Seperti yang dilansir laman agen sbobet Masjid Merah Panjunan, sebuah keindahan arsitektur Arab-Tionghoa, berdiri megah di Kota Cirebon, Jawa Barat, menawarkan pesona sejarah yang memikat dan nilai seni yang tak ternilai.
Renovasi yang dilakukan pada masjid ini, yang kemudian diabadikan dengan nama Jalan Panjunan, telah menghidupkan kembali kejayaannya dan menjadikannya sebagai salah satu benda cagar budaya yang berharga.
Didirikan pada tahun 1480 oleh tokoh besar, Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan, masjid ini menghadirkan warisan dari seorang keturunan Arab yang memimpin kelompok imigran dari Bagdad.
Pangeran Panjunan, yang kemudian menjadi murid dari Sunan Gunung Jati, memberikan masjid ini sebagai tempat ibadah bagi komunitasnya. Bangunan yang sangat tua ini menggambarkan keberagaman budaya yang unik di kawasan ini.
Terletak di Kampung Panjunan, masjid ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Kawasan ini, dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pengrajin tembikar atau jun, menciptakan suasana khusus yang membawa daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Begitu memasuki kompleks Masjid Merah Panjunan, pengunjung dapat merasakan aura sejarah yang masih hidup dalam setiap detail bangunan.
Awalnya, masjid ini disebut Musholla Al-Athya. Namun, pesona masjid ini semakin melambung tinggi karena dindingnya yang terbuat dari bata merah, memberikan padanan elegan yang memantulkan kecantikan dan kekayaan sejarah.
Inilah yang kemudian membuatnya dikenal luas dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.
Masjid ini, semula hanya sebuah tajug atau musholla sederhana, menjadi saksi perkembangan dan pertemuan berbagai suku bangsa yang berdagang di sekitar lingkungan tersebut.
Keunikan masjid ini tak hanya terletak pada arsitekturnya yang memukau tetapi juga pada peranannya sebagai tempat berkumpulnya masyarakat yang beraneka ragam.
Keberadaan Masjid Merah Panjunan juga memberikan nuansa tersendiri di Kampung Panjunan. Kehidupan sehari-hari masyarakat yang berkumpul di sekitar masjid, menjadikannya lebih dari sekadar tempat ibadah.
Masjid ini menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan yang memperkaya budaya lokal.
Dengan dimasukkannya Masjid Merah Panjunan sebagai benda cagar budaya, langkah-langkah pelestarian dan pemeliharaan menjadi semakin penting.
Pengunjung dapat menjelajahi kekayaan sejarah dan seni yang tersimpan di dalamnya. Melihat indahnya arsitektur, mendengarkan bisikan sejarah dari setiap sudutnya, dan meresapi keragaman budaya di sekitarnya.
Sebagai destinasi wisata sejarah, Masjid Merah Panjunan tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga merangkul peran sebagai penjaga keberagaman budaya.
Melangkah di dalam kompleks masjid ini bukan hanya sebuah perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan menelusuri kisah masa lalu yang kaya dan penuh makna.
Ternyata Banyak Ornamen Masjid Merah Panjunan di Kota Cirebon yang Dicuri
Salah satu permasalahan yang mulai menggerogoti keelokan Masjid Merah adalah aksi pencurian yang dilakukan terhadap piring-piring cantik yang menghiasi dinding masjid.
Piring-piring ini, karya seni dari Putri Ong Tien, menuturkan banyak kisah di masa lampau. Sayangnya, keindahan ini terancam punah karena banyak piring yang dicongkel dan dicuri.
Sang pengurus masjid menyampaikan keprihatinannya bahwa piring-piring yang dicuri tidak hanya menyisakan beberapa buah saja, tetapi bahkan ada sisi dinding yang telah habis dicongkel, meninggalkan kerusakan yang menyakitkan hati.
Alasan di balik aksi pencurian ini cukup mengkhawatirkan. Banyak orang, tergiur oleh omongan bahwa satu piring saja yang dijual bisa menjadi modal untuk membeli satu rumah, terkesan gelap mata dan tanpa izin mengambil bagian berharga dari sejarah dan seni ini.
Meskipun upaya telah dilakukan untuk melindungi Masjid Merah sebagai cagar budaya, aksi ini terus terjadi, merusak keutuhan bangunan dan merampas bagian dari identitas kulturalnya.
Perlindungan hukum telah diberikan kepada Masjid Merah Panjunan melalui Surat Keputusan Wali Kota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010.
Pasal 105 dalam undang-undang tersebut dengan tegas mengancam pelaku yang merusak cagar budaya dengan hukuman pidana penjara dan denda yang signifikan. Namun, tampaknya, ketakutan akan hukuman ini tidak cukup untuk menghentikan aksi pencurian yang terus berlanjut.
Selain piring-piring yang menjadi korban, sirap atau puing-puing kayu dari atap masjid juga menjadi incaran. Kayu jati dari Kalimantan ini, bagian yang rapuh dari atap yang sudah berumur ratusan tahun, diambil secara diam-diam.
Misteri dan kepercayaan yang melekat pada sirap, diyakini sebagai bagian dari para Wali Sanga yang berdoa di masjid, menjadi daya tarik tersendiri.
Namun, di balik keyakinan ini, banyak kisah menyedihkan yang muncul, dengan orang-orang yang sakit setelah membawa sirap pulang tanpa izin.
Meski masyarakat sekitar hanya bisa berharap agar para pengunjung menghormati Masjid Merah dan tidak merusak keindahan serta keutuhan sejarahnya, tetap saja tantangan pelestarian yang dihadapi masjid ini menjadi panggilan untuk tindakan lebih lanjut.
Keberlanjutan dan kelestarian Masjid Merah Panjunan memerlukan kerjasama masyarakat, kesadaran akan nilai-nilai budaya, dan penegakan hukum yang konsisten agar sejarah dan seni yang terkandung di dalamnya dapat terus dipersembahkan untuk generasi mendatang.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews