Pasang Naik Kulit Berwarna dan Rasialisme di Amerika

Rasialisme adalah fenomena lama di Amerika yang setiap saat dapat muncul kembali ke permukaan. Kemunculannya dapat menjadi dahsyat, ketika yang memimpin negeri itu orang macam Trump.

Rabu, 17 Juni 2020 | 08:07 WIB
0
244
Pasang Naik Kulit Berwarna dan Rasialisme di Amerika
Pasang Naik Kulit Berwarna (Foto: tokopedia.com)

Masih dalam suasana peringatan ulang tahun Presiden pertama RI Soekarno, 6 Juni, dan suasana terkini gelombang demonstrasi anti rasialisme yang tengah berlangsung di Amerika, saya teringat salah satu buku lama yang sering dikutip Soekarno. Buku itu karya penulis Amerika Lothrop Stoddard, The Rise Tide of Color, yang terbit satu abad lalu (1920).

Begitu berpengaruhnya buku itu bagi Soekarno, sehingga dia memprakarsai penerbitannya dalam bahasa Indonesia berjudul PASANG NAIK KULIT BERWARNA (terbit tahun 1966).

Bukan saja memprakarsai terjemahannya, Soekarno juga menulis Kata Pengantar. Bahkan Soekarno meminta ditambahkan satu bab baru dalam buku terjemahan ini. Judulnya "Pasang Naik Gerakan Nasional di Indonesia".

Lothorp Stoddard, jurnalis dan ilmuwan politik lulusan Universitas Harvard dan Boston adalah sosok kontroversial, seperti juga karya-karyanya yang menimbulkan debat pro-kontra. Dia pendukung paham "white supremacy".

Pikiran-pikirannya yang disebut "pembenaran ilmiah" terhadap rasialisme, sering menjadi rujukan penting saat itu. Misalnya konsepnya tentang "Under-man" atau "Untermensch" menjadi referensi penting bagi kaum Nazi Jerman, yang mengunggulkan ras Aria dan anti Yahudi. Itu sebabnya sebuah jurnal Yahudi di Amerika menuduh Stoddard adalah anggota organisasi rasis Ku Klu Klan.

Sebenarnya judul lengkap dari bukunya di atas adalah The Rising Tide of Color AGAINTS WHITE WORLD-SUPREMACY. Jadi fenomena "kebangkitan" itu dipahami sebagai ancaman terhadap supremasi kulit putih di dunia sejak dulu.

Stoddard memang pendukung supremasi kulit putih, anti percampuran ras untuk menjaga "kemurnian" ras kulit putih, bahkan pernah mengusulkan RUU anti-miscegenasi (kawin campur).

Stoddard menulis bukunya di atas berdasarkan kajiannya atas fenomena kebangkitan gerakan nasionalis di berbagai bagian dunia.

Tapi buku itu juga dilatarbelakangi kekhawatiran meningkatnya jumlah dan pengaruh penduduk kulit hitam dan berwarna lainnya di Amerika.

Stoddard mengkhawatirkan ancaman kebangkitan kulit berwarna terhadap dominasi kulit putih dalam kehidupan ekonomi dan politik.

Pikiran-pikiran Stoddard tentang soal ini dapat dibaca pada beberapa bukunya yang lain, salah satunya RACIAL REALITIES IN EUROPE (1924).

Tapi di balik pikiran-pikirannya yang rasialis, Stoddard sebenarnya mampu menganalisis secara tepat dua fenomena sosial penting, yang belum banyak disadari eksistensinya dan karena itu belum cukup dikaji oleh ilmuwan atau pemikir lainnya saat itu.

Pertama, fenomena bertambahnya jumlah populasi penduduk kulit hitam dan kaum migran non-Eropa lainnnya. Stoddard sudah memprediksi dampak dari fenomena ini terhadap supremasi kulit putih.

Kedua, fenomena kebangkitan gerakan-gerakan nasionalis di berbagai bagian dunia sejak awal awal abad 19. Termasuk juga gerakan nasionalis di Indonesia, yang hanya sekilas disinggung oleh Stoddard (itu sebabnya Soekarno menyuruh ditambahkan satu bab khusus tentang Indonesia dalam terjemahan Indonesia buku tersebut).
***
Sudah genap satu abad sejak buku Stoddard pertama kali diterbitkan (1920). Tapi apa yang dikaji dan diprediksi Stoddard satu abad lampau itu ternyata masih relevan.

Bahkan sebagian prediksinya tampak menjadi kenyataan, kalau kita hubungkan dengan akar persoalan di balik gelombang demonstrasi yang tengah melanda Amerika saat ini.

Ketika ilmuwan besar Samuel P. Huntington menerbitkan bukunya WHO ARE WE ? The Challenges to America's National Identity (2004), atau Amy Chua dengan bukunya POLITICAL TRIBES: Group Instinc and The Fate of Nations (2018), keduanya seakan memperbarui atau sedang menyajikan pemutakhiran fakta dari fenomena lama yang sudah dikaji Stoddard satu abad lalu.

Banyak orang menuding sikap dan kebijakan Presiden Trump sebagai pemicu konflik rasial di Amerika saat ini. Untuk sebagian betul.

Tapi sesungguhnya rasialisme adalah fenomena lama di Amerika (dan sebagian Eropa) yang setiap saat dapat muncul kembali ke permukaan. Kemunculannya memang dapat menjadi dahsyat, ketika yang memimpin negeri itu orang macam Trump.

***