Bumerang, Inisiatif Bambang DH Membentuk Koalisi Kekeluargaan

Kamis, 11 Agustus 2016 | 08:16 WIB
0
412
Bumerang, Inisiatif Bambang DH Membentuk Koalisi Kekeluargaan

Main telikung dan main piting dalam dunia politik itu biasa. Saking sudah biasa dan dianggap mainan sehari-hari, para petugas partai pun bisa menelikung ketua umum partainya sendiri, termasuk yang terjadi pada Megawati Soekarnoputri.

Terbaca dari pernyataan Seretaris Jenderal PDIP Hasto Kristyanto yang merupakan orang kedua di partai berlambang banteng nyeruduk itu sebagaimana termuat Kompascom, Megawati tak pernah menginstruksikan PDIP bergabung dengan Koalisi Kekeluargaan. Begitu katanya.

Koalisi Kekeluargaan yang bisa disingkat KoKeluar terbentuk setelah bersepakatnya 7 pentolan partai politik level daerah untuk melawan calon gubernur petahana DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Meski telah bersepakat dalam sebuah persamuhan meriah, toh ketujuh pentolan partai itu tidak punya nyali mendukung pasangan calon gubernur yang akan dimajukannya.

Sebagai gantinya, meraka yang tergabung dalam KoKeluar meneriakkan sebuah yel yang epic, yakni "Ahok tumbang!" Bagaimana Ahok bisa tumbang wong mengusung lawan saja tidak berani! Masih mending politisi PIDP lainnya, Masinton Pasaribu, yang berani mengusung "Kambing Dibedaki".

Perlu diingatkan kembali sebagai catatan sejarah, ketujuh parpol yang tergabung dalam KoKeluar itu ialah Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Nahrowi Ramli, Ketua Umum DPW PKS DKI Jakarta Syakir Purnomo, Ketua PLT DPD PDIP DKI Jakarta Bambang DH, Ketua DPW PAN Eko Patrio, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta M. Taufik, Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abdul Azis, dan Ketua DPW PKB DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas.

Dari ketujuh partai itu yang menjadi pusat perhatian khusus adalah nama Bambang Dwi Hartono alias Bambang DH selaku Ketua PLT DPD PDIP DKI Jakarta. Bambang bukanlah "yesterday afternoon poltician", ia pernah menjabat Walikota Surabaya yang kini dijabat Tri Rismaharini alias Risma, juga pernah mengadu nasib menjadi calon gubernur Jawa Timur meski gagal.

Karena loyalitasnya kepada partai dan Megawati, Bambang bisa hijrah dari Surabaya ke Jakarta. Dalam berpolitik, ia jagonya. Minimal level "gubernur partai" untuk Jakarta sudah digenggamnya.

Akan tetapi dalam kasus KoKeluar dan kaitannya dengan pernyataan Sekjen Hasto Kristyanto bahwa Megawati selaku big boss partai yang tak pernah menginstruksikan PDIP bergabung dengan KoKeluar, nyatalah langkah "sotoy" Bambang DH sebagai blunder besar, minimal blunder bagi Bambang DH sendiri.

Blunder dengan "blender" ada kemiripan, yakni sama-sama menghancurkan dan meremukkan. Mengapa blunder? Sebab Megawati punya kalkulasi sendiri khusus untuk Pilkada Jakarta 2017 ini!

Sebagai "komodo"-nya politik Indonesia yang paling berani karena tanpa rasa takut pernah melawan Soeharto pada masa rezim Orba, Megawati adalah "si pemilik hati" yang bisa bikin semua politisi "baper" alias bawa perasaan masing-masing. Kadang para politisi ini tidak bisa menahan diri yang akhirnya cepat lahirnya KoKeluar secara prematur.

Sementara di sudut lain tiga partai pendukung Ahok yaitu Golkar, Nasdem, Hanura, tenang-tenang saja menghadapi Pilkada ini karena sudah pasti punya jagoannya sendiri. Koalisi tiga partai pendukung Ahok itu sebut saja sebagai KoGaNahan.

Sekarang kartu truf itu jelas berada dalam genggaman Megawati. Para petugas partai tidak boleh ngintip kartu itu, bahkan Bambang dan Hasto sekalipun. Mereka hanya boleh mengira-ngira saja.

Nah, perkiraan inilah yang kemudian bisa menjadi petaka ketika petugas partai seperti Bambang DH salah menafsirkan atau keliru menerjemahkan. Di sinilah pentingnya petugas partai kursus bahasa. Salah menafsirkan, bisa jadi bumerang mematikan bagi Bambang yang bisa berujung pada pencopotan posisinya sekarang ini selaku "Gubernur PDIP" DKI Jakarta.

Alhasil, terbaca dalam foto-foto yang tampak saat deklarasi KoKeluar itu dilaksanakan, wajah para petugas partai itu tidak hepi dan seperti menahan beban perasaan yang luar biasa berat karena belum mendapat "Restu Ibu" Megawati. Soekarnoputri.

***