Misteri JK-Wiranto dan Isu Makar Jelang Demo 212

Senin, 28 November 2016 | 15:42 WIB
0
982
Misteri JK-Wiranto dan Isu Makar Jelang Demo 212

Sejak Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian melempar isu panas adanya rencana makar, situasi politik langsung mendidih. Pernyataan kontraversial tersebut menuai protes keras dari para penggerak Aksi Bela Islam. Kapolri dituding “menyebarkan fitnah” untuk membelokkan aspirasi ummat.

Khusus di media sosial, tuduhan Tito Karnavian memicu kemarahan secara sporadis. Aneka postingan dari kelompok anti Ahok muncul dalam berbagai bahasa protes keras dan akhirnya Kapolri meralat pernyataannya; “Saya tidak pernah menuduh massa anti Ahok ingin makar.”

Sejak isu makar bergulir, saya mencoba meneropong aktivitas politik Jusuf Kalla (JK). Namun nyaris tidak ada satupun berita yang mengutip pendapat atau sanggahan dari JK. Bahkan para aktor penting di lingkaran Istana Wakil Presiden terlihat senyap dan bungkam!

Berbeda dengan Menko Polhukam Wiranto yang begitu reaktif menggiring opini untuk memperkuat pernyataan Kapolri. "Dalam konsep pengamanan, kita selalu mengambil satu langkah menghadapi keadaan yang paling buruk, dan ini tidak bisa didiskusikan secara terbuka," ucap Wiranto di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis, 24 November 2016, sebagai diberitakan Tempo.co.

Sebelumnya, Kapolri menegaskan aksi yang digagas Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI itu berpotensi pada upaya penggulingan pemerintah atau makar. Ia mengaku mendapat informasi intelijen bahwa ada penyusup di balik rencana demo itu.

Wiranto membenarkan sikap kepolisian tidak dimaksut untuk memicu keresahan dan menakut-nakuti masyarakat. "Justru terbalik," tuturnya. Tegasnya mengantisipasi aksi anti Ahok ditunggangi oleh kelompok terkait.

Ihwal laporan intelijen tidak dijelaskan lebih rinci, tapi lucunya Wiranto dan Tito Karnavian kompak menjawab bahwa informasi makar “dipungut” dari dunia maya. Kejanggalan itu spontan diplintir dan dicemoh oleh ribuan netizen (pengguna media sosial).

Hasilnya isu makar dinilai akal-akalan dan publik lebih memilih merujuk pada bantahan Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu; "Siapa yang makar? Saya tidak dengar itu. Intelejen saya tidak dengar itu. Kita negara hukum, taat hukum, kalau terjadi, kita tindak tegas," katanya sebagaimana dikutip Tribunnews.com.

Kedekatan Ormas Islam dengan Wiranto dan JK

Sebenarnya mayoritas pengunjuk rasa yang mengusung isu gerakan bela Islam terbukti memilih aksi damai. Mereka hanya fokus mencari keadilan dengan mendesak aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus penistaan agama oleh Ahok.

Tapi aksi bela Islam bergulir liar menjadi pertentangan serius dan terlanjur dicurigai telah ditunggangi oleh kepentingan politis. Apalagi sejumlah elite tampil memanas-manasi situasi, termasuk mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dituding ikut memprovokasi aksi 4 November.

[irp posts="2128" name="Agama Dihina SBY Gusar, tapi Prabowo Cuma Pamer Kuda!"]

Kalau pemerintah, Kapolri dan Panglima TNI dapat mengoptimalkan jaringan yang tersedia secara cerdas dan elegan, maka aksi bela Islam tidak akan muncul lagi dalam ancaman demo susulan. Tapi yang disayangkan, pendekatan arogansi dan represif justru tanpa disadari telah ikut memompa keresahan ummat.

Lakon penguasa dan aparat penegak hukum oleh sejumlah kalangan justru dicurigai adanya konflik internal di tubuh pemerintah. Apalagi jauh sebelum adanya demo besar-besaran tanggal 4 November, Wakil Presiden Jusuf Kalla melontarkan seruan terbuka untuk tidak memilih Ahok di Pilgub DKI Jakarta.

Pada peringatan HUT ke-50 Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu 28 September misalnya JK menyerukan kader HMI yang memiliki hak pilih dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 untuk memilih Anies atau Sylviana. "Pokoknya pilih saja, mudah-mudahan salah satunyalah. Dua calon tokoh kita," kata JK sebagaimana diberitakan Jpnn.com.

Jusuf Kalla dan Wiranto adalah dua figur nasional yang memiliki hubungan kuat dengan kalangan tokoh dan berbagai aktivis Ormas Islam. Bahkan Wiranto di masa lalu dicurigai menyokong lahirnya FPI serta punya rekam jejak dengan “proyek politik” pembentukan “Pam Swakarsa” di penghujung tahun 1998.

Kedua tokoh tersebut ketika Pilpres 2014 juga dianggap mewakili aspirasi politik ummat Islam untuk memenangkan Jokowi. Pada saat itu, sebagian besar Ormas Islam bisa melebur, bersatu-padu dengan JK dan Wiranto, tapi mengapa kini terkesan saling mengambil jarak?

Perubahan sikap para tokoh dan aktivis Islam menimbulkan spekulasi. Sebagian kalangan mencurigai adanya “gerakan tambahan” dari dalam pemerintah dengan membiarkan Aksi Bela Islam terus bergelombang dan menjadi besar.

Dan lebih ekstrim lagi, muncul pendapat atau dugaan bahwa Jusuf Kalla belum puas dua kali menjadi Wapres, ada ambisi terselubung untuk mencari peluang menduduki kursi Presiden. Begitu pula Wiranto, tidak mustahil boleh gagal sebagai Cawares Pemilu 2009 (berpasangan dengan Capres JK), kini menemukan momentum untuk naik tahta menjadi Wapres.

Jangan lupa, Ormas-ormas Islam yang kini tampil terdepan dengan dalih membela Islam jika tidak diantisipasi secara serius, maka akan berujung petaka politik bagi kekuasaan Jokowi. Awal petaka itu tergantung pada situasi aksi demo 2 Desember, bila gerakannya makin membesar maka dugaan makar yang disuarakan Kapolri terbukti sahih!

***

Faizal Assegaf (Ketua Progres 98)