Malahayati, Simbol Kekuatan Perempuan Nusantara

Jumat, 10 November 2017 | 12:45 WIB
0
566
Malahayati, Simbol Kekuatan Perempuan Nusantara

Laksamana Malahayati tak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Aceh. Namanya kian menjadi buah bibir, terlebih setelah pada Kamis 9 November 2017, Presiden Joko Widodo menobatkan beliau di antara empat nama sebagai Pahlawan Nasional.

Bagi masyarakat Aceh, tanpa pemberian gelar itu tetap saja mereka melihat Malahayati sebagai pahlawan, yang akan terus diceritakan secara turun-temurun, dari satu generasi ke generasi lainnya. Saya sendiri yang berdarah Aceh, lahir dan hidup di sana hingga usia 20-an, merasakan bagaimana para ureueng tuha -sebutan untuk orangtua dan yang dituakan- memperkenalkan sosok tersebut.

Para ureueng tuha menceritakan itu kepada anak-anak mereka, tak hanya kepada aneuk inong (anak gadis), tetapi juga kepada aneuk agam (anak laki-laki). Kepada para gadis, cerita itu diceritakan di sela-sela mengaji atau menjelang tidur, agar mereka  kelak dapat menjadi perempuan kuat dan berkarakter.

Nama Malahayati akan disisipkan di antara nama Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, hingga membentuk bayangan seperti apa kelebihan perempuan dan kekuatan yang disimpan di balik segala kelembutan.

Terutama Malahayati, paling sering diceritakan karena ia tak hanya mampu menguasai ilmu militer, tapi ia mampu memimpin  pasukan hingga di lautan. Bahkan di banyak literatur disebutkan jika ia telah menjadi Kepala Pengawal Istana di era Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.

Bahkan tercatat sebagai otak di balik kemenangan pasukan Aceh ketika berhadapan dengan kepala armada Belanda, Cornelis de Houtman yang berlangsung pada 11 September 15. Bahkan De Houtman sendiri tewas di tangannya ketika keduanya beradu pedang satu lawan satu di atas geladak kapal. Tak pelak, setelahnya Malahayati atau Keumala Hayati diberikan gelar Laksamana.

[caption id="attachment_3730" align="alignleft" width="601"] Seminar tentang Malahayati - Gbr: KanalAceh.com[/caption]

Sepanjang sejarah Nusantara, tak banyak tokoh perempuan yang berhasil meraih pencapaian seperti didapatkan  oleh Malahayati, meraih gelar Laksamana atau Jenderal untuk Angkatan Laut.

Ketika para ureung tuha di Aceh menceritakan kisahnya kepada para aneuk dara dan aneuk agam, di sanalah ilham keberanian dan ruh ketangguhan itu disampaikan. Bahwa kekuatan tak selalu hanya menjadi milik laki-laki, dan keberanian bisa mengantarkan siapa saja meraih kemenangan.

Di ujung cerita, ureueng tuha acap menyisipkan pesan, "Gata, hai gam, bek taloe ngoen ureung inoeng," untuk melecut anak laki-laki dapat menggali kemampuan terbaiknya.Untuk menyadarkan mereka, bahwa kelak mereka akan menjadi pemimpin, tak hanya di keluarganya, tapi juga di tengah masyarakatnya.

Sedangkan kepada aneuk inoeng juga akan dibisikkan kalimat yang sejatinya senada dengan itu, "Hai gata dara, bahpih gata inoeng, tapi gata haroeh kuat, beucaroeng, bek leumoh" agar anak gadis mereka pun menjadi perempuan kuat dan cerdas, karena di tangan lembut merekalah ada kekuatan untuk tumbuhnya anak-anak terbaik, dan mereka sendiri kelak tetap bisa menjadi bagian penting masyarakatnya untuk menciptakan hal-hal besar.

Cerita kepahlawanan bukan sekadar cerita, tapi dari sanalah nilai dipegang para pahlawan hingga nama mereka abadi meskipun ratusan tahun jasad mereka menyatu dengan bumi. Semoga saja, spirit sang Laksamana pun menyusup kuat kepada perempuan Indonesia, bahwa nama mereka pun kelak dapat abadi dengan segala semangat baik yang mereka tinggalkan.

***