Pak Harto saat berkuasa tidak pernah bertindak konyol menangkap dan mengintimidasi putra-putri proklamator. Apalagi menuding mereka dengan tindakan makar secara keji dan semena-mena.
Bahkan terkait kasus insiden berdarah 27 juli 1996, yang saat itu diduga melibatkan Megawati Soekornoputri, sama sekali tidak diusik. Padahal peristiwa tersebut membuat Soeharto marah besar.
Menariknya, ketika Soeharto tumbang, Megawati tampil sebagai Wakil Presiden dan kemudian jadi Presiden, secara diam-diam sangat bersimpati dan santun terhadap Pak Harto dan keluarganya.
Begitu pula Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sepuluh tahun berkuasa walaupun sering terlibat sengketa politik dengan Ketum PDI-P Megawati, tapi tidak pernah menunjukan sikap arogan dan jumawa.
Bagaimana dengan Presiden Joko Widodo? Jelas punya hubungan spesial, bahkan Megawati menganggapnya seperti anaknya sendiri. Kecuali Rachmawati Soekarnoputri terlanjur mengambil jarak dan bersikap kritis.
Soekarno sebagai pendiri NKRI, setelah wafat tidak meninggalkan harta warisan bagi keluarganya. Sejarah tentang perjuangan, pengorbanan dan cintanya kepada republik ini sangat luar biasa.
Asbab itu, penguasa dari masa ke masa berusaha melindungi dan menjaga martabat putra-putri Proklamator. Tindakan itu sebagai bentuk kecintaan kepada Bung Karno. Namun apa yang kini terjadi?
Bertepatan saat aksi Bela Islam pada tanggal 2 Desember, publik dikagetkan dengan munculnya berita penangkapan Rachmawati Soekarnoputri dan sejumlah aktivis serta purnawirawan TNI.
Putri tercinta Soekarno dan sejumlah tokoh kritis, yakni; pejuang reformasi Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, aktivis 1978 Hatta Taliwang, musisi Ahmad Dhani dan beberapa mantan jenderal TNI.
Mereka dituduh bertujuan melakukan makar kepada pemerintahan Jokowi. Dugaan itu merujuk pada serangkaian aktivitas politik yang dilakukan jelang aksi seperdamai 212 yang dihadiri oleh jutaan ummat Islam.
Beberapa jam setelah operasi penangkapan, ketika diminta konfirmasi oleh pers, Presiden Jokowi tidak mau menanggapi, cuma menegaskan: “Tanyakan saja ke Kapolri,” ujar Jokowi saat berada di kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Sampai sejauh ini pun Presiden lebih memilih diam. Sikap tersebut menimbulkan spekulasi: Apakah operasi penangkapan dan tuduhan makar atas perintah pihak Istana atau merupakan inisiatif Kepala Kepolisian Jenderal Tito Karnavian?
[irp posts="2254" name="Isu Makar Menyatu Dengan Gerakan Anti Ahok"]
Sikap Politik Rachmawati
Pasca Pemilu Presiden 2014, Rachmawati Soekarnoputri getol melakukan perlawanan secara terbuka kepada presiden terpilih Joko Widodo. Dengan lantang mengajak publik untuk bersikap kritis dan waspada!
Salah satu tuntutan dan desakan yang konsisten disuarakan adalah terkait dengan mega skandal BLBI. Kasus ini telah merugikan keungan negara ratusan triliun rupiah dan hingga kini tidak dituntaskan.
"Ini cukup lama tetapi tidak tersentuh oleh lembaga KPK, yaitu masalah BLBI. Karena itu persoalan akumulatif, negara alami kerugian Rp 700 triliun," kata Rachmawati.
Menurutnya, akibat penyelewengan dana BLBI itu, negara harus membayar Rp 60 triliun. Uang yang diambil untuk menalanginya itu dari pembayaran pajak rakyat. ”Sangat tidak adil dan menurut saya zalim," katanya sebagaimana dikutip Tribunnews.com.
Apakah perjuangan keadilan Rachmawati tersebut yang membuat Presiden Jokowi panik dan gerah sehingga disinyalir mencari celah untuk menangkap dan mempermalukan putri Proklamator yang tak berdaya di kursi roda?
***
Faizal Assegaf (Ketua Progres 98)
join - facebook/faizal.assegaf
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews