Setelah Rumah Radio Bung Tomo yang sudah rata dengan tanah, pada awal November 2017, Masjid Assakinah Komplek Balai Pemuda Surabaya, bakal bernasib sama: rata dengan tanah. Di sini akan dibangun gedung baru DPRD Kota Surabaya.
Pembangunan gedung baru 8 lantai senilai hampir Rp 60 miliar itu harus menggusur masjid Assakinah yang berada di lingkungan komplek gedung parlemen dan Balai Pemuda Surabaya itu. Saat ini masjid tersebut sudah hampir rata dengan tanah.
Namun, hingga kini belum diketahui di mana lokasi alternatif sebagai lahan pengganti untuk pembangunan masjid tersebut. Pada Kamis malam, 2 November 2017, masjid ini dikunjungi beberapa orang yang melaksanakan aksi keprihatinannya.
[caption id="attachment_3612" align="alignright" width="450"] Jemaah salat di teras Mesjid (Foto Mochamad Toha)[/caption]
Mereka ini dari Komunitas Bambu Runcing Surabaya ( KBRS), Dewan Kesenian Surabaya (DKS) dan beberapa anggota masyarakat secara perorangan. Tampak Amrizal, koordinator Outsider Ladyrose Soul Of Heroes sebagai salah satunya kelompok anak muda penggemar musik punk.
Tampak pula dalam acara itu M. Anis, wartawan senior dan seniman yang lebih suka disebut koordinator Pasar Seni Lukis Indonesia ( PSLI), Luhur Kayungga, Sekjen DKS, Isa Ansori, Anggota Dewan Pendidikan Jatim serta beberapa aktivis pergerakan di Surabaya yang pernah merasakan teduhnya Masjid Assakinah.
Malam itu mereka melakukan tahlil dan kirim doa, yang biasanya tahlil ini dilakukan untuk berkirim doa kepada mereka yang sudah meninggal dunia, agar arwah mereka mendapatkan bimbingan dan hidayah dari Allah SWT.
“Kami melihat sosok Ketua DPRD Surabaya dan Walikota Surabaya, jiwa dan perasaannya telah mati. Dengan kami kirimi tahlil ini diharapkan jiwa dan perasaanya bisa hidup kembali. Sehingga pembangunan kota yang dilakukan tidak hanya menuruti syahwat fisiknya saja, tapi juga mempunyai jiwa dan ruh serta rasa,” ujar Wawan Kemplo, koordinator acara.
Udin Sakera menyampaikan bahwa pembangunan ini merupakan wujud arogansi Walikota Tri Rismaharini dan Ketua DPRD Armudji. Menurut Sekjend DKS Luhur, walikota adalah pemuja pembangunan yang artifisial dan syahwat berkuasanya sangat besar.
“Sehingga kepekaannya sangat lemah terhadap persoalan jiwa dan rasa. Betapa beliau begitu sangat marahnya ketika taman diinjak warganya, hanya karena warganya ingin menikmati ice cream,” ujar Luhur. Tapi, saat masjid dan rumah radio Bung Tomo dihancurkan, Risma diam dan berkelit.
Cak Anis, wartawan dan seniman senior ini mengatakan adalah hal yang aneh, pembangunan gedung dewan ini tidak diketahui oleh anggota dewan yang 50 orang. “Ada yang aneh dalam pembangunan Gedung Dewan ini. Sepertinya ada yang kurang beres,” sindirnya.
“Berkumpulnya kita ditempat ini, malam ini adalah bagian dari kontrol masyarakat terhadap penggunaan anggaran keuangan yang digunakan Pemkot dan DPRD Surabaya,” ungkap Anis. KBRS meminta agar fungsi Masjid Assakinah dikembalikan.
[caption id="attachment_3613" align="alignleft" width="512"]
Rumah Bung Tomo (Foto: Mochamad Toha)[/caption]Aksi pun berlanjut pada Minggu, 5 November 2017. Sejak pagi hari, KBRS bersama dengan warga yang terdiri dari ibu ibu, anak anak dan pemuda, melakukan kerja bakti membersihkan reruntuhan puing-puing yang berada di Masjid Assakinah.
Yanto mengatakan, meski dirinya berprofesi sebagai tukang becak, tapi kecintaan dia kepada Surabaya melebihi walikota maupun ketua DPRD-nya. “Saya buktikan kecintaan saya ini dengan hadir bersama anak dan istri saya,” ungkap Yanto.
Yanto Banteng bersama sama kawan-kawan lain yang cinta Surabaya, membersihkan masjid yang diduga sudah dihancurkan atas restu Ketua DPRD Surabaya dan Walikota Surabaya atas nama pembangunan gedung dewan.
Aktivis FKPPI Susi Trisusanti yang juga hadir pada acara bersih-bersih tersebut mengatakan, hadirnya dia dalam aksi kerja bakti ini sebagai bentuk solidaritas atas robohnya masjid yang merupakan tempat suci.
