Eksplorasi Keindahan dan Sejarah Masjid Merah Panjunan di Kota Cirebon

Kamis, 30 November 2023 | 06:22 WIB
0
63
Eksplorasi Keindahan dan Sejarah Masjid Merah Panjunan di Kota Cirebon
Sejarah Masjid Merah Panjunan di Kota Cirebon

Seperti yang dilansir laman agen sbobet Masjid Merah Panjunan, sebuah keindahan arsitektur Arab-Tionghoa, berdiri megah di Kota Cirebon, Jawa Barat, menawarkan pesona sejarah yang memikat dan nilai seni yang tak ternilai. 

Renovasi yang dilakukan pada masjid ini, yang kemudian diabadikan dengan nama Jalan Panjunan, telah menghidupkan kembali kejayaannya dan menjadikannya sebagai salah satu benda cagar budaya yang berharga.

Didirikan pada tahun 1480 oleh tokoh besar, Syarif Abdurrahman atau Pangeran Panjunan, masjid ini menghadirkan warisan dari seorang keturunan Arab yang memimpin kelompok imigran dari Bagdad. 

Pangeran Panjunan, yang kemudian menjadi murid dari Sunan Gunung Jati, memberikan masjid ini sebagai tempat ibadah bagi komunitasnya. Bangunan yang sangat tua ini menggambarkan keberagaman budaya yang unik di kawasan ini.

Terletak di Kampung Panjunan, masjid ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Kawasan ini, dikenal sebagai tempat berkumpulnya para pengrajin tembikar atau jun, menciptakan suasana khusus yang membawa daya tarik tersendiri bagi pengunjung. 

Begitu memasuki kompleks Masjid Merah Panjunan, pengunjung dapat merasakan aura sejarah yang masih hidup dalam setiap detail bangunan.

Awalnya, masjid ini disebut Musholla Al-Athya. Namun, pesona masjid ini semakin melambung tinggi karena dindingnya yang terbuat dari bata merah, memberikan padanan elegan yang memantulkan kecantikan dan kekayaan sejarah. 

Inilah yang kemudian membuatnya dikenal luas dengan sebutan Masjid Merah Panjunan.

Masjid ini, semula hanya sebuah tajug atau musholla sederhana, menjadi saksi perkembangan dan pertemuan berbagai suku bangsa yang berdagang di sekitar lingkungan tersebut. 

Keunikan masjid ini tak hanya terletak pada arsitekturnya yang memukau tetapi juga pada peranannya sebagai tempat berkumpulnya masyarakat yang beraneka ragam.

Keberadaan Masjid Merah Panjunan juga memberikan nuansa tersendiri di Kampung Panjunan. Kehidupan sehari-hari masyarakat yang berkumpul di sekitar masjid, menjadikannya lebih dari sekadar tempat ibadah. 

Masjid ini menjadi pusat kegiatan sosial dan keagamaan yang memperkaya budaya lokal.

Dengan dimasukkannya Masjid Merah Panjunan sebagai benda cagar budaya, langkah-langkah pelestarian dan pemeliharaan menjadi semakin penting. 

Pengunjung dapat menjelajahi kekayaan sejarah dan seni yang tersimpan di dalamnya. Melihat indahnya arsitektur, mendengarkan bisikan sejarah dari setiap sudutnya, dan meresapi keragaman budaya di sekitarnya.

Sebagai destinasi wisata sejarah, Masjid Merah Panjunan tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga merangkul peran sebagai penjaga keberagaman budaya. 

Melangkah di dalam kompleks masjid ini bukan hanya sebuah perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan menelusuri kisah masa lalu yang kaya dan penuh makna. 

Ternyata Banyak Ornamen Masjid Merah Panjunan di Kota Cirebon yang Dicuri

Salah satu permasalahan yang mulai menggerogoti keelokan Masjid Merah adalah aksi pencurian yang dilakukan terhadap piring-piring cantik yang menghiasi dinding masjid. 

Piring-piring ini, karya seni dari Putri Ong Tien, menuturkan banyak kisah di masa lampau. Sayangnya, keindahan ini terancam punah karena banyak piring yang dicongkel dan dicuri. 

Sang pengurus masjid menyampaikan keprihatinannya bahwa piring-piring yang dicuri tidak hanya menyisakan beberapa buah saja, tetapi bahkan ada sisi dinding yang telah habis dicongkel, meninggalkan kerusakan yang menyakitkan hati.

Alasan di balik aksi pencurian ini cukup mengkhawatirkan. Banyak orang, tergiur oleh omongan bahwa satu piring saja yang dijual bisa menjadi modal untuk membeli satu rumah, terkesan gelap mata dan tanpa izin mengambil bagian berharga dari sejarah dan seni ini. 

Meskipun upaya telah dilakukan untuk melindungi Masjid Merah sebagai cagar budaya, aksi ini terus terjadi, merusak keutuhan bangunan dan merampas bagian dari identitas kulturalnya.

Perlindungan hukum telah diberikan kepada Masjid Merah Panjunan melalui Surat Keputusan Wali Kota Cirebon Nomor 19 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. 

Pasal 105 dalam undang-undang tersebut dengan tegas mengancam pelaku yang merusak cagar budaya dengan hukuman pidana penjara dan denda yang signifikan. Namun, tampaknya, ketakutan akan hukuman ini tidak cukup untuk menghentikan aksi pencurian yang terus berlanjut.

Selain piring-piring yang menjadi korban, sirap atau puing-puing kayu dari atap masjid juga menjadi incaran. Kayu jati dari Kalimantan ini, bagian yang rapuh dari atap yang sudah berumur ratusan tahun, diambil secara diam-diam. 

Misteri dan kepercayaan yang melekat pada sirap, diyakini sebagai bagian dari para Wali Sanga yang berdoa di masjid, menjadi daya tarik tersendiri. 

Namun, di balik keyakinan ini, banyak kisah menyedihkan yang muncul, dengan orang-orang yang sakit setelah membawa sirap pulang tanpa izin.

Meski masyarakat sekitar hanya bisa berharap agar para pengunjung menghormati Masjid Merah dan tidak merusak keindahan serta keutuhan sejarahnya, tetap saja tantangan pelestarian yang dihadapi masjid ini menjadi panggilan untuk tindakan lebih lanjut. 

Keberlanjutan dan kelestarian Masjid Merah Panjunan memerlukan kerjasama masyarakat, kesadaran akan nilai-nilai budaya, dan penegakan hukum yang konsisten agar sejarah dan seni yang terkandung di dalamnya dapat terus dipersembahkan untuk generasi mendatang.