[irp posts="5279" name="Yang Tak Disadari: Konflik Islam-Negara Itu Diciptakan"]
Mengapa? Karena tadi itu, secara sosiologis ketiga aspirasi itu hanya ekses saja. Ekses dari keadilan politik, hukum dan ekonomi yang tidak hadir dan tidak berjalan, bahkan menimbulkan kekecewaan, bahkan menantang-nantang, sengaja tidak dijalankan demi kepentingan syahwat penguasaan atas kelompok lain, apalagi kelompok lain itu meraka merasa sebagai mayoritas atau pribumi.
Maka ini soal niat baik, keadilan sikap, perlakuan dan penguasaan. Bila niat baik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang wajar, adil dan proporsional tidak ada, maka gunjang-ganjing dan kegaduhan politik tidak akan pernah berhenti dan selesai selamanya.
Jadi, sebenarnya, yang menyebabkan aspirasi-aspirasi Islam politik, atau Islamisme, itu muncul, tetap hidup dan bahkan menguat, sebenarnya pemerintan-pemerintah juga atau penyelenggara pemerintahan. Bagi kelompok Islam politik, ini sebuah pesta. Pesta perayaan aspirasi politik agama yang tetap hidup dan gegap gempita karena emosi agama sebagai common deminator-nya yang melandasi, menjadi fasilitator dan legitimatornya.
Wallahu a'lam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews