Apakah ada atau hanya isapan jempol belaka oknum aparat serta preman yang senantiasa menagih pungli di kawasan Pasar Tanah Abang itu?
Pertanyaan tersebut melandasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, juga Sandiaga Uno, menyingkapi temuan investigasi tim Ombudsman terhadap dugaan maladministrasi penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) pada tanggal 9-10 Agustus 2017 yang dilakukan di sejumlah tempat di antaranya Pasar Tanah Abang, kawasan sekitar mall Ambasador, serta beberapa area sekitar stasiun seperti Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, dan Stasiun Tebet.
Ketimbang menindaklanjuti segera hasil investigasi tim Ombudsman, keduanya baik Anies dan Sandiaga sebatas mengapresiasi bentuk temuan tersebut. Anies Baswedan nampak berhati-hati dalam bersikap prihal temuan ini dan berjanji akan menindaklanjuti tanpa ada gambaran jelas seperti apa wujudnya, publik pun seperti dibuat bertanya-tanya akan bagaimana konsep penataan Pasar Tanah Abang yang Anies Baswedan terapkan.
[irp posts="3500" name="Tanah Abang di Tengah Pengaruh Anies dan Lulung"]
Dalam pernyataan yang dikemukakan kepada awak media, Anies mengakui bahwa dirinya menyempatkan datang ke Pasar Tanah Abang tanpa diketahui pada hari Jumat, 24 November 2017 yang mereka serempak sebut sebagai kegiatan rahasia atau klandestin dan tidak ingin mempublikasi hasil temuannya.
Hal tersebut ia lakukan sekedar untuk memastikan situasi Pasar Tanah Abang untuk meramu langkah yang tepat dalam upaya penataan area tersebut sebelum nantinya diimplementasikan dan diharapkan dapat dilakukan pada awal Desember. Secara tidak langsung Anies menyatakan agar dirinya tidak mau tergesa-gesa dan berharap publik mau sabar menunggu disebabkan konsep penataan ini perlu digodok terlebih dahulu.
Berbeda halnya dengan sikap Sandiaga, ia menyatakan telah melakukan investigasi serupa dan di waktu yang bersamaan layaknya Anies. Dalam kegiatan bersepedanya itu, Sandiaga mengaku menemukan kondisi Tanah Abang yang tidak semerawut atau bertolak belakang dengan beragam pemberitakan di berbagai media sebelum-sebelumnya.
Menanggapi hasil investigasi tim Ombudsman, Sandiaga mengatakan bahwa tidak ada anggota Satpol PP yang mengenal oknum yang ada dalam video di area Setiabudi berikut belum ditemukannya oknum yang ada di area Tanah Abang.
Ia pun menjelaskan bahwa oknum yang ditersangkakan menurut hasil laporan Yani (Kasatpol PP) prihal video hasil investigasi tim Ombudsman ada kemiripan pelaku akan tetapi bukanlah Satpol PP melainkan orang yang menyaru sebagai Satpol PP dan ia berharap eksploitasi dari kabar tersebut tidak mempengaruhi kinerja Satpol PP.
Namun Sandiaga Uno tetap mengapresiasi hasil laporan tim Ombudsman sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan dalam mengatur arus lalu lintas dan para Pedagang Kaki Lima di area Pasar Tanah Abang, serta Satpol PP yang sempat dituding mendapat keuntungan dengan hadirnya PKL berjualan tidak pada tempatnya.
Prihal hasil investigasi yang dilakukan oleh tim Ombudsman seolah melengkapi beragam hasil penelusuran yang dilakukan oleh berbagai awak media yang telah dipublikasikan sebelum-sebelumnya. Miris dengan keadaan namun sangat disayangkan hal tersebut nampaknya begitu sulit untuk diterima langsung baik oleh Anies maupun Sandiaga.
Sebagai pemimpin Jakarta yang diharapkan membawa perbaikan, mereka cenderung lambat (pasif) dalam bersikap dan bertindak. Mereka hanya merespon laporan dan diterusi dengan rangkaian kata-kata ketimbang bersikap tegas dengan segera akan melakukan tindakan kepada pihak-pihak yang bermain maupun berupaya mengkoordinir dan bekerjasama dengan pihak berwajib untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Apakah Anies dan Sandiaga menyangsikan kapabilitas dan profesionalisme dari proses penelusuran awak media dan tim Ombudsman? Apakah mereka menganggap segala bentuk eksploitasi kesemerawutan Pasar Tanah Abang sebagai bentuk upaya mencari-cari bahan pemberitaan? Ataukah sebenarnya mereka berupaya menyangkal segala bentuk fakta di lapangan dan mengalihkan tanggungjawab kepada pihak lain untuk dijadikan kambing hitam?
Pungli dan kanker
Menyangkut pungli yang terjadi bahwasanya fakta yang ada sebenarnya jauh lebih memprihatinkan. Praktik pungli diibaratkan layaknya sebuah penyakit kanker yang tumbuh berkembang pesat di Ibukota Jakarta dimana tempat aliran uang bermuara. Jika kita hanya berpikiran bahwa pungli menyasar para PKL saja maka hal tersebut merupakan kepingan puzzle pelengkap saja.
Praktik pungli sudah menyebar tidak hanya menyasar mereka pelaku usaha golongan bawah, tetapi juga kalangan usaha menengah maupun atas. Praktik pungli yang umum terjadi adalah mengatasnamakan ormas tertentu yang menyatakan adanya biaya keamanan bulanan yang wajib dibayarkan oleh pelaku usaha dan perwakilan ormas yang meminta sumbangan untuk kegiatan mereka maupun dalih sebagai Tunjangan Hari Raya.
[irp posts="4479" name="Menanti Jawaban Pejabat dari Benang Kusut Pasar Tanah Abang"]
Hal tersebut sudah bukan menjadi rahasia lagi dimana masyarakat umum mengetahuinya dan sebagiannya lagi turut merasakan penderitaan akibat praktik pungli ini. Praktik pungli mencerminkan bahwa ada kalangan yang sekedar ingin berleha-leha menikmati gelimang uang dengan memeras hasil jerih payah orang lain, hal yang tidak pantas dilakukan, sangat memalukan, dan wajib dibinasakan karena bentuk pembiaran dapat mengakibatkan penyakit kanker ini kian ganas dan tak terobati.
Menindaklanjuti praktik pungli ini tentu kesemuanya tergantung kepada sikap para pemimpin di negeri ini menanggapinya. Anies dan Sandiaga sudah selayaknya bersikap sebagai figur pemimpin bukan malah sebagai pemimpi di siang bolong yang berangan-angan Jakarta lebih baik ke depannya tanpa ada kerja nyata yang mereka dapat lakukan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews