Kemelut 4 November, TNI dan Polri Layak Dapat Apresiasi Tinggi

Sabtu, 5 November 2016 | 00:48 WIB
0
588
Kemelut 4 November, TNI dan Polri Layak Dapat Apresiasi Tinggi

Ada teriakan-teriakan mengarah ke aksi anarki selepas Jumat, 4 November 2016. Tapi, sepanjang hari itu, aksi demonstrasi yang digerakkan sekelompok organisasi massa berbasis agama, berjalan kondusif. Itu melegakan.

Tapi persoalan muncul justru bakda magrib, keributan mulai muncul, aksi bakar-membakar pun dimulai. Beberapa truk kepolisian tercatat menjadi korban pembakaran. Sebagian massa mulai beringas.

Satu hal yang kontras, di tengah sikap yang dipilih Polri dan TNI yang ikut dalam pengamanan aksi itu, justru mereka jadi korban. Tercatat  ada beberapa personil yang menjadi korban pemukulan hingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, pun sempat muncul dengan baju bernoda darah. Ya, darah dari salah satu prajurit yang sempat ditolong olehnya langsung.

Ini mungkin menjadi sejarah pertama di mana seorang Menkopolhukam yang menjadi "jenderal besar" bagi Polri dan TNI sekaligus turun langsung, berada di tengah massa, dan turut melihat langsung keletihan para prajurit yang harus menahan diri untuk tidak menggunakan kekerasan--meski mereka berwenang untuk itu.

[irp]

Aparat kepolisian dan TNI notabene sudah terlatih untuk menyikapi suatu kondisi darurat untuk melakukan apa saja yang memungkinkan. Tapi di saat keributan terjadi saat malam hari, mereka berusaha keras hanya menggunakan water canon dan gas air mata.

Terlebih lagi Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya, yang jauh-jauh hari sudah berusaha mengantisipasi berbagai kemungkinan. Kapolda Metro sendiri turut berada di lokasi, dan memberikan arahan kepada prajuritnya agar tidak melakukan kekerasan yang tidak perlu. Berikut Kapolri Tito Karnavian pun memberikan instruksi-instruksi agar mereka dapat mengendalikan suasana dengan cara selunak mungkin.

Front Pembela Islam, sebagai salah satu organisasi yang turut dan menjadi motor aksi, juga layak diapresiasi. Pasalnya, meski ada sebagian di antara mereka yang memperlihatkan kemarahan berlebihan, tapi masih ada yang bahkan turut melindungi aparat kepolisian agar tidak menjadi sasaran massa.

Tapi lagi-lagi apa yang dipentaskan aparat keamanan yang diturunkan ke lokasi layak mendapatkan respek setinggi-tingginya. Mereka mampu menghindar untuk tidak melakukan tindakan yang mengarah ke cedera parah atau bahkan kematian. Setidaknya hingga saya menulis artikel ini, tak ada nyawa yang melayang sia-sia, selain beberapa aparat sendiri yang terkapar karena menjadi sasaran massa.

Ini pemandangan baru. Bukan hal biasa, tentu saja.

Presiden Joko Widodo yang memilih tetap bekerja setelah beberapa hari sebelumnya melakukan berbagai langkah hingga menemui Prabowo Subianto dan beberapa ulama Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia. Tampaknya dia telah menyerahkan urusan pengendalian massa aksi hari ini kepada para aparatnya.

Di sinilah terlihat kekompakan dari Menkopolhukam hingga ke ke level bintara dan prajurit di kepolisian dan TNI.

Tak mudah mengatasi massa yang berjumlah puluhan ribu dan sedang terbakar emosi. Peluang kekerasan sangat besar terjadi. Kemungkinan timbulnya korban jiwa tak kalah besar. Tapi lagi-lagi, semua masih dapat terkendali.

Ini menjadi rapor bagus bagi pemerintahan saat ini, juga dalam kemampuan aparatur negara dalam berbagi tugas. Alhasil massa dapat menyampaikan sikap mereka, dan menunjukkan apa saja yang mereka inginkan, tanpa ketakutan. Terpenting lagi, tak ada korban cedera parah atau kehilangan nyawa.

Itu menjadi alasan paling pantas untuk menunjukkan bahwa aparat keamanan telah menunjukkan kinerja yang sangat humanis. Sekali lagi, ini bukanlah pekerjaan mudah.

[irp]

Lebih jauh, saya menangkap ini sebagai sebuah indikator sebuah revolusi mental yang pernah digaungkan oleh Jokowi. Jika di masa lalu demonstrasi kerap berakibat fatal, bahkan ada mahasiswa yang membakar diri akibat kekecewaan pada salah satu presiden, sekarang teratasi dengan bijak dan humanis.

Di antara bukti lain, saat kepolisian dari kalangan Brigade Mobil membentuk pasukan Asmaul Husna, ini pun menjadi sebuah terobosan yang penting. Mereka berusaha menaklukkan massa lewat sesuatu yang tak lazim di dunia pengamanan, spiritual.

Terlepas logis tidaknya bagi kalangan lain, namun mengingat sasaran massa kali ini datang dari kalangan religius, akhirnya langkah itu menunjukkan hasil.

Sudahlah, lupakan sejenak beberapa ulah Polantas yang pernah membuat Anda jengkel. Sekarang publik di negara ini dapat melihat, bahwa rakyat dan pelayan mereka saat ini tak lagi sebagai dua kutub yang berlawanan. Mereka masih dapat bersinergi, dan masih bisa saling menghargai; menghargai nyawa, terutama. Tabik untuk TNI dan Polri.

***