“Saya ingin mengetuk umat Islam untuk memberikan kepeduliannya terhadap masjid ini,” tutur Susi Trisusanti. Ketua DPRD Surabaya dan Walikota diduga sebagai aktor di balik robohnya masjid tersebut.
Beberapa stakeholder terdekat dan internal anggota dewan juga merasa tidak tahu dan diajak berbicara. Bahkan, MUI Jatim juga melakukan protes dan menyayangkan hancurnya masjid tersebut.
Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Surabaya Faridz Afif mengaku mendapat keluhan dari sejumlah masyarakat yang bingung saat akan melaksanakan ibadah sholat. Padahal sehari-hari mereka biasa sholat di masjid tersebut. Apalagi pada hari Jum’at.
“Catat! Masjid itu full jama'ah yang menunaikan sholat Jum'at, dari murid SMA 6, karyawan bank swasta di Jl. Pemuda dan beberapa karyawan swasta di seputaran dekat Balai Pemuda, karena kalau ke masjid Muhajirin Pemkot kejauhan,” ujar Yanuar Priyana, warganet.
Tanggapan pemerintah
Faridz Afif mengkritik, rencana pembangunan gedung baru DPRD Kota Surabaya dinilainya mubazir alias pemborosan. Mengingat selama ini anggota dewan jarang berada di kantor. Padahal domisili mereka umumnya di Kota Surabaya.
Anggota DPRD Kota Surabaya lebih sering beraktivitas di luar kantor, baik itu melakukan kunjungan kerja (kunker) maupun studi banding ke luar kota. Belum lagi dengan aktivitas mereka sebagai kader maupun pengurus partai. Praktis dalam seminggu paling hanya satu atau dua hari anggota dewan berada di kantor.
[caption id="attachment_3614" align="alignright" width="515"]
Aksi keprihatinan di masjid yang tergusur (Foto: Mochamad Toha)[/caption]Menurut Isa Ansori, perobohan Masjid Assakinah ini atas permintaan Ketua DPRD Surabaya Armudji, kemudian disetujui Walikota Risma melalui PT Cipta Karya. “Sebenarnya ini kalau ditelusuri yang bermain adalah Ketua DPRD dan Cipta Karya,” ungkapnya.
Tapi, Isa Ansori berpendapat walikota harus tetap bertanggung jawab. “Karena yang bermain kader PDIP semua, termasuk Armudji,” ungkapnya kepada PepNews.com. Ia khawatir, nasib masjid ini seperti Rumah Radio Bung Tomo di Jalan Mawar 10 Surabaya.
Rumah Cagar Budaya yang berlokasi di Kecamatan Tegalsari itu ditetapkan melalui SK Wali Kota Surabaya No 188.45 Tahun 1998. Mei 2016 lalu, bangunan tersebut dibongkar hingga rata dengan tanah. “Ini upaya penghilangan sejarah,” tegas Bambang Sulistomo.
Menurut putra Bung Tomo itu, dengan hilangnya Rumah Radio tersebut, generasi muda tak akan pernah tahu kalau di Surabaya pernah terjadi perang rakyat melawan Tentara Sekutu pada November 1945. “Ini sangat berbahaya bagi generasi mendatang,” lanjutnya.
Kelompok pemerhati dan pelestari cagar budaya melaporkan aksi pembongkaran tersebut ke Polrestabes Surabaya. Advokat Trimoelja D Soerjadi, salah satu tim hukum yang melaporkan pembongkaran rumah bersejarah Bung Tomo dan Bambang sangat getol mengadvokasi nasib cagar budaya tersebut.
Jejak sejarah itu kini benar-benar hilang. Pertengahan Desember 2016 lalu, PTUN Surabaya mengabulkan permohonan PT Jayanata, selaku pemilik lahan dan bangunan rumah, atas penghapusan surat keputusan (SK) cagar budaya bangunan bersejarah.
Akankah Masjid Assakinah Balai Pemuda juga mengalami nasib yang sama? Upaya untuk mempertahankan masjid tersebut tetap dilakukan oleh komunitas warga Surabaya. Mereka bertekad akan melakukan Tahlilan Selama Tujuh Hari di masjid tersebut.
Hingga tulisan ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari Walikota Surabaya dan penanggungjawab semua pembangunan kota. Kepala Humas Pemkot Surabaya Moh. Fiksher ketika dihubungi PepNews.com via percakapan aplikasi WA belum memberikan jawaban.
Sedangkan seorang staf Pemkot Surabaya yang mengetahui keberadaan Moh Fiksher mengatakan, yang bersangkutan masih berada Amerika. "Insya Allah besok akan datang bersama Bu Walikota Surabaya. Biar pak Fiksher Kepala Humas atau Bu Walikota yang langsung jelaskan,” katanya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews