Bagi saya, gonjang-ganjing Undang-undang Pilkada yang beberapa waktu lalu disahkan merupakan isu yang aktual. Memang sudah cukup lama berlalu, bagai angin yang bertiup dua musim lalu. Tapi, implementasinya ‘kan sekarang-sekarang ini, saat 101 daerah melangsungkan Pilkada serentak, termasuk Pilkada DKI Jakarta yang mengharu-biru, yang mengatasi 100 Pilkada lainnya.
Kenapa disebut mengharu-biru? Ya, semua gara-gara Ahok, semua gara-gara anggapan menjadi Gubernur DKI Jakarta adalah batu loncatan menjadi Presiden RI sebagaimana dilakukan Jokowi, semua gara-gara tiga pentolan elite partai Megawati-Prabowo-SBY yang turun gunung di perhelatan “Pilkada rasa Pilpres” ini. Itu yang disebut aktual.
Bagi kamu juga aktual tentunya. Aktual karena peristiwanya baru saja terjadi dan orang membicarakan atau membahasnya di mana-mana. Sudah pasti koran dan televisi dipenuhi para pakar dan pengamat yang membahas persoalan ini’ persoalan implementasi Undang-undang Pilkada, juga persoalan Pilkada DKI Jakarta yang sungguh sangat “seksi” dari sisi pemberitaan.
[irp]
Benar-tidak dan khususnya implikasinya jika undang-undang itu operasional, pasti akan dikupas tuntas. Benar-tidaknya Ahok yang bernama resmi Basuki Tjahaja Purnama sebagai pemicu gonjang-ganjing Pilkada DKI Jakarta, masih harus dibuktikan dan menjadi pembicaraan hangat media massa maupun media sosial.
Tetapi sekali lagi, para penulis opini dituntut untuk mencari NOVELTY, sebagaimana dalam uraian saya sebelumnya, atau kebaruan dari isu yang aktual itu. Sampai di sini paham, ‘kan? Semoga.
Baiklah, saya ambil contoh peristiwa masa lalu tetapi kebaruannya yang ditonjolkan, yang melekat pada isu aktual atas disahkannya revisi terhadap Undang-undang Pilkada itu dari sekadar walk-out-nya anggota parlemen dari Partai Demokrat, curcolnya SBY sebagai gegedug (ketua) partai berkuasa selama 10 tahun , dan mungkin ancaman serta sikap tersembunyi partai yang akan berkuasa dalam hal ini PDIP saat kalah dalam voting melawan Koalisi Merah Putih. Maksud saya, apa kira-kira senjata PDI-P untuk membalas kekalahan ini.
Akan tetapi, sebelum mencari hal-hal baru atau kebaruan dari sebuah isu, sebaiknya kamu kuasai dulu persoalan Pilkada yang hanya bagian kecil saja dari ilmu tatanegara. Minat saja belum cukup agar kamu bisa menulis opini yang tajam, dibutuhkan kepakaran. Ya, kamu harus pakar dong, setidak-tidaknya menguasailah! Jadi, penguasaan masalah lebih mengemuka dalam urusan menulis opini ini. Percaya deh, menguasai persoalan dengan baik akan memudahkan mencari dan menemukan hal-hal baru tersebut.
Fokus memang pada Undang-undang Pilkada, tetapi cobalah menengok undang-undang yang terkait dengan usulan wewenang baru DPRD yang diberi tugas memilih kepala daerah (gubernur dan bupati/walikota). Jadi, jangan gunakan kacamata kuda. Maka kamu wajib membuka-buka dan menelaah pasal demi pasal undang-undang yang terkait dengan Pilkada.
Kalau kamu teliti, maka bertemulah kamu dengan pasal 322 UU MD3 yang disahkan DPR Juli 2014 lalu. Wow, sudah dua tahun yang lalu ya! Coba periksa tugas dan wewenang DPRD yang ternyata HANYA mencakup TIGA hal saja; yakni Hak Interpelasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat. Lantas, di mana adanya wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah?
TIDAK ADA! Belum ada ketentuan dalam Undang-undang tersebut yang memberikan wewenang kepada DPRD untuk MEMILIH KEPALA DAERAH. Bertanyalah pada diri sendiri; apakah UU Pilkada yang sudah disahkan itu bisa langsung operasional atau bisa dilaksanakan tahun depan mengingat DPRD tidak atau BELUM PUNYA punya kewenangan memilih kepala daerah? Bagaimana agar DPRD punya kewenangan itu? Bukankah nanti ada semacam kebimbangan dan bahkan kevakuman dalam memilih kepala daerah?
Bagi saya, agar DPRD punya kewenangan memilih kepala daerah, yang pertama harus dilakukan adalah perubahan/penambahan terhadap pasal 322 UU MD3 tersebut terlebih dahulu. Boleh jadi inilah kartu trup yang bakal dimainkan PDIP dan para kameradnya untuk melumpuhkan UU Pilkada sehingga pemilihan kepala daerah tetap dilakukan langsung oleh rakyat. Ini baru kebaruan namanya!
Yeachhhh..... ilmu tatanegara memang rumit, Bro, tidak semua orang paham. Emang sih Hukum Tatanegara menuntut kepakaran, kecermatan, kesabaran, kepedulian. Konsekuensinya, yang menulis opini pun dituntut kepakarannya dalam bidang ini.
Tetapi bagi saya, ilmu apapun, sesederhana apapun ilmu itu, tetaplah menuntut kepakaran. Tidak melulu soal berat seperti ketatanegaraan ini.
Kalau saya lihat bagaimana anak-anak Indonesia main ice skating di mal-mal, tentulah orang yang pakar menulis mengenai ice skating adalah pelatih dan pemain ice skating itu sendiri. Kalau ditinjau dari gaya hidup, maka penulis opini yang menggeluti persoalan gaya hidup inilah yang akan tampil menulis.
[irp]
Nah, menulis persoalan ice skating saja di negeri ini sudah hal baru (aktual), apalagi menemukan kebaruan (novelty) dalam aktualitas tersebut, wong di negeri tropis ini nggak ada salju dan lapangan es beku, bukan? Es batu buat bikin "es campur" sih banyak. Tapi bukan berarti berarti kamu nggak bisa menulis ice skating loh. Sekarang, tinggal cari dan tentukan media arus utama mana yang pas terkait dengan apa yang kamu tulis. Ya kalau nggak ada media yang menerima tulisanmu, tayangakan saja di blogmu, repot amat!
Sebelum mengakhiri ulasan tentang melahirkan ide untuk menulis artikel, beberapa waktu lalu majalah ternama membahas laporan yang sangat bagus tentang atlet-atlet negara tropis menyabet emas di Olimpiade musim dingin. Bayangkan, atlet Filipina yang di negerinya tidak pernah ada salju sedikitpun tetapi mampu menyabet emas olimpiade musim dingin. Apa nggak gila, tuh!?
Lagi, negara Filipina yang negerinya panas membara (kalau legi terik matahari) itu bisa ikut serta di olimpiade musim dingin yang biasa diselenggarakan di Eropa pada musim dingin. Apa atletnya nggak membeku akibat kedinginan? Aneh, kan? Bukan aneh, itulah NOVELTY alias kebaruan yang saya maksudkan!
Mengapa Filipina bisa? Ini dia! Kamu bisa masuk dari pertanyaan “mengapa”. Lha, wong Indonesia saja yang puncak Cartensz di Papua sana diselimuti salju yang berarti punya musim dingin bersalju kok nggak bisa mengirimkan atletnya ke olimpiade musim dingin? Ada apa ini? Atau cukup pergi ke mal-mal saja yang menyediakan lapangan ice skating buatan hehehe....
So, come on… serius, ini menarik, bukan?
Tapi baiklah, pembahasan akan saya lanjutkan nanti... (bersambung)
***
[irp posts="1278" name="IDE MENULIS OPINI (1) - Bukan Sekadar Kejar Aktualitas, Cari Novelty!"]
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews