Front Pembela Islam (FPI) dan organisasi kemasyarakatan lainnya merumuskan 9 “Risalah Istiqlal” saat berkumpul di Masjid Istiqlal Jakarta, Minggu 18 September 2016. Salah satu poin dari risalah itu mengimbau warga Jakarta untuk tidak memilih calon gubernur dan wakil gubernur non-Muslim dan haram hukumnya memilih pemimpin non-Muslim.
Motor Penggerak sekaligus juru bicara perumus “Risalah Istiqlal” itu tidak lain Imam Besar FPI Rizieq Shihab. Ia mengimbau partai-partai yang mendukung gubernur non-Muslim untuk segera mencabut dukungannya.
“Ini akan kita sampaikan kepada mereka secara fair, secara terbuka. Soal mereka terima, tidak terima, itu kan persoalan lain," kata Rizieq Shihab sesuai acara.
Satu hal yang terlupakan Rizieq, bahwa FPI sesungguhnya sudah sejak lama tidak mengakui Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sebagai gantinya, FPI punya "Gubernur DKI Jakarta Tandingan" bernama Fahrurrozi. Dengan adanya imbauan melalui "Risalah Istiqlal" ini diam-diam Rizieq masih mengakui Ahok sebagai gubernur dan melupakan Fahrurrozi sebagai gubernur versi FPI.
Meski tidak menyebut nama, imbauan ini jelas ditujukan kepada warga pemilih Jakarta untuk tidak menjatuhkan pilihannya kepada Ahok, Gubernur DKI Jakarta beragama Kristen sekaligus beretnis Tionghoa, yang kini mencalonkan sebagai gubernur petahana berpasangan dengan kader PDIP, Djarot Saeful Hidayat.
Namun demikian sampai ulasan ini diturunkan, PDIP belum secara resmi mengumumkan dukungannya kepada pasangan Ahok-Djarot. Bahkan nama Walikota Surabaya Tri Rismaharini sempat membayangi dan digadang-gadang lebih pantas didorong PDIP dibanding Ahok yang bukan kader tulen partai saat detik-detik batas akhir pencalonan. Apalagi survei terakhir menunjukkan, Risma mampu membayangi popularitas Ahok.
Keyakinan atas elektabilitas dan popularitas Risma yang membayangi Ahok inilah yang kemudian memunculkan gerakan "menjakartakan" Risma di berbagai tempat alias memaksa Risma hijrah ke Jakarta dari Surabaya.
Di sisi lain, dengan adanya “Risalah Istiqlal” yang dibesut Rizieq dan kawan-kawan ini justru akan semakin memantapkan partai berlambang banteng nyeruduk ini untuk segera mengumumkan pencalonan Ahok-Djarot.
Apa alasannya? Tidak lain karena pasangan Ahok-Djarot bercorak nasionalis-demokrat. Di bawah pimpinan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, PDIP sejak kelahirannya memang bercorak “Partai Sekular”. Adrenalin partai ini akan menggelegak justru jika mendapat lawan yang bercorak berlawanan secara diametral, dalam hal ini “Partai Islam”.
Memang Rizieq dan kawan-kawan bukan mewakili “Partai Islam”. Namun demikian semangat yang diusungnya melalui “Risalah Istiqlal” dan atribut ormas yang mengusungnya, tidak bisa lepas dari cap mewakili kepentingan Islam, yang kemudian bisa dimanfaatkan dengan leluasa oleh partai lainnya pengusung calon gubernur dan wakilnya yang kebetulan Muslim.
Apalagi diketakui, acara yang menelorkan “Risalah Istiqlal” ini dihadiri pula Didin Hafidudin, Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, dan Yusril Ihza Mahendra. Yusril mengaku kehadirannya sebatas jemaah, bukan karena acara yang dimotori Rizieq. Yusril adalah bakal calon gubernur DKI Jakarta juga, hanya sampai sekarang belum ada partai politik yang bersedia mengusungnya.
Dengan corak partai yang nasionalis-demokrat dan “sekular”, PDIP semakin terdorong untuk segera mengumumkan dukungannya kepada Ahok-Djarot sekaligus membuktikan “platform” politik partainya yang lebih disukai rakyat. Apalagi risalah ke-9 yang menyebutkan "Mengimbau kepada partai yang mendukung calon non-Muslim untuk mencabut dukungannya. Apabila tidak mengindahkan imbauan ini, maka diserukan kepada umat untuk tidak memilih partai tersebut", semakin membangunkan "macan PDIP" yang sedang tidur.
Partai-partai politik yang jelas-jelas bercorak Islam seperti PPP, PKB, PBB, dan PAN seharusnya dapat memanfaatkan “Risalah Istiqlal” ini untuk kepentingan bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang akan mereka usung. Sayang kalau “Partai-partai Islam” ini tidak menggoreng risalah yang jelas-jelas senafas dengan Islam itu untuk mendudukkan calonnya.
[caption id="attachment_909" align="alignleft" width="300"] Rizieq Shihab[/caption]
Adapun 9 "Risalah Istiqlal" yang dirumuskan FPI dan ormas lainnya itu sebagai berikut:
1. Kepada seluruh umat Islam merapatkan barisan untuk memenangkan pemimpin Muslim yang lebih baik.
2. Diserukan kepada partai pro-rakyat agar berupaya maksimal untuk menyepakati satu calon pasangan, calon gubernur Muslim.
3. Diserukan kepada seluruh umat Islam untuk beramai-ramai menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada DKI 2017.
4. Diserukan kepada seluruh umat Islam untuk berpegang kukuh kepada agamanya dengan hanya memilih calon Muslim, dan haram memilih non-Muslim dan haram pula golput.
5. Diserukan kepada kaum Muslimin untuk menolak, melawan, dan melaporkan segala bentuk suap, baik itu berbentuk money politic maupun serangan fajar.
6. Pentingnya partai politik pro-rakyat untuk memaksimalkan daya yang mereka miliki serta melibatkan seluruh potensi atau elemen umat untuk memenangkan pasangan cagub cawagub yang disepakati umat.
7. Mengokohkan ukhuwah dan mewaspadai segala bentuk fitnah dan adu domba yang ditujukan kepada calon yang diusung oleh umat.
8. Mengingatkan seluruh pengurus KPU DKI, RT/RW yang ditugasi sebagai KPPS untuk mengawal dan mengawasi jalannya Pilkada, agar terwujud Pilkada DKI yang jujur dan adil.
9. Mengimbau kepada partai yang mendukung calon non-Muslim untuk mencabut dukungannya. Apabila tidak mengindahkan imbauan ini, maka diserukan kepada umat untuk tidak memilih partai tersebut.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews