Data dan Boleh Mudik

Jadi bolehlah sekarang kita berujar bahwa tolok ukur keberhasilan kita menangani wabah adalah keterangan para pejabat dan aturan yang sudah dibuat tapi diubah-ubah atau berubah.

Kamis, 7 Mei 2020 | 12:04 WIB
0
322
Data dan Boleh Mudik
Ilustrasi kerumunan orang (Foto: Kumparan.com)

Alhamdulillah.Halleluya. Semoga semua mahluk berbahagia. Astungkara.. mudik terbatas akhirnya dibolehkan oleh Menhub. Hanya yang punya kepentingan khusus.

Dan itu tidak terbatas pada pebisnis semata. Tapi juga mereka yang di PHK dan kehilangan pekerjaan.
Sama rata. Sama bahagia. Yang kaya dapat. Yang miskin dapat.

Semuanya juga harus memenuhi syarat yang ketat.

Jadi total aturan Kemenhub itu diganti dan diubah suai sampai 5 kali.

Salahkah? Tidak.

Pemerintah mencla-mencle? Tidak.

Pemerintah lemah? Tidak.

Ini adalah hasil kebijakan learning by doing. Trial and error. Salahkah itu? Tidak.

Kenapa?

Karena pemerintah pusat cepat belajar dari kesalahan mereka meremehkan wabah ini di awal. Tapi berhasil mengatasi akibat itu dengan cepat.

Ada kendala. Ya.
Ada kesalahan. Ya.

Tugas kita sebagai masyarakat mengingatkan yang salah tanpa memaki atau merisak (bully).

Dan kini mudik terbatas dibolehkan yang dipastikan akan mempercepat kebangkitan kita mengatasi wabah ini. Ekonomi kembali bergerak. Sektor transportasi kembali cerah. Pedagang cerah. Pengusaha mengusap kepala mereka sambil bersyukur bahwa badai akan segera berlalu.

Berlalu?

Ya benar. Wabah Covid akan segera berlalu.

Mengapa?

Coba lihat angka kejangkitan yang diumumkan pemerintah dari hari ke hari.

Lonjakan infeksi sampai ratusan tiap hari. Angka nasional tembus 12 ribu. Di Jakarta, 4000an. Namun angka kesembuhan terus meningkat dan kematian menurun percepatannya.

Apa artinya?

Pemerintah ingin agar CFR (Case Fatality Rate) terus turun.Jadi angka infeksi dan kematian boleh naik tapi rasionya turun.

Rasio ini terus diupayakan turun sampai batas pada persepsi bahwa Indonesia mampu mengatasi wabah ini. Hingga market confidence naik.

Bursa naik. Rupiah menguat tapi nanti dilemahkan oleh BI di level 15 ribu untuk menjaga pendapatan ekspor.

Jadi itu yang dikejar hingga pemerintah punya alasan kuat unruk melonggarkan PSBB sedikit demi sedikit. Ketika CFR mendekati 5 persen. Sekarang baru 7,22 persen.

Dalam kontek data itulah, Presiden berani bilang, bahwa entah gimana caranya bulan Mei angka kejangkitan harus turun.

Jelas memang akan turun karena data sudah dipegang kok. Sebanyak 22 daerah yang memberlakukan PSBB diyakini akan menurunkan angka kejangkitan secara signifikan.

Yang ODP dikarantina dengan tujuan kasus PDP turun. Jika PDP turun maka angka infeksi turun. Dan itu yang sekarang terjadi. Yang penting angka kesembuhan terus naik.

Sinyal lain bahwa pagebluk ini akan segera lewat adalah pernyataan jubir Covid 19 bahwa 75 persen yang terinfeksi adalah berada di rentang usia 30 sampai 69 tahun. Median di usia 40-45an. Yang sembuh juga di usia itu.

Sedangkan yang meninggal 75 persennya 50 sampai 70 tahun. Sebagian besar bukan karena Civid 19 melainkan karena penyakit bawaan. Covid memperparah kondisi ini.

Artinya , sejauh tidak ada penyakit bawaan, infeksi bisa disembuhkan. Karena yang sakit dan sembuh ada diusia produktif. Tapi yang sehat dan menjadi pencetak uang keluarga mereka bisa sakit karena tidak ada duit atau dilarang mudik hingga keleleran di pinggir jalan dan kelaparan.

Bagi saya, data-data yang tersaji setiap hari sebenarnya berbicara dan sangat penting untuk diamati serta dianalisa. Karena bisa dijadikan acuan untuk menerka arah kebijakan pemerintah ke depan.

Bahwa kita sedang menuju kearah pemulihan. Itu sebabnya aturan mudik dilonggarkan hanya untuk yang punya kepentingan mendesak. Termasuk mereka yang terkena PHK dan kehilangan penghasilan.

Namun tentu saja pemerintah tidak mau terang-terangan soal ini karena masih sangat dibutuhkan kedisiplinan masyaarakat dalam soal jaga jarak dan pakai masker. Agar cepat tuntas dan setiap elemen ekonomi dan bisnis sudah siap begitu ada deklarasi kita bisa mengendalikan wabah ini.

Saya duga, Anies akan longgarkan PSBB di 22 Mei sehari menjelang lebaran agar sholat Ied bisa dilakukan.

Presiden akan mengumumkan Indonesia liberated. Terbebas dari Covid pada tanggal 17 Agustus setelah rentetan keberhasilan gencar diumumkan pada bulan Juni dan Juli.

Yang momentumnya mungkin dibuat semeriah mungkin. The blaze of glory-nya mungkin akan mirip pidato Presiden Amerika di film fiksi Independence Day:

"We're fighting for our right to live, to exist and we win. The 17 of August will no longer be known as an our Independence Day, but as the day when all Indonesians declared in one voice,

'We will not go quietly into the night! We will not vanish without a fight! We're going to live on, we're going to survive."

Ingat kita punya Wisnutama dan Erick Thohir yang buat Asian Games sangat monumental.

Kita ingin itu diulang.

Jadi bolehlah sekarang kita berujar bahwa tolok ukur keberhasilan kita menangani wabah adalah keterangan para pejabat dan aturan yang sudah dibuat tapi diubah-ubah atau berubah.

Atau diterobos oleh Pemda tapi pusat tidak berdaya seperti yang diperlihatkan Pemda Bali dan Pati yang membolehkan mudik terbatas.

Jadi fokus ke arah itu.

Jangan ke ocehan para influencret yang (makin) gak mutu itu.

***
.