Di Desa Giri Sekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, setiap tahun terdapat ritual masyarakat yang sudah menjadi tradisi turun menurun. Tradisi tersebut awalnya merupakan ramalan kondisi desa, tapi kemudian bergeser jadi lingkup kota, bahkan akhirnya berskala negara untuk setahun ke depan.
Mulanya hanya digunakan untuk meramalkan kondisi pertanian, untuk setahun ke depan. Ini sebenarnya merupakan budaya agraris yang dalam kebiasaan masyarakat Jawa merupakan bagian dari apa yang disebut pranata mangsa. Ia menangkap isyarat alam, mencatatnya sebagai sebuah pola, sebagai bagian dari keakraban hubungan antara alam dan manusia.
Alam disini diartikan secara luas ya tumbuhan, ya hewan, ya tata air, ya tata udara, dan seterusnya. Manusia bukan merasa dirinya "lemah dan tunduk", tapi lebih pada hormat dan bersahabat pada alam. Makanya, setiap ada manusia yang merasa hebat bisa menaklukan alam, saya selalu mencatat bahwa sebenarnya ia hanya menunggu waktu untuk kemudian takluk dan lenyap ditelan ruang dan waktu. Kesombongan yang sia-sia.
Apa itu Cupu Panjala? Cupu itu sejenis guci kecil, sedangkan Panjala sebenarnya nama tokoh spiritual yang memiliki cupu tersebut. Nama asli Kyai Panjala adalah Eyang Seyek, ia seorang yang suka menyepi dan bertapa, hingga seumur hidupnya tidak menikah dan punya anak. Namun ia memiliki 10 saudara kandung, 5 laki-laki dan 5 perempuan.
Keturunan dari saudara-saudaranya inilah yang kemudian mewarisi ketiga cupu itu. Cupu tersebut masing-masing memiliki nama berturut-turut: Semar Tinandu (menggambarkan para penguasa), Palang Kinantang (kelas menengah) dan Kenthiwiri (rakyat jelata).
Ketiga cupu ini dibungkus dan disimpan selama setahun, biasanya setiap Oktober dibuka, diganti kain baru dan dibungkus lagi. Kain lama yang dibuka inilah, yang "anehnya", selalu memiliki gambar-gambar yang berbagai rupa. Gambar-gambar inilah yang ditafsirkan secara bebas oleh masyarakat.
Pihak keluarga sendiri, tidak pernah memberikan tafsir khusus, hanya mengabarkan dan menjelaskan gambar-gambar apa saja yang muncul, jumlahnya, dan hal-hal lain yang sifatnya visual. Tafsir itulah yang kemudian dianggap sebagai ramalan untuk setahun ke depan.
Walau tidak pernah diakui secara terbuka, ia selalu dijadikan rujukan bagi berbagai kepentingan sosial, politik maupun ekonomi di negeri ini.
Untuk tahun 2017 ini, Cupu Panjala itu dibuka Selasa, 17 Oktober lalu. Masyarakat yang sempat hadir, sempat terperangah dengan banyaknya pertanda yang cukup mengusik pada saat itu. Dan yang paling menonjol, adalah adanya bercak merah yang menggerombol jadi satu berjumlah 47.
Ini angka yang cukup besar untuk bisa ditafsirkan. Tak nyana, sepuluh hari kemudian pada tanggal 26 Oktober di Kosambi, Tangerang terjadi ledakan dan kebakaran hebat di sebuah pabrik kembang api. Angka ini menunjukkan jumlah angka yang tewas pada hari pertama!
Tentu saja ini sebuah tragedi yang sangat memilukan, karena walau Tangerang bukan Jakarta (tapi keduanya sulit dipisahkan sebagai sebuah teritori sosial). Sebuah pertanda buruk, setelah beberapa hari sebelumnya, seorang gubernur baru dilantik.
Hal itu terlihat dalam salah satu lembar kain lain yang bergambar Prabu Dasamuka atau lebih populer sebagai Rahwana di sisi barat laut. Raja ini memiliki sepuluh wajah, artinya ia seorang yang tidak memiliki loyalitas. Loyalitasnya hanya pada dirinya sendiri. Ia orang tak mau kalah dan tidak pernah merasa bersalah. Silahkan tafirkan sendiri siapa dia!
Tradisi Cupu Panjala hanya sebuah "budaya kecil", sebuah bahan bacaan sederhana bagi rakyat kecil pada mulanya. Bahwa kemudian "orang-orang besar" kemudian suka ikut mengintip, bahkan menjadikannya rujukan dan pedoman. Bukankah memang demikian "kultur" masyarakat politik dewasa ini dijalankan? Tidak mau dianggap sebagai rakyat, tetapi selalu merasa diri sebagai wakil rakyat dan penyeru suara rakyat.
Ini tergambar dari ketiga cupu tersebut. Cupu Kenthiwiri, satu-satunya yang duduknya sengkleh (doyong). Menunjukkan bahwa sebenarnya rakyat banyak sudah sangat lelah, bukan saja lelah menghadapi realitas hidup, tetapi terutama lelah dijadikan "atas nama".
Silahkan untuk percaya atau tidak, saya hanya ingin berkabar.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews