Pada 9 Oktober lalu, tim nasional Islandia bertanding lawan Kosovo dan menang 2-0 hingga mereka pun dipastikan lolos ke Piala Dunia 2018. Sontak Islandia menjadi buah bibir di seantero jagat, karena menjadi negara terkecil yang lolos ke pesta sepak bola sedunia.
Gudni Bergsson, mantan kapten timnas Islandia, bahkan sempat terbata-bata saat memberikan komentar atas keberhasilan bersejarah negaranya. Pasalnya, meski mereka hanya negara kecil dengan penduduk 330 ribu, namun mereka menjadi satu dari 14 wakil Eropa yang akan bertarung di Piala Dunia ke-21 yang akan berlangsung di Rusia pada tahun depan.
Yang paling mengharukan bagi Bergsson tak lain karena selama ini penduduk di negaranya selama ini hanya bisa menyaksikan Piala Dunia dengan memberikan dukungan kepada negara-negara lain. Sejak kecil ia menyaksikan itu, penduduk di negerinya memiliki jagoan masing-masing, dan seluruhnya adalah negara luar; Prancis, Belanda, Brasil, Argentina, dan mereka bersorak gembira kala negara yang mereka dukung menang.
Puluhan tahun berlangsung seperti itu. Tak jauh beda dengan Indonesia saat ini, pernah ke kompetisi kelas dunia itu saat masih berada di bawah kolonial Belanda dan masih bernama Hindia Belanda, namun belum pernah mencicipi sensasi pesta sepak bola kelas dunia sebagai peserta setelah merdeka.
Bergsson sendiri, seperti dilaporkan Economist.com, 12 November 2017, kini telah berusia 52 tahun. Dari 1984 hingga 2003 dia selalu tampil sebagai pemain dan membela Islandia di berbagai pertandingan sepak bola, dan berkali-kali berjuang keras meloloskan negaranya ke Piala Dunia. Namun tak pernah berhasil.
Baru ketika kini ia sendiri menjadi Presiden Badan Sepak Bola Islandia, negaranya lantas menjadi salah satu kontestan yang akan bertarung dengan negara-negara tangguh di Piala Dunia 2018.
Islandia sudah berusaha dapat mengikuti kualifikasi sejak 1954 kala Piala Dunia berlangsung di Swiss. Alih-alih lolos, untuk bisa mengikuti fase kualifikasi pun mereka ditolak oleh Badan Sepak Bola Dunia (FIFA). Pasalnya, mereka dinilai belum memiliki syarat memadai untuk melibatkan diri di sana.
[caption id="attachment_3952" align="alignright" width="549"] Kegembiraan para pemain timnas Islandia - Foto: Thesun.co.uk[/caption]
Saat Piala Dunia menjelang berlangsung di Swedia pada 1958, mereka baru mendapatkan kesempatan mengikuti babak kualifikasi. Apa yang terjadi? Dalam tiga pertandingan mereka jalani, seluruhnya berakhir kekalahan. Tak hanya itu, mereka bahkan kebobolan sampai 29 kali sepanjang tiga laga tersebut. Cukup menggambarkan bagaimana tragisnya tim tersebut.
Lalu sepanjang 1960-an hingga 1970, Islandia sempat absen dari perburuan tiket ke Piala Dunia. Terlepas dalam kurun itu ada tiga edisi Piala Dunia berlangsung di Cile, Inggris, dan Meksiko.
Namun memasuki era 1970-an, mereka mulai kembali berburu tiket untuk dapat lolos ke Piala Dunia saat ajang itu diadakan di Jerman (1974) namun lagi-lagi tidak lolos. Bahkan saat kembali coba-coba mengikuti kualifikasi, Islandia sempat mengalami 29 kali kebobolan dalam enam pertandingan yang juga selalu berakhir kekalahan, hingga tersingkir dan harus menguburkan mimpi dapat berkiprah di Piala Dunia.
Ada perubahan serius di timnas Islandia menjelang Piala Dunia 1994, kala pesta sepak bola akan berlangsung di Amerika Serikat. Di fase kualifikasi, setidaknya mereka sempat mencatat kemenangan hingga tiga kali, dua kali seri, dan tiga kali kalah. Kebobolan mereka alami pun hanya enam kali dari seluruh laga itu, dan mencetak sebanyak tujuh gol.
Menjelang Piala Dunia 2014 di Brasil, mereka pun makin menunjukkan perubahan serius, dan menunjukkan sinyal bahwa mereka memang berpotensi untuk berada di turnamen akbar ini. Saat itu mereka tampil dalam 12 laga, lima kali mampu mereka menangkan, tiga kali berakhir imbang, dan empat kali kalah dengan catatan gol dan kebobolan masing-masing 17 kali.
Revolusi dalam sepak bola Islandia hingga makin menunjukkan gelagat lebih baik itu tak lepas dari perubahan serius dalam upaya mereka lakukan di era 1990-an. Saat itu Badan Sepak Bola Islandia (KSI), mulai memetakan masalah, bahwa selama ini ada 50 klub lebih di negara tersebut kesulitan berkembang karena iklim dan cuaca dingin yang ekstrem.
Alhasil mereka melakukan cara menjawab masalah dengan membangun sarana-sarana sepak bola indoor alias di dalam ruangan dengan lapangan yang tetap seperti normalnya. Kini setidaknya telah ada tujuh lokasi untuk sarana sepak bola seperti ini. Terlebih sejak Badan Sepak Bola Eropa (UEFA) pun turun tangan membantu lewat program bertajuk HatTrick, berupa pendanaan untuk pengembangan masyarakat akar rumput.
Dari sanalah Islandia akhirnya membangun 100 lapangan dengan permukaan yang bisa menyesuaikan dengan berbagai cuaca. Tak lagi hanya mengandalkan indoor, namun juga dapat digunakan di luar gedung, karena lapangan tersebut memiliki pemanas yang dapat mencegah gangguan salju dan berbagai gangguan yang berhubungan dengan cuaca.
Selain itu, sejak usia empat tahun, anak-anak di Islandia telah diperkenalkan dengan sepak bola, dan mulai dilatih untuk mengolah si kulit bundar.
Sejak penanganan langsung ke jantung masalah, Islandia akhirnya memiliki para pemain kelas dunia. Sebanyak 25 pemain yang kini ada di skuat timnas Islandia berkarier di berbagai klub asing, enam di antaranya di Inggris, dan dua pemain di Jerman. Gylfi Sigurdsson menjadi salah satu pemain terkenal yang lahir dan mewarnai sepak bola Eropa dan dunia.
Di peringkat FIFA pun, meski mereka pernah berada di posisi ke-131 dunia, kini mereka bertempat di posisi ke-19 per Juli 2017. Bagaimana mereka kemudian lolos ke Piala Dunia? Ya, setelah 10 laga mereka jalani, termasuk play-off, Islandia meraih tujuh kemenangan, hanya sekali seri dan dua kali kalah. Selain itu, mereka mencatat 16 gol dan hanya tujuh kebobolan, yang menunjukka kekuatan mereka dalam menyerang dan juga bertahan. Lalu, apa kabar negeri kita sendiri?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews