Tujuh sekawan politisi dari tujuh partai politik yang menamakan diri Koalisi Kekeluargaan alias KoKeluar telah bersepakat menghadapi Pilkada DKI Jakarta 2017 mendatang dengan satu tekad, yakni mengusung calon gubernur "Siapapun" asalkan bukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok!
Kesepakatan taktis, pragmatis dan jelas-jelas berbau politis itu dicapai saat tujuh pentolan partai level provinsi bertemu di Jakarta, Senin 8 Agustus 2016. Bukan untuk main futsal atau volley ball, melainkan mencari jalan ke luar dari kebuntuan di mana PDIP belum juga mengusung bakal calon gubernur yang pas untuk melawan calon petahana, Ahok.
Terbentuknya KoKeluar ini kuat dugaan dimotori Plt Ketua DPD PDIP DKI Jakarta Bambang Dwi Hartono. Ironisnya, sampai saat ini PDIP belum mengumumkan siapa bakal calon gubernur yang akan dipanggungkan. Rupanya, Bambang cum suis mengambil "kebuntuan" ini sebagai kesempatan untuk unjuk gigi.
Tetapi, karena pembentukan KoKeluar ini tidak atas sepengetahuan atas restu Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, diperkirakan KoKeluar akan mengalami "ejakulasi dini" politik, yakni bubar sebelum benar-benar kelar.
Setelah kesepakatan dan kesepahaman tercapai, "the seven politician" itu langsung menggelar jumpa pers memaklumatkan kesepakatan yang telah mereka capai, berjabat-tangan, berpelukan, cipika-cipiki, lalu mengangkat tangan tinggi-tinggi, seakan-akan baru saja memenangi pertempuran.
Ketujuh politisi itu ialah Ketua DPD Partai Demokrat DKI Jakarta Nahrowi Ramli, Ketua Umum DPW PKS DKI Jakarta Syakir Purnomo, Ketua Plt DPD PDIP DKI Jakarta Bambang Dwi Hartono, Ketua DPW PAN Eko Patrio, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta M. Taufik, Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abdul Azis, dan Ketua DPW PKB DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas.
Satu hal yang tidak mereka antisipasi, khususnya Bambang DH dari PDIP, adalah kemungkinan ngambek atau mutungnya Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.
Mengapa bisa begitu? Sebab, bisa saja Megawati merasa dirinya ditelikung alias di-"fait accompli", di mana putri proklamator itu dipaksa menerima keadaan atau ketentuan yang harus diterimanya. Kecuali, Megawati sudah memberi restu atas aksi para jagoan ini!
Sebagimana diketahui, sampai saat ini Megawati belum juga mengambil putusan mengenai sosok yang akan dimajukan sebagai bakal calon gubernur DKI dari partainya yang dengan 28 kursi DPRD di tangan otomatis berhak mencalonkan tanpa harus berkoalisi.
Putusan KoKeluar di mana di dalamnya terdapat Bambang DH itu seperti menampar wajah PDIP yang seakan-akan kurang percaya diri dalam menghadapi Ahok sendiri. Apalagi, dengan kursi berlebih yang dimilikinya PDIP tidak harus bermitra dengan partai manapun, juga berkoalisi.
Tindakan KoKeluar bisa dimaknakan sebagai sebuah gertakan terang-terangan kepada Megawati agar segera menetapkan bakal calonnya. Publik mengetahui, Megawati justru politisi yang tidak mau digertak-gertak semacam itu, apalagi sekadar gertak sambal. Megawati punya cara tersendiri dalam mengambil keputusan.
Uniknya, meskipun ke-7 politisi itu terlihat gagah perkasa, namun mereka ciut dan tidak berani mengumumkan dua nama orang, bukan kambing dibedaki, untuk dijadikan pasangan calon yang akan diusung bersama. Akhirnya mereka sepakat hanya akan memilih pemimpin yang lebih baik dari Gubernur DKI Jakarta sekarang, Ahok.
Di lain pihak, dengan kematangan dan intuisinya dalam berhitung politik praktis-strategis, Megawati justru sedang menimang-nimang dua nama; Tri Rismaharini alias Risma dan Ahok itu sendiri.
Dengan pertimbangan yang matang namun belum diketahui putusannya itu, bisa jadi Megawati malah mendorong Ahok sebagai bakal calon gubernur dari PDIP, toh pendaftaran calon dari parpol ke KPU masih sekitar 7 pekan ke depan, yakni 19-21 September 2016. Bisa saja orang mengatakan hal ini sebagai "imposible", namun dalam rentang waktu itu, apapun bisa terjadi. Imposible bisa berubah menjadi I'm posible.
Jika kondisi ini terjadi, yakni Megawati memilih Ahok, cilaka duabelas bagi "Koalisi 7 Partai" yang juga menamakan dirinya KoKeluar itu, khususnya bagi Bambang DH. Blunder yang lebih besar dari sekadar ucapan Masinton Pasaribu dengan "kambing dibedaki"-nya dipastikan bakal terjadi lagi.
Meskipun matang secara politik, Bambang DH dan kawan-kawan rupanya tidak berpikir sejauh itu, yakni kemungkinan Megawati ngambek karena merasa ditelikung oleh manuver mereka. Adalah bencana jika di kemudian hari justru Ahok-lah yang dipilih oleh Megawati.
Mau tidak mau, Bambang DH harus bersiap-siap angkat koper sebagai pertanda tereliminasi dari Ibukota untuk kembali ke Surabaya membawa perlengkapan secukupnya. Jakarta memang kejam, Bung!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews