Meski pidato disampaikan secara singkat dengan penampilan santai mengenakan jaket warna cokelat gaya milenial, Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyampaikan pesan secara tegas, bahwa aksi unjuk rasa besar yang semula damai namun berakhir rusuh itu telah ditunggangi aktor-aktor politik.
Siapa "aktor-aktor politik" yang dimaksudkan Jokowi itu? Apakah "aktor politik" yang dimaksudkan Presiden Jokowi sama dengan istilah "aktor intelektual" sebagaimana yang sering terdengar pada zaman Presiden Soeharto dulu?
Dalam pidato lewat tengah malam, Sabtu 5 November 2016 di Istana Negara itu, Jokowi menekankan adanya "aktor-aktor politik". Artinya, banyak aktor yang terlibat, bukan hanya seorang. Aktor sejatinya berasal dari bahasa Inggris, actor, yang berarti "pelaku". Dalam film actor disebut pemeran.
"Kita menyesalkan kejadian bada Isya yang seharusnya sudah bubar tapi menjadi rusuh dan ini kita lihat telah ditunggangi aktor-aktor politik yang memanfaatkan situasi," kata Jokowi.
Sebagai Presiden/Panglima Tertinggi untuk tiga matra, Jokowi memiliki instrumen negara yang bekerja bukan hanya untuk kepentingannya, tetapi untuk kepentingan negara. Selain TNI dan Polri, Jokowi juga memiliki badan intelijen yang bekerja untuk negara.
Tentu saja Jokowi tidak asal bicara, dia tentu telah mendapat nama "aktor-aktor politik" penunggang unjuk rasa itu dari mesin intelijen yang bekerja untuknya, untuk negara.
[irp]
Percayalah, nama-nama "aktor-aktor politik" itu sudah ada di tangan Jokowi. Persoalan dia mau membuka atau tidak kepada publik, Jokowi selalu punya cara menyampaikannya lewat komunikasi politik tersendiri. Jelas di sini yang disasar adalah politikus, bukan aktor-aktor lainnya seperti TNI, Polri, FPI, apalagi aktor film laga.
"Aktor-aktor politik" itu tidak lain dari para politikus. Berbeda dengan istilah "aktor intelektual" zaman Soeharto yang lebih "mlipir", yang belum tentu politikus. "Aktor intelektual" bisa siapa saja, sedang "aktor politik" tidak punya makna lain selain politikus itu.
Pertanyaan yang lebih mengerucut lagi; siapa politikus-politikus yang dimaksudkan Jokowi itu?
Jika mau tebak-tebak buah manggis, "aktor-aktor politik" yang menunggangi itu bisa dua macam; pertama, yang terlibat langsung dalam demonstrasi besar 4 November atau yang dikenal "4 11" itu dalam arti yang turun langsung ke jalan dan berbaur dengan massa, dan kedua, politikus yang berada di balik layar yang tidak muncul saat demonstrasi berlangsung tetapi setidak-tidaknya sudah terlihat mengkondisikan diri sebelum pelaksanaan unjuk rasa.
Jika yang dimaksud "aktor-aktor politik" yang turun ke jalan langsung, dari televisi dan berita-berita media online sudah jelas terlihat siapa para politikus dimaksud. Mereka antara lain dua Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon serta mantan Ketua MPR Amien Rais.
"Duo F" -Fahri dan Fadli- berangkat bersama dari Gedung DPR untuk berbaur dengan rombongan pengunjuk rasa di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. "Kami berjanji akan memenuhi undangan dan sebentar lagi akan jalan ke sana untuk memenuhi janji itu," kata Fahri saat ditemui di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Jumat 4 November 2016 sebagaimana dikutip CNN Indonesia.
Fahri menjelaskan tiga alasan dan Fadli bergabung dengan para pengunjuk rasa;
Pertama, undangan para tokoh masyarakat dan tokoh agama secara langsung ditujukan kepada mereka. Kedua, DPR ingin menjadi jembatan bagi parlemen jalanan dengan parlemen ruangan dan kehadiran "Duo F" diharapkan bisa menunjukkan kedekatan dua jenis parlemen tersebut. Ketiga, unjuk rasa kali ini merupakan peristiwa penting yang harus diberi atensi lebih dan adanya dialektika positif bagi para penyelenggara negara.
Sementara Amien Rais yang bergabung dalam Gerakan Nasional Pendukung Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) berorasi di tengah pengunjuk rasa dengan membawa tongkat. Berbaju koko putih dan berpeci hitam, Amien memulai aksinya dengan berjalan kaki dari Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, menuju Gedung KKP yang merupakan kantor Bareskrim Mabes Polri.
Dalam orasinya Amien meminta Jokowi menuntaskan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. "Jokowi jangan main-main sama kuasa Allah," pesan Amien disambut gempita yel-yel massa.
[irp]
Apakah "aktor-aktor politik" yang menunggangi demonstrasi 4 November yang dimaksud Jokowi itu "Duo F" Fahri dan Fadli serta Amien? Meminjam istilah Nusron Wahid, hanya Jokowi yang berhak menafsirkannya. Yang jelas, Jokowi menyesalkan terjadinya kerusuhan pada aksi unjuk rasa yang semula berjalan damai itu.
Jokowi mengaku telah memerintahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk menerima perwakilan pengunjuk rasa didampingi Menko Polhukam, Mensesneg, Menteri Agama, Sekretaris Kabinet, Kapolri, dan Panglima TNI.
Menurut Jokowi, dalam pertemuan itu telah disampaikan proses hukum terhadap Ahok akan dilakukan secara tegas, tepat, dan transparan. "Biarkan aparat keamanan bekerja menyelesaikan proses penegakan hukum seadil-adilnya," kata Jokowi.
Tebak-tebak buah manggis "aktor-aktor politik" penunggang demonstrasi besar 4 November bisa dilakukan secara mudah dengan melihat para politikus yang terjun langsung dan berbaur bersama pengunjuk rasa, meski tidak ada jaminan mereka itulah yang dimaksud Jokowi.
Yang lebih sulit lagi adalah tebak-tebak buah manggis "aktor-aktor politik" yang menunggangi demonstrasi dan berada di balik layar serta tidak terlihat langsung di lapangan.
Tetapi meminjam lirik sebuah lagu, malaikat juga tahu siapa yang jadi.... aktor utamanya.
Ah, terlalu kalau sampai kamu tidak tahu!
***
[irp posts="1652" name="Jangan Terprovokasi Isu 4 November sebagai Perang Suci"!"]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews