Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bukanlah orang kuat. Ia manusia biasa yang bisa dikalahkan. Persoalannya, lawan-lawan politiknya tidak pernah mempelajari kelemahannya. Mereka sibuk mencari-cari kesalahannya. Justru itulah kesalahan mereka.
Satu lagi cara sia-sia melawan Ahok ialah dengan modal teriak "Lawan Ahok!" sebagaimana ditunjukkan kader PDIP saat Pelaksana Tugas Ketua DPD PDIP DKI Jakarta Bambang DH melantik pengurus baru badan-badan organisasi partai berlambang banteng nyeruduk itu, Minggu 31 Juli 2016 di Jakarta.
Sebelum acara pelantikan, Bambang DH yang mantan walikota Surabaya ini menyampaikan sambutan di hadapan sejumlah kader partai militannya. Ia mengungkapkan, banyak warga yang pintar, tegas, dan berani di Jakarta untuk dijadikan gubernur dan wakil gubernur.
"Namun," kata Bambang DH menarik napas, "Pemimpin Jakarta tidak cukup hanya memiliki kualifikasi itu tetapi juga harus arif dan bijaksana kepada warganya. Jadi jangan sampai orangnya pintar, tapi 'minterin' rakyatnya. Tegas tapi tegasnya mengekspreksikan dengan umpat sana umpat sini seolah dia sendiri yang paling benar."
Tentu saja ucapan Bambang DH itu ditujukan kepada Ahok yang bakal melaju kembali pada Pilkada 2017 untuk berebut kursi DKI-1 sebagai sindiran, tidak mungkin ditujukan kepada ketua umum partainya sendiri, Megawati Soekarnoputri.
Saat Bambang berujar sedemikian epic, berteriaklah salah satu kader PDIP yang sampai berita ini diturunkan belum diketahui identitasnya, "Lawan Ahok!"
Ibarat api menyambar bensin, Bambang DH pun tersulut dengan cepat dan langsung berujar, "Nah, harus begitu!"
Lalu tanpa dikomando, akhirnya hampir seluruh kader PDIP di ruangan pelantikan tersebut menyerukan teriakan yang sama. "Lawan Ahok, lawan Ahok!"
Sebagai pemilik 28 kursi DPRD DKI, sebenarnya secara otomatis PDIP sudah bisa mengusung calon gubernur sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Syarat partai atau gabungan partai dapat mengusung calon gubernur adalah memiliki minimal 22 kursi.
Ahok sendiri sudah diusung trio parpol; Nasdem, Hanura, dan Golkar. Calon lainnya yang sudah dideklarasikan adalah Sandiaga Uno yang diusung Gerindra yang berkarib dengan PKS. Partai Demokrat yang sering digambarkan "mengambang", seperti biasa belum menentukan sikap.
Meski secara otomatis PDIP bisa langsung mendorong calonnya sendiri, namun partai penyuka warna merah merona ini seperti gamang, bingung, dan tidak tahu harus mengusung siapa. Padahal di partai ini terdapat politisi hebat seperti Puan Maharani, Tri Rismaharini, dan Bambang DH sendiri.
Sayangnya sampai berita ini diturunkan, PDIP masih tetap gamang dan malah mengembangkan "metoda baru" cara melawan Ahok, yaitu berteriak keras-keras, "Lawan Ahok!"
Teriakan "Lawan Ahok!" ini mengingatkan pada kebiasaan ketua umum PDIP Megawati yang berteriak di depan ribuan kadernya, "Merdeka! Merdeka! Merdekaaaa...!!!" di saat Indonesia telah lama merdeka sejak 17 Agustus 1945 dan yang memproklamasikan Kemerdekaan RI itu tidak lain ayahnya sendiri.
Berdasarkan pengamatan PpepNews! cara terbaik dan terefektif bagi PDIP untuk melawan Ahok adalah dengan merangkulnya, bukan malah menendangnya. Setelah dirangkul, kemudian dijadikannya calon gubernur dari PDIP, meski nantinya harus jabat erat dengan tiga partai pengusung Ahok terdahulu, yaitu Nasdem, Hanura, dan Golkar.
Apa boleh buat. Lebih baik kehilangan muka sementara, daripada hanya berteriak "Lawan Ahok!" selamanya. Insya Allah muka dapat segera ditemukan kembali.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews