Idrus Marham dan Golkar

Minggu, 3 Desember 2017 | 06:00 WIB
0
689
Idrus Marham dan Golkar

Tentu saja secara pribadi saya tidak mengenal Idrus Marham (IM) secara dekat, karena sejak muda saya paling males dan alergi berdekatan dengan orang-orang partai. Walau demikian, saya pernah menyaksikannya jauh sejak saya masih mahasiswa di UI dulu.

Saat itu saya masih menjadi mahasiswa penghuni Asrama Pegangsaan Timur, di Jalan Pegangsaan Timur 56 yang legendaris itu. Sayang asrama yang mungkin terbaik di seluruh Endonesah itu, karena sindikasi jahat dari internal universitas plus birokrat kotor plus konglomerat hitam, yang saling silang berkomplot, sepakat menutupnya pada tahun 1994.

Saya nyaris dipecat jadi mahasiswa, karena dianggap menggerakkan demo-demo kecil-kecilan menentang pihak rektorat. Mana mungkin di awal tahun 1990-an, kita boleh bersuara, pun jika itu berhadapan dengan kebijakan super ngawur: bagaimana mungkin gedung bersejarah yang melahirkan banyak menteri, dubes, jendral, dan sebagainya itu harus dirubuhkan untuk alasan yang sangat absurd. Saking jengkel dan kecewa-nya, sejak saat itulah saya memutuskan pulang kampung ke Jogja.

Memang kalau dipikir, saat itu anak-anak UI memang telah mulai pindah ke Depok semua (kecuali FK & FKG). Tapi itu bukan alasan, merubuhkan asrama dengan fasilitas terbaik, mana ada asrama punya lapangan tenis, lapangan basket/voli, parkir mobil, ruang kamar 4 x 5 meter, ruang publik yang seluas super market, dan hanya bayar iuran sebulan Rp15.000 (itu saja lebih banyak gak tertib bayarnya).

Di tahun 1990-an itulah, dari jauh saya sering melihat Idrus Marham bersliweran di asrama. Saya pikir mulanya ia adalah anak UI. Ternyata dia orang Golkar DKI yang bertugas merekrut anak-anak UI jadi kader Golkar. Kebetulan sekali Kantor Golkar DKI Jakarta tidak jauh dari asrama, ada di seberang Stasiun Cikini, tepatnya di jalan Pegangsaan Barat. Pada saat itu, menjelang Pemilu 1992, dan sebagaimana biasa di DKI Jakarta tidak selalu dominan terhadap partai lain.

[irp posts="4980" name="Lucu Juga Idrus Minta Tolong Jokowi Bertanggung Jawab soal Golkar"]

Tidak sebagaimana di daerah lain, posisi Golkar hanyalah rame-rame dibanding PPP dan PDI. Karena itulah, kemudian dibentuk sebuah oragnisasi tanpa bentuk yang dinamakan Forum Dinamika Jakarta (FDJ), di bawah asuhan antara lain Basofi Sudirman yang saat itu jadi Wagub DKI (dan terkenal dengan lagu dangdutnya "Tidak Semua Laki-laki", heran kok ya wangun nyanyinya padahal saat itupun ia sudah bangkotan).

[caption id="attachment_5059" align="alignleft" width="467"] Idrus Marham[/caption]

Dan yang jadi koordinatornya adalah Haji Santo, orang Sala yang kemudian malah terkenal sebagai aktivis sepakbola. Ia berkelana dari menjadi Manajer Persebaya Surabaya (mengikuti Basofi yang akhirnya malah jadi Gubernur Jawa Timur). Dan pada saat itu, Idrus Marham adalah orang yang belumlah jadi apa-apa, ia hanya seksi sibuk yang disuruh-suruh oleh kedua seniornya di atas.

Tak nyana, saat ini dia adalah pejabat pelaksana Ketua Umum Partai Golkar, yang hari-hari ini malah disinyalir mencalonkan diri sebagai ketua umum menggantikan Setya Novanto (Setnov). Tentu saja itu adalah perubahan nasib yang luar biasa.

Baru belakangan juga saya sadar, bahwa Gokar itu secara genealogis selalu dikangkangi kalau gak orang Jawa ya orang Bugis (salah ya, OK-lah Sulawesi Selatan kalau begitu).

Sampai hari ini, banyak teman-teman saya di Asrama UI yang masih jadi pengikut IM, bahkan jadi thin-tank-nya. Mereka ini sudah bersama-sama sejak tahun 1990-an mengadakan banyak kegiatan untuk kalangan mahasiswa dan remaja. Mengadakan bimbingan belajar ke sekolah-sekolah, invitasi basket, festival band dan sebagainya. Jaringan inilah yang memungkinkan ia merangkak naik sampai ke level ini.

[irp posts="4726" name="Pertahankan Setnov, Idrus Marham Malah Mau Jadi Ketua Umum"]

Intinya ia sangat menguasai Jakarta dan tahu ke mana harus mencari uang. Untuk apa? Ya untuk membayar dukungan, jadi sekali lagi jangan remehkan tokoh satu ini. Jangan lupa, baru belakangan saya tahu bahwa ia adalah Doktor Ilmu Politik lulusan UGM dengan yudisium cum laude. Saya gak tahu, kenapa ia musti jauh-jauh ke UGM, kalau ia punya jaringan kuat di UI. Mungkin di UI gak bisa.... halah!

Sebagaimana juga teman-teman saya yang hingga kini masih terlibat dengannya, mereka punya nasib sama, sangat terlambat kawin, takut kawin, atau setia membujang. Beruntung IM ini cepat sadar, sempat kawin walau di usia sangat terlambat: 47 di tahun 2009 lalu.

Ndilalah, kok ya sekali lagi ndilalah, kok seleranya ya sama: bekas presenter Metro TV. Mengingatkan saya pada salah satunya, ahli polling dan strategi pilkada yang juga ternyata isi otak kanannya sama.

Kalau besok, ia tidak terpilih saya pikir tak ada orang yang lebih cocok menggantikannya sebagai Sekjen Golkar. Ia licin kaya belut, ngomongnya ngomyang (typical sekjen), memiliki jaringan duit dan pertemanan yang luas, dan jangan lupa tahan banting karena meniti karir dari tingkat paling bawah sekali.

Lalu kalau ia terpilih jadi Ketua, siapa dong Sekjennya?

***