Masya Allah, Bila Jokowi Ikut Doa dan Jumatan Akbar

Kamis, 1 Desember 2016 | 21:05 WIB
0
587
Masya Allah, Bila Jokowi Ikut Doa dan Jumatan Akbar

Ummat di negeri ini selalu gencar menyuarakan pentingnya membangun kebersamaan demi tegaknya ukhuwah Islamiyah, persaudaraan sesama Muslim. Sebuah ajakan yang mulia, sesuai anjuran Al Qur’an dan nasehat Baginda Nabi Muhammad SAW bahwa setiap pribadi Muslim adalah saudara.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda: “Seorang Muslim itu adalah saudara Muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzalimi dan meremehkannya dan jangan pula menyakitinya." (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim).

Terkait dengan rencana Aksi Bela Islam Jilid III dalam bentuk doa dan jumatan akbar oleh berbagai elemen masyarakat di Monas pada tanggal 2 Desember 2016 besok, sangatlah elok bila Presiden Joko Widodo serta para tokoh nasional ikut hadir dan melebur.

[caption id="attachment_2195" align="alignleft" width="300"] Aksi 411[/caption]

Dari titik itu, menjadi momentum penting untuk saling bersilaturahmi. Apalagi Jokowi secara terbuka telah menegaskan: ”Siapa yang bilang ada demo (2 Desember)? Yang ada doa bersama, baik itu sebelum Jumatan maupun setelah Jumatan.”

[irp posts="2168" name="Demo 212; Unjuk Rasa, Unjuk Soliditas, dan Unjuk Kelemahan"]

Pernyataan Jokowi merujuk pada hasil pertemuan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Yakni bersepakat bahwa kehadiran massa Islam di Monas adalah murni kegiatan agama bukan politik!

"Saya mempercayai komitmen yang telah dibuat," ujar Jokowi. Kalau sudah demikian, mengapa Jokowi enggan untuk menemui para pendemo yang mengusung tajuk aksi superdamai dalam bentuk zikir, doa dan jumatan akbar?

Ihwal pertanyaan itu semakin bergulir. Sebagian kalangan berpendapat sangat bijak bila Jokowi sebagai pribadi Muslim dan sekaligus pemimpin nasional menunjukkan jiwa besar untuk hadir berdoa dan sholat Jumat bersama ummat Islam.

[irp posts="2105" name="Idealnya Jokowi Jadi Khotib di Aksi Jumatan 2 Desember"]

Namun tampaknya ajakan tulus dan penuh simpati tersebut ditanggapi penuh hati-hati oleh kalangan Istana. Diduga terkait faktor keamanan, di mana jumlah massa diperkirakan sangat besar, bahkan pihak GNPF MUI mengklaim bakal mencapai tiga juta orang.

Selain itu kegiatan tersebut merupakan kelanjutan dari aksi damai yang menuntut penuntasan kasus penistaan agama. Asbab tuntutan itu mungkin membuat Jokowi sebagai “sohib dekat” Basuki Tjahja Purnama alias Ahok berada dalam posisi dilematis.

Kalau saja Jokowi tidak punya hubungan spesial dengan Ahok, barang kali Jokowi akan bebas menemui para pengunjuk rasa. Tapi tampaknya Jokowi disinyalir tersandera dan kian terjepit oleh desakan publik yang terus menuntut agar Ahok segera ditangkap dan dipenjarakan.

Kecurigaan itu terlihat saat aksi demo besar 4 November, Jokowi dituding terpaksa “menjauh” dari Istana dan berusaha menghindar agar tidak bertemu dengan perwakilan demonstran. Tapi kali ini mereka tidak lagi berdemo tapi berdoa dan sholat Jumat, akankah Jokowi mengambil sikap serupa?

Pak Jokowi, ummat Islam yang kini turun ke jalan harus dipahami hanya menuntut keadilan dalam kasus penistaan agama. Aksi mereka pun sangat damai dan kini berencana akan lebih superdamai, jadi tidak ada alasan untuk menghindar!

[irp posts="2162" name="Misteri JK-Wiranto dan Isu Makar Jelang Demo 212"]

Apalagi gerakan anti Ahok sampai sejauh ini terbukti berlangsung tertib dan makin mendapat dukungan luas di masyarakat. Saya kira Jokowi sebagai pribadi muslim dan sekaligus Presiden yang dipilih oleh mayoritas ummat Islam di Pilpres 2014 dapat bertindak bijak.

Saatnya Presiden dan ummat Islam saling berangkulan, bersinergi secara positif dan memperkuat silaturahim. Apapun perbedaan aspirasi, tidak ada alasan untuk mengambil jarak serta terjebak dalam dinamika politik serba hasutan oleh prasangka!

***

Faizal Assegaf

join facebook/faizal.assegaf